Kampus Merdeka: The End of the Competitive Era

Selamat tinggal “persaingan”, dan selamat datang “kerjasama”. Saat ini, PT tidak perlu lagi menyendiri, merasa sendirian, maju dan berjuang sendiri.

Sabtu, 20 Maret 2021 | 16:00 WIB
0
490
Kampus Merdeka: The End of the Competitive Era
Ilustrasi kampus (Foto: detik.com)

Sebagai kelanjutan kebijakan Merdeka Belajar, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Republik Indonesia, Mas Nadiem Makarim mencanangkan kebijakan Kampus Merdeka untuk Perguruan Tinggi (PT).

Kebijakan Kampus Merdeka ini memuat empat hal, yaitu otonomi bagi Perguruan Tinggi (PTN dan PTS); re-akreditasi otomatis; kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH); dan hak belajar mahasiswa selama 3 semester di luar prodi studi.

Terkait dengan hak belajar, Kemendikbud memberian hak, kebebasan dan otonomi belajar kepada mahasiswa sebuah PT untuk menempuh pembelajaran (memilih bidang keahlian atau mata kuliah) di luar program studi (prodi) dan PT, paling lama 2 (dua) semester atau setara dengan 40 (empat puluh) sks. Sebagai sebuah hak yang otonom, mahasiswa dapat mengambil atau tidak kesempatan belajar tersebut. Tetapi wajib bagi PT untuk memfasilitasinya.

Tujuannya kebijakan ini adalah mendorong mahasiswa untuk siap menghadapi perubahan sosial, budaya, dunia kerja dan kemajuan teknologi yang pesat. Atau kata Agus Taufik Mulyono, salah seorang anggota Lembaga Pengembangan Jasa Kontruksi, melalui kebijakan ini, di satu sisi, kampus mengajarkan dalam memberikan kepastian tetapi tidak nyata; di sisi lain, pekerjaan mengajarkan kenyataan namun belum pasti (Herlina, 12/02/2021).

Hak atau otonomi belajar atau kegiatan pembelajaran ini dapat diberikan oleh kampus melalui program pertukaran mahasiswa pada prodi yang sama atau berbeda di PT-Mitra dengan sistem alih kredit penuh (full credit transfer).

Dalam kaitan ini, Kemendikbud telah menyediakan sebuah platform pengampuan mata kuliah melalui kebijakan “Credit Earning Program” (CEP). Sebuah program pengampuan mata kuliah (sks) tertentu secara terstruktur (structured form), dimana jumlah mata kuliah (sks) yang diperoleh dari PT-Mitra dapat diakui dan disetarakan pada mata kuliah tertentu di PT asal mahasiswa. Kebijakan CEP ini telah diterapkan oleh sejumlah PT baik secara mandiri maupun kemitraan (Farisi, 2021a).

Bahkan, pada tahun 2019 konsep CEP ini diperluas oleh Kemendikbud, dengan bekerjasama dengan sejumlah perguruan tinggi (UT, UI, BINUS, dan Universitas Pelita Harapan) dalam bentuk UT Cyber-U atau juga dikenal sebagai ICE Institute (Institute of Cyber Education of Indonesia atau ICE-I) atau Institut Pendidikan Siber Indonesia (Farisi, 2021b). 

UT Cyber-U ini merupakan sebuah platform lapak online yang dikembangkan seperti halnya sebuah toko, supermarket atau situs pemasaran online (marketplace) bagi PT dan/atau lembaga-lembaga penyelenggara pembelajaran daring di Indonesia. Lapak ini juga terbuka luas untuk publik. Siapapun bisa ikut, mahasiswa atau umum yang ingin melanjutkan dan menyelesaikan studi (program degree). Atau mereka yang hanya ingin memperoleh sertifikat (program non-degree) sesuai dengan kebutuhan keilmuan/profesinya, maupun untuk keperluan alih kredit.

Melalui CEP ini, PT tidak lagi disibukkan untuk menyiapkan sumberdaya, fasilitas dan infrastruktur yang dibutuhkan untuk memfasilitasi seluruh proses akademik. PT dapat menawarkan kepada mahasiswa untuk mengampu sejumlah matakuliah dari PT-Mitra yang menawarkan CEP. Dengan demikian, beban PT menjadi lebih ringan, terutama bagi PT yang memiliki sumberdaya, fasilitas dan infrastruktur terbatas.  Tugas dan kewajiban PT adalah menyusun dan menyesuaikan kebijakan/pedoman akademik/kurikulum, daftar mata kuliah yang bisa diambil mahasiswa, dan formula ekuivalensi kredit mata kuliah yang akan ditransfer.

Dalam konteks ini, kerjasama dan sinergitas antar PT (negeri dan/atau swasta; dalam dan/atau luar negeri) menjadi penting dan tak terelakkan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) atau Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) dengan mitra PT.

Di era Kampus Merdeka, setiap PT bebas memilih dan menjalin kerjasama dengan PT lain sesuai dengan visi, misi, dan kebutuhan penyelenggaraan pendidikannya dalam rangka memfasilitasi hak dan memenuhi kebutuhan akademik mahasiswanya.

Di satu sisi, bagi PT, hal ini dapat menjadi peluang strategis untuk saling menguatkan dan mengembangkan diri melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki oleh PT-Mitra berdasarkan prinsip resource sharing dan cross fertilization of ideas.  

Melalui kedua prinsip tersebut, PT bisa mencapai apa yang oleh Vygotsky disebut “the Zone of Proximal Development (ZPD). Sebuah zone atau wilayah yang membedakan antara apa yang bisa dilakukan sesuai dengan kemampuan sendiri (internal capacity or competency) dengan apa yang bisa dicapai/diraih dengan bimbingan, dorongan dari partner atau mitra. Dengan kata lain, melalui kerjasama PT mampu mengubah apa yang “tidak mungkin” menjadi “mungkin,” mengubah “ancaman” menjadi “tantangan dan peluang”.

Selain itu, beban PT pun menjadi lebih ringan, karena PT tidak perlu memenuhi sendiri semua kebutuhan belajar mahasiswa.

Beberapa sumber daya yang tidak dimiliki oleh PT, bisa diperoleh dari PT-Mitra. Prinsip ini pula (resource sharing) yang selama ini telah dilakukan oleh Universitas Terbuka (UT) untuk memenuhi kebutuhan pembelajar mahasiswanya, seperti penyediaan tenaga tutor, fasilitas pembelajaran, praktik, praktikum, dll. yang diperoleh melalui kerjasama dengan lembaga mitra (PT, sekolah, laboratorium, dll.).

Karenanya, sekalipun UT memiliki mahasiswa yang banyak (sekarang berjumlah 311.028 atau 5-6 kali lipat dari jumlah mahasiswa PT terbesar di Indonesia) dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia bahkan luar negeri (para pekerja migran Indonesia), semua kebutuhan belajar mahasiswa bisa terpenuhi melalui kerjasama dengan berbagai pihak di dalam dan luar negeri.

Di sisi lain, bagi mahasiswa, hal ini dapat menjadi peluang untuk memilih PT terbaik (yang telah bekerjasama) untuk memenuhi kebutuhan belajarnya, dan untuk mengembangkan bakat, minat, kreativitas, kapasitas, kepribadian, dan passion intelektualnya.

Selamat tinggal “persaingan”, dan selamat datang “kerjasama”. Saat ini, PT tidak perlu lagi menyendiri, merasa sendirian, maju dan berjuang sendiri. Tidak ada lagi dominasi sebuah PT atas PT lain, tidak ada lagi dikotomi PT negeri dan swasta. Yang ada adalah keterbukaan diri untuk berkolaborasi dan maju bersama PT-PT lain.

PT harus saling berbagi sumber daya (resource sharing) untuk menguatkan dan mengembangkan diri, dan memfasilitasi para mahasiswa memenuhi hak dan kebutuhan belajarnya dan mencapai kompetensi maksimal yang diharapkan sesuai dengan cita-citanya.

Semoga prahara pandemi Covid-19 ini, yang telah meluluhlantakkan eksistensi dan keberlangsungan PT, menjadi momentum bagi PT sadar diri untuk segera bersinergi, membangun jalinan kemitraan dengan PT lain untuk mampu out of the limit, melintas batas “the Zone of Proximal Development” (ZPD).

Wassalam

***