Program Listrik Desa (Lisdes) menjadi salah satu bentuk konkret kehadiran negara dalam memastikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, pemerintah berupaya menjangkau seluruh wilayah, termasuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), dengan akses listrik yang andal dan berkelanjutan.
Sebagai bagian dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, PT PLN (Persero) menargetkan untuk melistriki sekitar 780 ribu rumah tangga di seluruh pelosok negeri melalui Program Listrik Desa (Lisdes) periode 2025-2029. Langkah ini sejalan dengan semangat pemerataan pembangunan nasional yang tidak hanya terpusat di wilayah perkotaan, tetapi juga menyentuh pedesaan dan kawasan 3T.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, mengatakan penyediaan listrik di seluruh desa adalah bagian dari keadilan sosial. Upaya ini dinilai penting untuk memperkuat fondasi pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di wilayah yang selama ini belum tersentuh jaringan listrik.
Program Lisdes juga menunjukkan komitmen negara dalam menjadikan energi sebagai hak dasar masyarakat. Pemerintah berupaya memastikan bahwa seluruh warga, dari Aceh hingga Papua, memiliki akses terhadap layanan listrik yang stabil dan memadai, sebagai sarana pendukung produktivitas dan kemajuan sosial ekonomi.
Rencana pembangunan pembangkit berkapasitas 394 megawatt (MW) serta penyambungan listrik ke lebih dari 10 ribu desa dan dusun merupakan langkah besar dalam sejarah elektrifikasi nasional. Dengan investasi sekitar Rp50 triliun, Lisdes menjadi bukti bahwa negara hadir melalui kebijakan afirmatif dan strategi pembangunan yang menyentuh lapisan terbawah masyarakat.
Program ini juga membuka peluang kolaborasi antara pemerintah dan pihak swasta. Melalui skema investasi yang ditawarkan, investor didorong untuk turut serta dalam proyek penyediaan energi, khususnya di wilayah-wilayah yang belum berlistrik, guna mempercepat pencapaian target rasio elektrifikasi nasional.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan komitmennya dalam mengemban mandat negara. Sebagai BUMN ketenagalistrikan, PLN menjalankan tugas mulia untuk memastikan seluruh warga negara mendapatkan layanan listrik yang layak, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil dan terluar.
Capaian elektrifikasi hingga akhir 2024 mencatat bahwa 83.693 desa dan kelurahan telah teraliri listrik. Angka ini akan terus meningkat seiring dengan implementasi Lisdes dalam lima tahun ke depan, yang ditargetkan menjangkau desa-desa yang masih gelap gulita.
Kehadiran listrik tidak hanya menghadirkan cahaya, tetapi juga membuka peluang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan konektivitas digital. Bagi masyarakat desa, listrik berarti kehidupan yang lebih baik dan akses terhadap berbagai layanan dasar yang sebelumnya sulit dijangkau.
Sementara itu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P. Hutajulu, mengatakan bahwa pemerataan akses listrik merupakan pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan secara bertahap dan terencana. Karena itu, pemerintah telah menyusun peta jalan program Lisdes agar pelaksanaannya berjalan efektif dan tepat sasaran.
Pemerintah menargetkan penyediaan listrik di sekitar 5.700 desa yang saat ini belum dilayani oleh PLN. Langkah ini menjadi prioritas utama dalam mewujudkan pembangunan inklusif yang menjangkau seluruh warga negara tanpa terkecuali.
Dalam peta jalan tersebut, kebutuhan anggaran mencapai sekitar Rp50 triliun, mencakup pembangunan infrastruktur kelistrikan yang memadai serta penyambungan ke rumah-rumah warga di desa. Pemerintah juga memastikan program ini berjalan secara berkelanjutan, bukan sekadar proyek jangka pendek.
Tak hanya menyediakan infrastruktur, program Lisdes juga mencakup pemberian subsidi bagi masyarakat di wilayah 3T. Hal ini menunjukkan keberpihakan negara terhadap kelompok masyarakat yang secara geografis maupun ekonomi masih tertinggal.
Subsidi listrik menjadi instrumen penting agar masyarakat tidak hanya terhubung dengan jaringan listrik, tetapi juga mampu membayar biaya pemakaian listrik dengan tarif yang terjangkau. Ini sejalan dengan prinsip keadilan sosial yang menjadi semangat utama pembangunan nasional.
Dengan Lisdes, pemerintah mengirim pesan kuat bahwa tidak ada satu pun masyarakat yang ditinggalkan dalam arus pembangunan. Semua berhak menikmati manfaat kemajuan teknologi dan infrastruktur, termasuk listrik yang menjadi kebutuhan dasar di era modern.
Langkah proaktif pemerintah ini menjadi bentuk nyata dari strategi pemerataan pembangunan yang mengedepankan aspek inklusivitas. Keberadaan listrik membuka jalan bagi transformasi sosial, peningkatan ekonomi lokal, dan penciptaan lapangan kerja di desa.
Ke depan, Lisdes diproyeksikan menjadi pendorong tumbuhnya ekonomi desa yang lebih mandiri. Listrik memungkinkan pelaku usaha kecil di desa berproduksi lebih optimal, membuka usaha baru, hingga mengakses pasar digital yang lebih luas.
Dengan jaringan listrik yang masuk ke pelosok, anak-anak desa bisa belajar lebih nyaman di malam hari, layanan kesehatan bisa berjalan lebih optimal, dan masyarakat dapat mengakses informasi dengan lebih baik. Ini adalah perubahan fundamental yang membawa desa sejajar dengan kota.
Program Lisdes tak hanya tentang infrastruktur, tetapi tentang mengangkat harkat dan martabat masyarakat di wilayah 3T. Hal ini menjadi bukti bahwa negara tidak tinggal diam dalam menjawab kebutuhan dasar warganya, bahkan di wilayah yang paling jauh dan sulit dijangkau sekalipun.
Pada akhirnya, keberhasilan Program Listrik Desa akan menjadi tolok ukur keberhasilan dalam mewujudkan pembangunan yang berkeadilan. Dengan menghadirkan listrik di desa-desa terpencil, menegaskan komitmennya bahwa seluruh rakyat berhak hidup dengan penerangan yang layak, kualitas hidup yang lebih baik, dan martabat yang terjaga.
)* Penulis adalah mahasiswa Bandung tinggal di Jakarta
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews