Mari kita mulai dari diri kita masing-masing untuk menggunakan antibiotik secara rasional, agar tidak menyebabkan resistensi antibiotik.
Pak Guru Doel Kamdi memperhatikan hal yang menarik. Sekarang, untuk obat antibiotik ditulis aturan minumnya seperti di foto, dalam periode jam. Tidak seperti sebelumnya yang hanya ditulis '3 x 1 tablet sesudah makan'. Sesuai dengan aturan minum antibiotik.
Banyak yang belum sadar bahwa antibiotik bukanlah sembarang obat. Masih banyak yang kena sindrom tahun 1960-an ketika antibiotik pertama (Penicillin) ditemukan. Antibiotik dianggap 'obat sakti', penyembuh segala penyakit. Hal ini menyebabkan penggunaan antibiotik yang keterlaluan.
Masih banyak dokter meresepkan antibiotik tidak sesuai indikasi, sebagian besar karena 'sponsorship' dengan perusahaan farmasi. Masih banyak pasien yang sakit sedikit saja langsung minta diresepkan antibiotik. Masih banyak yang meminum antibiotik tidak sesuai anjuran dokter, diminum asal tiga kali sehari.
Masih banyak yang tidak menghabiskan antibiotik sesuai resep dokter. Yang lebih parah, banyak juga yang ketika sakit langsung menggunakan antibiotik sisa yang tidak dihabiskan ketika sakit dulunya. Ini berbahaya, karena menjadi penyebab problem kesehatan paling mengkhawatirkan saat ini: resistensi antibiotik.
Pada dasarnya antibiotik adalah obat untuk membunuh bakteri. Bakteri itu makhluk hidup, dia punya materi genetik/DNA, dan kalau menyebabkan penyakit, berarti jumlahnya banyak.
Kalau antibiotik dikonsumsi secara tidak benar, antibiotik membunuh sebagian bakteri, namun ada bakteri yang lolos setelah terpapar antibiotik.
Bakteri yang lolos akan 'belajar'. Mereka memodifikasi materi genetiknya agar bisa bertahan hidup dari antibiotik tadi, dan menurunkan sifat itu ke keturunannya. Begitu terjadi infeksi lagi, maka bakteri sudah 'kebal'. Harus digunakan antibiotik yang lebih kuat. Jika hal-hal tersebut berulang, bukan tidak mungkin ada satu titik di mana antibiotik paling kuat pun tidak akan bisa menyembuhkan infeksinya, karena bakterinya sudah resisten.
Resistensi antibiotik ini mengkhawatirkan karena menjadi salah satu penyebab kematian yang cukup berpengaruh di banyak negara. Sudah begitu, saat ini belum ada lagi pengembangan obat antibiotik baru. Penelitian untuk membuat satu jenis obat baru saja bisa mencapai 30 tahun atau lebih, dengan biaya yang tinggi. Dari segi ekonomi, sangat tidak menguntungkan, sehingga tidak ada yang mau berinvestasi di sana.
Bisa jadi dalam beberapa tahun, kita akan memasuki era pasca-antibiotik, di mana antibiotik sudah tidak bisa mengobati infeksi karena bakterinya sudah kebal. Ini akan mirip era sebelum antibiotik ditemukan, ketika infeksi sedikit saja bisa membunuh. Kalau sudah begini, tentu akan sangat mengerikan.
Makanya, untuk memperlama selang waktu hingga era tersebut, bisa dimulai dari kita sendiri. Minumlah antibiotik apabila diresepkan, dan patuhi aturan minumnya (setiap beberapa jam sekali, bukan beberapa kali sehari). Jangan pernah meminta dokter meresepkan antibiotik tanpa indikasi. Habiskan antibiotik yang diresepkan, jangan pernah menggunakan kembali antibiotik sisa tanpa resep.
Sekian kuliah IPA Sabtu pagi dari Pak Guru Doel Kamdi.
Mari kita mulai dari diri kita masing-masing untuk menggunakan antibiotik secara rasional, agar tidak menyebabkan resistensi antibiotik. Jangan tanya mengapa Pak Guru Doel Kamdi tiba-tiba cerdas, itu efek menerima amplop putih yang selalu dinanti-nanti.
Salam,
Pak Guru Doel Kamdi
Guru Tanpa Sertipikat
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews