Buwas, Buas, "Be Wise"

Tapi kalau hukum normatif nantinya tak bisa menangani, Budi Waseso menyarankan agar nama-nama pelaku kartel beras itu dibuka ke masyarakat.

Senin, 27 Mei 2019 | 23:23 WIB
0
955
Buwas, Buas, "Be Wise"
Saya dan Pak Buwas (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Gaya bicara dan intonasi Komjen Budi Waseso tak meledak-ledak. Pilihan kata yang digunakan juga tak kasar. Biasa saja. Toh begitu, dalam nada suara yang serak-serak basah itu ketegasan sungguh terasa dalam setiap kalimat yang dilontarkannya. Ia menyampaikan pendapat, penilaian, dan pemikiannya dengan lugas. Tanpa tedeng aling-aling tapi terukur.

Hal itu berbeda dengan citra yang kadung melekat sejak lelaki kelahiran Parenggan, Pati, Jawa Tengah, 19 Februari 1960 itu menjabat Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri pada 2015. Kala itu dia menjadikan pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto (BW) sebagai tersangka.

Samad sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen, sementara BW tersangka kasus mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu dalam persidangan sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi.

Banyak pihak menilai langkah Budi Waseso sebagai Kepala Bareskrim menjadikan kedua pimpinan KPK sebagai tersangka sebagai balasan atas penetapan tersangka calon Kapolri Budi Gunawan oleh KPK. Sebab kasus kedua orang itu sebetulnya terjadi beberapa tahun sebelum mereka menjadi pimpinan KPK.

Sejumlah media, antara lain Majalah Detik kemudian memberi inisial Budi Waseso dengan “Buwas”, bukan BW. Hal itu sekaligus untuk menggambarkan bahwa langkahnya itu sebagai tindakan yang memang buas.

“Enggak cuma kamu yang sebel, kayaknya hampir semua pimpinan media gak suka sama saya waktu itu,” kata Buwas usai saya mewawancarainya untuk program Blak-blakan, Selasa (21/5/2019).

Tapi dia keukeuh berpendirian bahwa tindakannya mengusut Samad dan Bambang bukan bentuk kriminalisasi. Juga tak terkait dengan status Budi Gunawan yang akhirnya gagal jadi Kepala Polri karena berstatus tersangka di KPK. Buwas menyebut semuanya bagian dari upaya penegakkan hukum, dan terbukti upaya praperadilan ditolak hakim.

“Kalau pun kasusnya tak berlanjut bukan karena saya salah, tapi Presiden mengesampingkan kasusnya,” kata Buwas.

Baca Juga: Buwas Tetap Buwas, bahkan Semakin Buas!

Ia juga mengingatkan langkahnya saat masih berpangkat Komisaris Besar (Melati 3) yang ditugaskan untuk menangkap Kepala Bareskrim Komijen Susno Duadji saat hendak terbang ke Singapura di Bandar Udara Soekarno-Hatta pada April 2010. Susno saat itu dinilai melanggar aturan karena pergi tanpa izin dari pimpinan Polri. Upaya penangkapan itu tentu tak mudah. Ada gertakan, negosiasi, hingga akhirnya “sang jenderal” terpaksa dia kunci di toilet saat sedang melapas hajat.

Sebagian jenderal tak setuju dengan langkah semacam itu. Toh Buwas cuek. “Saya berani saja karena dalam rangka menegakkan peraturan,” ujar lulusan Akademi Kepolisian angkatan 1984 itu.

Ketika dirinya kemudian berpindah jabatan menjadi Kepala BNN, ia mengaku banyak yg bersorak seolah dirinya tersingkir. Buwas mengaku pengetahuannya soal narkoba tergolong minim. "Tapi saya mau belajar dan menerima semua penugasan dengan ikhlas,” ujarnya bijak.

Bagi Buwas, sebagai abdi negara ia telah didoktrin untuk bekerja dan memberikan yang terbaik. Pun ketika setelah pensiun dia ditempatkan untuk mengurusi Bulog. Sebagai Direktur Utama dia mendapat tugas khusus dari Presiden Jokowi untuk memetakan dan membereskan kartel pangan.

Di Bulog, Buwas kembali memperlihatkan sisi “buas” nya. Dia tegas menolak perintah impor beras yang sudah disepakati dalam rakor terbatas bidang ekonomi. Alasannya, Bulog tak punya cukup gudang untuk menampung. Juga akan membebani keuangan Bulog bila harus menyewa gudang. Lagi pula stok beras dalam perhitungannya sudah lebih dari cukup.

“Matamu…,” begitu celotehnya menjawab wartawan. Kata itu ditujukan kepada Enggartiasto Lukito. Menteri Perdagangan yang juga politisi Partai Nasdem. Kini terbukti, tanpa tambahan impor stok beras tak berkurang.

“Kartel atau mafia pangan sudah saya petakan, beberapa sudah ditangani polisi,” ujarnya kalem.

Baca Juga: Buwas Diharapkan Dapat Mengungkap Mafia Impor Beras

Kalau pun media tak ramai memberitakannya, itu karena ada semacam kebijakan tak tertulis agar tidak muncul kegaduhan yang tak perlu di tengah hiruk pikuk kampanye pemilu. Tapi kalau hukum normatif nantinya tak bisa menangani, dia menyarankan agar nama-nama pelaku kartel itu dibuka ke masyarakat. “Biar rakyat bisa langsung mengadilinya,” ujarnya dingin.

Tak cuma itu. Hampir setahun memimpin Bulog, dia tak hendak menjadikan perusahaan itu sebatas jual-beli sembako. Dalam upaya mendistribusikan beras dan bahan pangan lainnya seluas mungkin, dia melakukan diversifikasi. Kreativitas itu telah ditunjukkan antara lain dengan memproduksi aneka beras dalam kemasan. Juga memproduksi bekatul.

“Saya sejak Kapten itu selalu sarapan bekatul. Kandungan gizinya lebih tinggi dari beras,” ujarnya.

Intinya bila kita diberi amanah, kata Buwas, sebagai abdi negara ya berikan yg terbaik. “Kalau ditugasi berdagang ya dagang, bukan malah sukanya impor.”

Meski tak menyebut nama, kalimat ini tentu Anda pasti tahu ditujukan kepada siapa.

***