Lebih bagus lagi jika Presiden Biden bisa mendorong elit Partai Republik yang moderat, untuk melepaskan diri dari bayang-bayang Trump.
Akhirnya Presiden Trump menjanjikan akan adanya "orderly transition" di Gedung Putih pada tanggal 20 Januari nanti. Walaupun dia belum memberi selamat kepada Presiden Terpilih Biden, tapi Wapres Mike Pence telah memberi selamat kepada Kamala Harris sebagai Wapres Terpilih.
Presiden Trump dijadwalkan akan meninggalkan Gedung Putih pada tanggal 20 Januari nanti. Artinya, dia tidak akan berusaha bertahan di Gedung Putih, seperti sempat dirumorkan. Namun, kabarnya dia akan meninggalkan Gedung Putih sebelum pelantikan Presiden Biden, dan tidak akan menghadiri pelantikan tersebut. Ini tidak sesuai dengan tradisi politik AS, yaitu Presiden lama menghadiri pelantikan dan memberi selamat kepada presiden baru. Setelah itu, barulah presiden lama meninggalkan Gedung Putih.
Sementara itu, Gedung Putih dan Capitol Hill dijaga ketat. Ada lebih dari 20 ribu tentara dikerahkan untuk berjaga di Washington DC, ibukota negara AS. Jumlah ini tiga kali lipat dari total jumlah tentara AS yang dikerahkan di Afghanistan, Irak, Suriah dan SomaIia. Ini karena di AS, semua orang berhak memiliki senjata, dan jika sebagian pendukung Trump masih terus memprotes lalu menggunakan senjata, maka memang harus tentara bersenjata lengkap yang harus menghadapinya.
Tapi ini juga wajah buruk demokrasi di Amerika. Ironis, Amerika yang dikenal sebagai champion of democracy harus mempertahankan demokrasinya dengan senjata terhadap sebagian rakyatnya sendiri. Persis seperti di banyak negara berkembang yang sedang belajar berdemokrasi.
Ketika demokrasi harus dipertahankan dengan senjata, itu tandanya ada masalah dengan demokrasi di negara tersebut.
Saat belajar Ilmu Politik di Amerika, mata kuliah Political Development biasanya membahas negara-negara sedang berkembang dalam proses demokratisasi. Sekarang, rasanya mata kuliah itu harus juga membahas demokrasi di AS.
Make America United Again, tampaknya harus menjadi prioritas Presiden Biden. Menarik kembali ke tengah masyarakat AS yang terbelah perlu menjadi arah utama kebijakan Biden. Ini akan sangat membantu healing process di Amerika.
Sudah agak terlambat menawarkan posisi Menhan dan Menpar kepada Trump dan Pence. Tapi kebijakan yang bernuansa tengah akan membantu proses pemulihan dari keterbelahan, ketimbang memuaskan pendukung Demokrat yang berada di sayap kiri spektrum politik.
Baca Juga: Israel Mengubah Sikapnya di Masa Presiden AS Joe Biden
Biden dan menteri-menterinya harus bersedia engaged dengan media sayap kanan agar kaum konservatif Amerika bisa mendapat imbangan informasi tentang kebijakan pemerintah.
Lebih bagus lagi jika Presiden Biden bisa mendorong elit Partai Republik yang moderat, untuk melepaskan diri dari bayang-bayang Trump. Tapi melakukan impeachment kepada Trump seminggu sebelum dia turun agak berlebihan. Itu hanya akan memperkeras sikap pendukungnya yang lebih dari 70 juta pemilih, untuk melakukan balas dendam politik nantinya. Lalu, persis seperti cerita silat, politik AS akan terus diwarnai dengan dendam tak berujung antara kaum konservatif sayap kanan dengan kaum liberal sayap kiri.
Mungkin saatnya Politik Amerika belajar ke Indonesia. Terutama dengan pepatah Jawa: "Ngono yo ngono, ning ojo ngono."
Andi Mallarangeng
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews