Jadikan agama sebagai tuntunan hidup agar menjadi insan yang lebih baik. Bukan menjual agama untuk kepentingan segolongan.
Benarkah semua ingin masuk surga? Mustinya jawabnya benar. Apa ada yang tidak mau masuk surga? Mengapa masuk surga menjadi penting? Kalau mengacu pada Ilmu komunikasi yang saya pelajari dari almarhum Rektor IISIP drs. AM Hoetasoehoet, di dunia ini manusia punya tujuan hidup, yaitu bahagia dunia dan akherat.
Bahagia di dunia sudah jelas. Terpenuhi hal-hal yang terkait duniawi. Nah kalau akherat, mustinya yang terkait dengan akherat. Dalam konsep Islam dan Kristen ada yang namanya neraka dan sorga. Tapi sejujurnya belum ada satupun manusia yang punya pengalaman ke neraka atau ke surga lalu pulang lagi dan bercerita tentang pengalamannya.
Kalau mati suri, banyak. Lalu punya pengalaman berada di negeri yang berbeda dengan negeri yang kita pijak juga ada. Tapi, sejauhm ana kisah tersebut dibenarkan dan dapat dijadikan landasan untuk mengklaim surga dan neraka, walahualam.
Ini terkait dengan kepercayaan. Kamu percaya kamu bisa, maka kamu bisa. Dulu begitu ajaran almarhum Ayah saya, jelang saya ulangan atau ujian akhir. Pasalnya kalau saya nggak belajar ya saya nggak bisa mengatakan saya percaya saya bisa. Sebaliknya saya mengatakan saya bisa karena saya sudah belajar.
Baca Juga: Alangkah Ribetnya Caramu Beragama
Artinya nggak bisa kita balik, kita percaya sesuatu yang kita tidak tahu. Surga dan neraka kan nggak ada yang tahu. Kita baru sebatas tahu dari yang kita baca dan kita dengar. Belum ada yang kita lihat.
Kemarin saat buka puasa dengan beberapa kawan, salah seorang perempuan yang mensosialisasikan pemilu hingga ke pedalaman Banten, salah satu Basis Imam Samudra, bercerita bagaimana kemiskinan membelenggu, membuat semua menjadi bodoh.
Apa saja yang dicekoki untuk dipercaya ya, dipercaya. Memang terlalu naïf kalau saya menyimpulkan salah satu alasan jualan agama laku ya, karena kemiskinan dan kebodohan itu.
Makanya pemerintah memiliki program pengentasan kemiskinan untuk sekaligus mengentaskan kebodohan. Lewat peningkatan proram pendidikan terpadu. Dan rencananya di 5 tahun kedua, Presiden Jokowi memang akan meningkatkan kualitas SDM. Teknologi berkembang dengan pesat.
Kalau tidak menyiapkan SDM yang berkualitas, akan sulit mengikutinya. Tapi tidak lepas dengan tuntunan agama.
Albert Einstein mengatakan, llmu tanpa agama, buta dan agama tanpa ilmu lumpuh.
Ilmu dan agama ditangan orang yang salahpun akan menjadi senjata yang mematikan, sebaliknya ilmu dan agama di tangan orang yang tepat, maka akan menjadi fasilitas kebaikan bagi banyak orang. Bicara agama, sebetulnya bukan ranah saya tapi saya mau bilang agama bukan segala-galanya kalau bertujuan jahat. Karena untuk menjadi jahat justru nggak perlu tuntunan agama.
Baca deh visi dan misinya FPI, menurut mereka nggak ada yang salah karena mereka meyakini mereka punya hak melakukan apa yang mereka percaya. Mereka tidak menganggap hukum Negara. Padahal hukum islam pun tidak dipakai sepenunya. Mereka hanya menggunakan pasal-pasal yang membenarkan prilaku mereka. Nah membenarkan ini bukanlah kebenaran.
Baca Juga: Kampanye Politik, Salat Subuh dan Kerancuan Politisasi Agama
Situasi pemilu 2019 telah berhasil memecah belah masyarakat dan ulama. Ada masyarakat dan ulama pendukung 01 dan ada pula masyarakat dan ulama pendukung 02. Apakah itu salah? TIDAK. Selama akal sehat digunakan. Jangan karena kenyataan tidak sesuai dengan keinginan/kehendak maka, beranggapan jihad sebagai jalan keluar.
Jihad itu mulia jika dilakukan demi dan untuk membela kebenaran. Bagaimana mau bicara kemenangan jika KPU sebagai institusi independen belum mengeluarkan hasil? Bukankah menunggu walau menjemukan tetap sebagai pilihan yang bijaksana?
Mari jadikan agama sebagai tuntunan hidup agar menjadi insan yang lebih baik. Bukan menjual agama untuk kepentingan segolongan. Kafir-kafir nenek moyang saya, termasuk almarhum ayah saya yang terbaring di TMP Kalibata, punya andil memperjuangkan kemerdekaan NKRI.
Yuk ah move On!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews