Keberadaan Tuhan [2] Definisi Tuhan

Apakah segala sesuatu itu baru ada kalau diciptakan? Dalam keseharian kita justru sering menyaksikan yang sebaliknya, benda-benda ada tanpa kita lihat penciptanya.

Selasa, 25 Juni 2019 | 15:26 WIB
0
640
Keberadaan Tuhan  [2] Definisi Tuhan
ILustrasi Zeus (Foto: Twitter.com)

Untuk bisa membahas soal Tuhan itu ada atau tidak, mesti jelas dulu apa yang mau dibahas. Apa itu Tuhan?

Apa itu Tuhan? Tuhan adalah sesuatu yang dipertuhankan manusia, disembah, dianggap hebat, dan berkuasa. Apakah Tuhan itu ada? Tergantung Tuhan yang mana. Kalau ada orang yang menyembah biji wijen, dan menganggapnya sebagai Tuhan, maka bisa katakan bahwa Tuhan itu ada. Secara objektif biji wijen itu ada.

Dalam pengertian itu, Tuhan tidak hanya ada, tapi banyak. Tuhan ada dalam ruang realitas objektif. Kita bisa mengamati dan membuktikan keberadaannya secara objektif. Masalahnya adalah, tidak semua orang mengakui bahwa yang ada secara objektif itu Tuhan.

Penyembah biji wijen menganggap biji wijen itu Tuhan, tapi bagi penyembah merica, penyembah ketumbar, dan penyembah kapolaga, biji wijen itu bukan Tuhan. Demikian pula bagi penyembah yang lain, biji pala, kayu manis, asam jawa, dan sebagainya. Biji wijen, merica, kapolaga, pala, asam jawa, semuanya ada dalam realitas objektif, tapi tidak semua orang mengakuinya sebagai Tuhan.

Jadi, pernyataan apakah Tuhan itu ada sebenarnya adalah pertanyaan yang absurd. Orang berdiskusi mencoba menjawab pertanyaan itu, seolah mereka sepakat soal Tuhan itu apa. Padahal mereka tidak sepakat.

Kalau mau lebih jelas, kita harus bertanya soal Tuhan tertentu, seperti biji wijen, merica, pala, dan sebagainya tadi. Pertanyaannya bisa kita ubah, apakah Yesus itu ada? Menurut sejarah Yesus pernah ada. Cuma tidak semua orang menerima Yesus sebagai Tuhan.

Apakah Dewa X itu ada? Maksudnya ada dalam realitas objektif? Yang mengatakan ada, silakan memberikan bukti objektif. Masalahnya, tidak ada orang yang pernah bisa membuktikan adanya Tuhan mereka dalam realitas objektif, tapi memaksa orang lain untuk mengakui bahwa Tuhan itu ada sebagai realitas objektif.

Sudah sangat jelas bahwa orang yang bertuhan sendiri mengatakan bahwa Tuhan dia tidak bisa dilihat, didengar, dicium, atau diapakan pun. Tapi mereka keberatan kalau dikatakan bahwa Tuhan itu tidak ada. Kita berhadapan dengan hal konyol tadi, yaitu orang yang memaksa orang lain untuk menerima bahwa sesuatu itu ada, tanpa dia bisa membuktikan.

“Apakah Tuhan itu ada?”
“Ada.”
“Mana?”
“Kamu tidak akan bisa melihat, mendengar, atau mendeteksinya.”
“Siapa yang bisa?”
“Tidak ada.”

Lha, terus, dengan alasan apa kita Anda mengatakan bahwa Tuhan itu ada?

Selanjutnya kita akan disodori dengan hal-hal yang sifatnya berputar. Kita disuruh menerima banyak hal tanpa berpikir.

Misalnya, orang mengatakan, bukti adanya Tuhan adalah alam semesta ini. Alam semesta ini ada karena ada yang menciptakan. Itu bukti maksa. Kita baru bisa sepakat bahwa alam semesta ini bukti keberadaan Tuhan, kalau kita sepakat bahwa segala sesuatu itu harus ada yang menciptakan.

Apakah segala sesuatu itu baru ada kalau diciptakan? Dalam keseharian kita justru sering menyaksikan yang sebaliknya, benda-benda ada tanpa kita lihat penciptanya.

Siapa yang menciptakan air? Sepanjang yang bisa diamati oleh manusia, air tercipta oleh proses di alam. Ada sejumlah reaksi kimia yang menghasilkan air. Reaksi itu berjalan dengan sendirinya, kita tidak menyaksikan ada yang mengaturnya. Tapi kita dipaksa untuk ikut yakin bahwa ada yang mengatur reaksi kimia itu, yaitu Tuhan.

Baca Juga: Kerumitan Konsep Kehendak Tuhan

Nah, menariknya begini. Reaksi kimia itu, klaim mereka, diatur oleh Tuhan. Tapi kita, manusia, bisa mengatur reaksi itu sesuai kehendak kita. Senyawa X kita buat bereaksi dengan senyawa Y. Dalam reaksi itu, siapa yang mengatur? Kita atau Tuhan? Kenapa kita bisa ikut campur mengatur hal-hal yang diklaim diatur oleh Tuhan? Mumet, deh.

Lho, bukankah roti tidak terjadi dengan sendirinya? Tidak pernah ada terigu bercampur sama air, kemudian membentuk adonan, lalu membentuk roti. Itu kata mereka. Kita bisa tanya balik. Emang siapa yang membuat roti? Manusia. Nah, manusia bukan Tuhan, bukan? Bukan.

Mereka lupa bahwa manusia itu bagian dari alam, derajatnya sama dengan terigu, dan air. Manusia membuat roti itu artinya alam mengatur komponen-komponennya sendiri, di mana manusia juga bagian dari komponen itu, lalu membentuk roti.

Dalam konteks ini sama saja dengan pohon padi atau kelapa. Ada yang tumbuh karena biji padi diterbangkan angin, buah kelapa dihanyutkan arus air. Ada pula yang tumbuh karena ditanam manusia. Semua itu proses alam belaka, yang tidak memerlukan sesuatu di luar alam sebagai pengendali.

Mumet? Istirahat dulu.

(Bersambung)

***

Tulisan sebelumnya: Keberadaan Tuhan [1] Definisi Keberadaan