Mendengar wafatnya Budi Darma, merenungkan beberapa karyanya yang sempat saya baca, saya pun teringat film Big Eyes (2014).
Film ini kisah pelukis Margaret Keane. Begitu banyak lukisan yang ia buat. Kadang soal anak kecil hingga kakek, lelaki dan perempuan, kaya hingga miskin.
Namun satu hal yang ganjil di sana. Semua tokoh utama lukisannya punya mata yang besar sekali. Tidak proporsional. Oleh sebab itu, sang pelukis dilekatkan dengan Big Eyes.
Ada yang ganjil dalam mata. Sesuatu yang disimpan oleh tatapan mata ingin ia tonjolkan dalam lukisannya.
Unik. Aneh. Khas. Tapi tetap asyik dan bisa dinikmati.
-000-
Membaca beberapa karya Budi Darma, saya menemui beberapa tokoh utama yang juga ganjil. Tak hanya ganjil karena hidupnya terasa tak bertujuan.
Tapi juga ganjil soal fisik tokoh utama itu. Fisik yang tak biasa.
Cerpen terakhir karya Budi Darma yang saya baca: Kita Gendong Bergantian (2020). (1)
Tokoh utamanya, Peket, adalah kepala sekolah di zaman penjajahan jepang.
Digambarkan Ia pakai sepatu bagus. Tapi kakinya penuh kudis.
Para murid- muridnya juga kudisan. Beberapa muridnya dan gurunya tak hanya kudisan. Tapi ada pula kutu busuk berjalan- jalan bebas di baju mereka.
Keganjilan fisik tokoh utama ini ditemui pula dalam karya Budi Darma yang lain.
Ada cerpennya berjudul “Joshua Karabish” dan “Orez.” Digambarkan tokoh utama di sana: “kepalanya yang benjol, dan matanya seperti ingin melesat dari sarangnya.”
Atau “mulutnya yang seolah tak bisa dikatupkan lagi.” Juga “kupingnya mengeluarkan lendir seperti bau bangkai tikus busuk.” “Dari hidungnya keluar darah bau amis.”
“Mungkin kelak ia akan mempunyai taring tajam seperti raksasa.”Tangan dan kakinya terlalu besar. Sementara kakinya terlalu kecil.”
Keganjilan itu juga muncul di novelnya Rafilius. Tokoh ini digambarkan sebagai sosok manusia yang “badannya bukan dari daging. Tapi seperti dari besi. Kesannya kuat tapi kosong. Tangannya aneh. Ia seperti mahluk yang tak dapat mati.”
Mengapa Budi Darma memilih menulis tokoh utama dengan fisik yang ganjil? Tak hanya fisiknya, mental dan pikirannya juga tidak konvensional.
Saya menduga dua penyebabnya. Sebagaimana Michael Keane yang meletakkan identitas dengan lukisan Big Eyes, Budi Darma juga membuat diferensiasi, ciri khas, dengan tokoh- tokoh ganjil.
Jika kita membaca kisah tokoh dengan fisik yang ganjil, seketika kita teringat karya Budi Darma. Itu menjadi brandingnya.
Tokoh besar dalam sastra dan penulisan secara umum membawa ciri khas sendiri. Pembeda. Keunikan. Branding.
Namun lebih jauh lagi, karakter ganjil itu memang bagian dari sebuah genre sastra yang disebut sastra absurdis.
Ini gerakan sastra yang berkembang di Perancis lalu jerman, di tahun 1950an. Gerakan ini meluas ke Eropa- Amerika di era paska perang kedua.
Gerakan ini menjadi anti tesis dan counter culture terhadap sisa hegemoni agama.
Sebelumnya mindset kolektif dikuasai oleh narasi meaning of life. Kisah kepahlawanan. Kejelasan perjuangan.
Hidup ini seolah begitu romantik. Penuh kisah hero. Tujuan hidup sangat jelas. Manusia perkasa.
Genre sastra absurdis justru melawan mindset itu. Sastra genre ini menunjukkan sisi absurd manusia.
Benar manusia inginkan hidup bermakna. Tapi ia tidak dalam kapasitas menemukan makna yang benar dalam hidupnya. Ia membangun sendiri makna itu.
Tapi makna apapun yang ia ciptakan cepat berubah. Lalu hancur lagi. Hampa lagi.
Berbeda dengan tradisi sastra yang berorientasi hero-isme, kisah kejayaan manusia, sastra absurd justru menunjuk sisi ganjil manusia.
Tak hanya mentalnya ganjil. Bahkan fisiknya juga ganjil.
Dua pemikir besar ini yang dianggap berpengaruh dengan menguatnya filsafat Absurd ini: Kierkigard dan Nietszche.
Bagi Nietzche, semua nilai moral yang ada ini hanya hasil konstruksi hasil dari relasi kuasa. Yang mengkonstruksinya pihak yang kuat. Yang menang.
Tapi semua meaning of life itu hanyalah konstruksi yang gampang patah.
Kirkegard mengutip mitologi Yunani: Sishyphus. Ia adalah raja yang dihukum dewa. Setiap kali Ia harus mendorong dan menaikkan batu besar, dari lereng ke puncak gunung.
Setelah sampai puncak, batu kembali menggelinding ke bawah. Susah payah Sisyphus kembali mendorongnya ke atas.
Begitulah hidup manusia. Entah apa yang ingin dicapai. Setelah sampai di sana, hanya ada kekosongan belaka.
Budi Darma, sang pembawa sastra absurd ke Indonesia telah pergi. Tapi karyanya sudah menjadi warisan Indonesia. Karyanya dan paham sastra absurdis tak ikut pergi.
Selamat jalan Maestro.
21 Agustus 2020
Denny JA
CATATAN
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews