Seorang peneliti bagaimanapun juga tidak mungkin sama sekali meninggalkan teori di dalam melakukan penelitian.
Penting untuk dikemukakan terlebih dahulu, sebelum diskusi lebih jauh dilakukan di bagian ini, tentang status dan peran “kajian teoretik”, “kajian pustaka”—atau apapun istilahnya—di dalam konteks penelitian kualitatif dalam bagian tersendiri, terpisah. Alasan utamanya, karena hingga kini sejauh yang bisa dicermati peneliti, ada dua pandangan mengenai perlu tidaknya sebuah telaah teoretik atau pustaka di dalam tradisi penelitian kualitatif.
Satu pihak berpandangan, bahwa telaah teoretik atau pustaka tetap diperlukan dengan argumen dasar bahwa seorang peneliti kualitatif tidak berangkat ke lapangan dalam keadaan kosong, tanpa teori sama sekali. Pihak lain berpandangan, bahwa telaah teoretik atau pustaka tidak diperlukan karena tujuan utama peneliti kualitatif adalah untuk menemukan makna-makna yang dibangun berdasarkan pengalaman subyektif subyek partisipan tentang konsep atau fenomena tertentu.
Adanya kajian teori dikhawatirkan seorang peneliti sudah terlebih dahulu membangun asumsi-asumsi, hipotesis-hipotesis, jauh sebelum dia turun ke lapangan dan mengumpulkan data, dan melahirkan “bias teori”. Dengan demikian, diskusi pendahuluan ini dapat dipandang sebagai “position paper” peneliti tentang persoalan tersebut.
Dalam tradisi penelitian kualitatif, kajian literatur atau teoretik secara terpisah atau dalam sesi tersendiri sesungguhnya bukanlah suatu kelaziman. Apalagi dalam tipe penelitian inkuiri naturalistik, teori-membumi, atau kajian fenomenologi yang tujuannya menemukan makna-makna dari perspektif partisipan untuk kemudian menemukan teori-teori hipotesis yang membumi dalam konteks kealamiahan latar penelitian (Creswell, 1994). Sungguhpun demikian, oleh karena dalam tradisi penelitian kualitatif--apapun tipe atau model penelitiannya—peneliti tidak berangkat ke lapangan dalam keadaan “pikiran kosong”.
Artinya, seorang peneliti bagaimanapun juga tidak mungkin sama sekali meninggalkan teori di dalam melakukan penelitian. Hanya saja, sejauh hal tersebut dilakukan bukan dengan maksud untuk membingkai secara ketat dan terpola realitas dengan segala fenomena yang terdapat di dalamnya (Lincoln & Guba, 1985; 1987; Kuhn, 2001). Pandangan mutakhir juga menyatakan bahwa kajian teoretik atau kepustakaan sesungguhnya include di dalam latar belakang masalah, sebagai “kerangka permasalahan” untuk mengetahui siapa saja yang telah menulis dan mengkaji permasalahan tersebut, serta yang telah melihat signifikansi persoalan tersebut sebagai obyek kajian (Creswell, 1994:21-22).
Atas dasar itu, kajian literatur atau teoretik dilakukan oleh peneliti sebatas untuk memperoleh fokus penelitian, baik berdasarkan apa yang mungkin dikerjakan maupun apa yang diminati, sehingga lingkup pengumpulan data bisa dibatasi atau difokuskan.
Pembatasan atau pemfokusan data seperti itu, dimaksudkan agar data yang dikumpulkan “tidak sembarang data”, data yang tidak fokus, terlalu kabur, serta tidak cocok dengan maksud dan tujuan penelitian. Bila hal ini terjadi, maka hasil penelitian pun bisa “centang perenang” (Bogdan & Biklen, 1990; Glasser & Strauss, 1967; Guba, 1987; Moleong, 1986; Cresswell, 1994; Kuhn, 2001).
Penggunaan dan kajian literatur atau teoretik dalam penelitian ini juga dimaksudkan sebagai “model pemecah teka-teki” yang bersifat kenyal atau terbuka, tanpa ada upaya untuk “mereduksi atau memaksa” fakta-fakta partikular yang dipandang masih berada di wilayah “anomali” atau belum terjelaskan oleh kerangka teori yang ada, dan selanjutnya memodifikasi teori yang ada agar menjadi lebih baik (Kuhn, 2001).
Atau dalam terma Schutzian (Ritzer, 1992:323) dimaksudkan sebagai “konstruk lapis-dua” yang berfungsi sebagai “konsep pemeka”—istilah dari Herbert Blumer--yang menjadi stok pengetahuan peneliti, tetapi tidak bersifat “definitif”, serta dipandang memuat struktur makna yang relevan, atau berdayaguna untuk menghampiri fokus permasalahan yang dikaji.
Selamat berdiskusi.
Tangsel, 27 November 2021
--------------------------------
Penulis adalah Dosen prodi Pendidikan IPS FKIP, dan Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Terbuka (LPPM-UT).
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews