Siapapun yang Kalah Akan Jadi Menhan?

Semoga saja Pilpres AS 2020 tidak berujung "copy-paste" kejadian di Indonesia sebelumnya. Misalnya, jangan sampai terjadi juga huru-hara, hantam-menghantam, dan lain-lain.

Jumat, 6 November 2020 | 12:02 WIB
0
264
Siapapun yang Kalah Akan Jadi Menhan?
Donald Trump dan Joe Biden | sumber gambar: cnn.com

Kalau tahun lalu warga Indonesia yang bersitegang gara-gara perhelatan Pilpres 2019, kini giliran warga negeri Paman Sam. Tahun ini mereka terpaksa terpecah ke dalam dua kubu.

Kubu yang satu memihak pasangan Trump-Pence, sedangkan kubu lainnya menyanjung pasangan Biden-Harris.

Saking fanatik mendukung pasangan idola, warga Amerika Serikat sampai turun ke jalan berunjuk rasa, akibatnya terjadi bentrokan dengan petugas keamanan dan massa kubu lawan. Setidaknya ada sebanyak 20 orang demonstran ditangkap di New York belakangan.

Faktor penyebab meningkatnya ketegangan di masyarakat AS, antara lain "angka keramat" electoral college segera genap (pemenang minimal mendapatkan 270 suara dari seluruh negara bagian), klaim kemenangan masing-masing pasangan calon bergulir, dan gugat-menggugat sudah terjadi.

Belum bisa dipastikan paslon mana yang menjadi pemenang, namun untuk sementara, Biden-Harris yang paling unggul.

Mulai dari popular voteelection vote, maupun election college. Keunggulan Biden-Harris malah melampaui perolehan Obama-Biden pada Pilpres AS 2008 silam.

Dikatakan belum pasti karena masih ada beberapa negara bagian kunci yang dapat mengubah keadaan. Warga pemilih dan angka election college di sana cukup banyak, sehingga bisa saja terarah kepada salah satu paslon atau terbagi rata untuk keduanya.

Baca Juga: Donald Trump, Lagi?

Bahkan ada prediksi, bilamana sumbangsih negara bagian kunci memunculkan keseimbangan suara, persoalan akan dibawa ke hadapan Kongres Senat-DPR untuk diputuskan pengemban amanah sebagai presiden dan wakil presiden.

Paling lama 8 Desember 2020, negara bagian kunci wajib mengumumkan pemenang di wilayah mereka. Jika tidak, maka pada 6 Januari 2021, Kongres bakal mengadakan pemilihan kontingen. DPR memilih presiden, lalu Senat memilih wakil presiden.

Lewat pemilihan kontingen, berarti presiden dan wakil presiden dari partai berbeda. Akhirnya bisa Trump-Harris atau Biden-Pence.

Namun, mudah-mudahan hal itu tidak terjadi. Sulit membayangkan kekompakan antara presiden dan wakil presiden terlantik hasil "perkawinan paksa".

Paslon unggul Biden-Harris, tetapi yang bersuara lantang mengaku menang adalah Trump-Pence. Saking lantangnya, paslon petahana ini melayangkan gugatan pemungutan suara di Georgia dan Michigan, meski berakhir penolakan dari hakim setempat. Tepatnya, kalah gugatan.

Apakah ketegangan cuma milik masyarakat AS? Tidak. Seluruh dunia ikut khawatir, cemas, gelisah, takut, dan sebagainya, walaupun China mengaku netral dan menganggap biasa saja.

Salah satu negara itu adalah Indonesia. Bukan tegang khawatir atau takut, tetapi Indonesia tegang karena "bangga", Pilpres 2019 hampir mirip dengan Pilpres AS 2020.

Disebut mirip, sebab dulu soal aku-mengaku, tuduh-menuduh, dan gugat-menggugat sudah pernah terjadi di Indonesia sepanjang satu dekade terakhir. Terdekat, satu tahun lalu.

Tidak heran ketika media Hongkong bernama South China Morning Post (SCMP) 'melabeli' Trump sebagai Prabowo versi AS.

Kala Pilpres 2019, Prabowo sempat juga mengaku pemenang, menduga ada kecurangan TSM (terstruktur, sistematis, dan masif), serta menggugat ke Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi (hasilnya tetap kalah).

"Prabowo US Version: Trump's Early Victory Call Gives Indonesians Sense of Deja Vu", demikian judul tulisan Amy Chew, jurnalis SCMP.

Membaca tulisan utuhnya, netizen Indonesia yang paham isi dan maknanya membubuhkan komentar lucu. "Another Prabowo detected", "Prabowo versi AS", dan seterusnya.

Semoga saja Pilpres AS 2020 tidak berujung "copy-paste" kejadian di Indonesia sebelumnya. Misalnya, jangan sampai terjadi juga huru-hara, hantam-menghantam, dan lain-lain.

Andaikata persoalannya harus dibawa ke meja Kongres dan ternyata susah juga terikrar "perkawinan paksa" (beda partai politik), mungkin komentar netizen atas artikel SCMP ini patut dipertimbangkan.

"Jangan khawatir, siapa pun yang kalah akan menjadi Menhan (Menteri Pertahanan)".

Deja Vu lagi? Ya, setidaknya itu lebih baik. Terserah pemegang mandat sebagai presiden. Trump jadi presiden, Biden jadi Menhan. Atau Biden jadi presiden, Trump jadi Menhan. Ketimbang berseteru, mending bersekutu.

***