Lupakan ormas yang sering mengganggu peribadatan umat agama lain. Tekan terus pertumbuhan gerakan-gerakan radikalisme dan terorisme, jangan biarkan mereka berkembang.
Soal siapa yang pertama kali melemparkan ide tidaklah penting, yang utama adalah bagaimana sinergi seluruh stake holders dalam mengeksekusi ide tersebut. Tanpa goodwill terutama dari pemerintah, ide tinggallah menjadi ide.
Karena itu, berbeda dengan netizen lain, wacana menjadikan Borobudur sebagai rumah ibadah umat Budha sedunia, tidak saya jadikan sebagai selebrasi berlebihan kepada Menag yang baru, sebagai Pahlawan Toleransi Beragama, kemudian dihubungkan dengan ormas ini dan itu. Karena menurut saya ide besar dari wacana ini bukanlah tentang itu.
Tapi bagaimana memanfatkan seluruh potensi yang dimiliki negara ini, untuk sebaik-baiknya kemakmuran rakyat.
Indonesia sudah ditinggali warisan mahakarya luar biasa seperti Candi Borobudur, jika yang 'ketempatan' warisan ini tidak memanfaatkannya sebaik-baiknya serta melestarikan situs agama ini sebagaimana tujuan para pembuatnya, mungkin kita pantas disebut generasi 'celaka'.
Saudi Arabia 'ketempatan' Kabah, dua mesjid agung di dua kota suci dan menggunakannya bukan hanya sebagai ritual agama, namun juga sebagai potensi wisata religi dan memanfaatkan potensi ini secara baik. Seperti Kota Mekkah yang secara geografis bukanlah destinasi wisata yang cukup ciamik, namun mampu disulap oleh KSA sebagai tujuan wisata yang nyaman bagi pengunjungnya. Hingga tempat menginap dan belanja pun hanya selangkah dari mesjid (ini satire sebetulnya).
Kemudian Israel memiliki Bethlehem, Italia memiliki Vatican, India memiliki Tirupati, Tibet memiliki Lhasa, dst.
Jika Saudi Arabia dikunjungi oleh lebih dari 2 juta umat Islam sedunia di setiap muslim Haji, belum ditambah dengan kunjungan Umroh sepanjang tahun, maka dengan potensi 5 juta umat Budha sedunia, Indonesia pun memiliki kesempatan yang sama untuk meraih pendapatan non komoditas yang sangat besar sebagaimana Saudi, jika mampu mengelola potensi Borobudur ini dengan baik.
Yang akan menyangga beban paling berat nantinya pasti Kota DIY, karena itu perlu dibuat kota Yogyakarya-Yogyakarta yang lain di kota-kota penyangga DIY. Termasuk mungkin membuat cabang jalan Malioboro, ada Malioboro 2 di Kota Sleman misalnya, dst.
Karena percuma saja semisal para wisman sudah diarahkan agar tidak menumpuk di DIY, tapi masih tetap menumpuk di jalan Malioboronya karena semua wisatawan ingin sekaligus berkunjung ke sana.
Terbayang bagaimana keriuhannya dan yang paling dikhawatirkan tentu kenyamanan warga DIY nya sendiri. Jangan sampai tuan rumah menjadi terusir dari daerahnya sendiri karena harus mengalah kepada wisatawan. Semoga pemerintah benar-benar mengatur soal tata ruang ini secara baik & win-win bagi semua pihak.
Indonesia memang sudah waktunya menatap masa depan yang lebih baik. Fokus bagaimana memproduksi SDM-SDM yang unggul yang bisa mengelola seluruh potensi SDA yang kita miliki secara mandiri.
Lupakan ormas yang sering mengganggu peribadatan umat agama lain. Tekan terus pertumbuhan gerakan-gerakan radikalisme dan terorisme, jangan biarkan mereka berkembang.
Seandainya mereka diberi akses untuk memperoleh pendidikan vokasi, keterampilan dan kesempatan berusaha yang lebih baik, mungkin bisa mengalihprofesikan para tukang demo, tukang palak, preman, tukang ngaji yang merangkap sebagai perakit bom, dlsb menjadi tenaga kerja produktif yang memberi nilai tambah bagi Indonesia.
Maka bonus demografi, benar-benar akan menjadi bonus, bagi kemakmuran rakyat dan masa depan Indonesia yang lebih gemilang. Semoga..
Btw, bagi umat Islam yang kepikiran ingin menolak vaksin, fyi, untuk berwisata religi ke Saudi satu syaratnya harus memiliki sertifikat vaksin covid-19 loh. Jadi pikir-pikir dulu jika ingin menjadi AntiVaks.. Tidak bercita-cita ingin mengunjungi Rumah Allah?
***
.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews