Teknik yang sama dipakai oleh Donald Trump di Pilpres Amerika Serikat ini berciri khas melakukan kebohongan-kebohongan nyata guna membangun ketakutan publik.
Kalau saja Ratna Sarumpaet tidak mengakui bahwa dia berbohong, terkait kasus penganiayaannya, bisa jadi kerusuhan besar sudah terjadi. Prabowo sudah sempat menggelar konfrensi pers, yang cukup memantik kemarahan pendukungnya.
Sementara Fadli Zon dan sekutunya juga sudah siap-siap ingin menggalang Massa, untuk menggeruduk Pemerintahan berkuasa, meminta pertanggungjawaban kasus penganiayaan Ratna Sarumpaet, untung saja Polri bekerja dengan cepat membongkar kasus oplas Ratna.
Merasa Polri sudah mencium semua kebohongannya, maka Ratna pun panik, yang pada akhirnya mengambil keputusan untuk mengakui kasus penganiayaannya adalah kebohongan. Prabowo terhenyak dengan pengakuan Ratna, dan skenario yang sudah dirancangpun gagal.
Lalu publik kembali tersentak dengan adanya isu 7 kontainer Surat suara yang sudah dicoblos. Kasus ini pun tujuannya untuk memantik kemarahan publik terhadap pemerintah, semua heboh, jagad media sosial pun juga begitu.
Kalau saja kasus ini tidak cepat ditangani, dan isu tersebut adalah hoaks yang sudah dipersiapkan, bisa jadi akan memancing kerusuhan massal. Meskipun pelaku penyebar hoaksnya sudah ditangkap, dan merupakan koordinator relawan Prabowo-Sandi, namun tetap saja tidak diakui sebagai bagian dari kubu Prabowo-Sandi.
Saya percaya betul, semua daya upaya manusia, tanpa diridhoi Tuhan, tidak akan bisa terlaksana. Rencana baik saja kadang masih ditunda oleh Tuhan, apa lagi rencana Jahat.
Tidak cukup hanya itu saja, baru-baru ini sempat viral di media sosial, video tentang Server KPU sudah disetting untuk memenangkan kubu 01 sebesar 57%. Lagi-lagi kasus ini terbongkar, dan lagi-lagi yang terlibat dalam kasus ini adalah relawan Prabowo-Sandi.
Kasus ini juga Sama motifnya, untuk memantik amarah publik, dan mendeligitimasi KPU. Yang menciptakan mereka, yang merencanakan mereka, dan yang meributkannya di media sosial juga mereka, yang marah-marah juga mereka sendiri, apa coba motivasinya kalau bukan untuk menggagalkan pelaksanaan Pemilu.
Belum lagi usaha Amien Rais untuk menciptakan "People Power" jika penyelenggaraan Pemilu dianggap curang. Padahal secara mekanisme konstitusional, jika ada pelanggaran Pemilu, maka harus diselesaikan di Mahkamah Konstitusi (MK), Amien Rais tidak ingin menyelesaikannya di MK, dia ingin diselesaikan dengan menggunakan People Power.
Jelas kalau hal itu sampai dilakukan, maka tindakan tersebut adalah tindakan yang bertentangan dengan Undang-Undang yang berlaku. Semua titik tujuan dari semua skenario, tujuannya adalah untuk menciptakan kerusuhan massal, apakah memang seperti itu cara bernegara.?
Kalau sampai skenario tersebut terlaksaana, maka ada "Pihak Ketiga" yang akan memanfaatkannya, dengan memancing di air keruh. Inilah yang tidak kita inginkan. Karena pihak Ketiga tersebut hanya menunggu momentum, entahlah kalau kubu Prabowo-Sandi memang menginginkan hal itu terjadi.
Yang sedang viral di media sosial saat ini adalah, tentang ditemukannya Surat suara yang sudah dicoblos di Selangor, Malaysia. Apakah ini pun masih bagian dari modua yang sama.? Direncanakan sendiri, dibikin heboh sendiri, dan akhirnya diakui sendiri sebagai bagian dari Tim relawan Prabowo-Sandi.
Dalam salah satu video, salah satu penemu surat suara tercoblos 01 menyatakan ingin ada perubahan di Indonesia. Lah maksudnya apa coba, kok menemukan Surat suara tersebut motivasinya ingin ada perubahan.
Video yang berdurasi 3 menit 22 detik tersebut menampilkan gambar mobil polisi, atau polis dalam bahasa Malaysia, beranjak dari tempat penemuan surat suara tercoblos. Seorang pria yang merekam video tersebut lantas mengatakan mereka telah membuat laporan polisi. Video ini dibagikan oleh salah seorang jubir BPN Prabowo-Sandi.
"Kita sudah buat laporan polis, polis sudah datang, polis sudah datang, kita sudah buat laporan polis, biar jelas ini...," kata si pria seperti dilihat detikcom, Kamis (11/4/2019).
Modus seperti ini persis seperti tekhnik propaganda ala Rusia, Firehose of Falsehood, saya pernah ulas secara detail dalam sebuah artikel yang berjudul, "Prabowo-Sandi dalam Tekhnik Propaganda Firehose of the Falsehood." Baca disini
Teknik yang sama dipakai oleh Donald Trump di Pilpres Amerika Serikat ini berciri khas melakukan kebohongan-kebohongan nyata guna membangun ketakutan publik dengan tujuan mendapatkan keuntungan politik. Tekhnologi ini terkenal dengan nama "Cambridge Analytica."
Ada kesamaan modus dari Keempat kasus di atas, tujuannya adalah untuk menimbulkan kekacauan, dan efeknya agar masyarakat tidak mempercayai Pemerintahan Jokowi. Muara dari semua kasus tersebut adalah mendeligitimasi KPU dan Pemerintah.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews