Kerumitan Konsep Kehendak Tuhan

Ringkasnya, konsep kehendak Tuhan itu tidak mengubah apapun dalam manajemen. Itu hanya soal apa yang diyakini manusia.

Minggu, 16 Juni 2019 | 19:25 WIB
0
604
Kerumitan Konsep Kehendak Tuhan
Ilustrasi (Foto: Wordpress.com)

Dalam ceramah saya, saya tidak menyertakan faktor Tuhan. Saya tidak menyebut Tuhan sebagai penentu. Orang mungkin akan menilai, Hasan itu tidak bertuhan. Ya terserahlah.

Bagi saya soalnya sederhana. Bila Anda mau dengar ceramah yang dikaitkan dengan Tuhan dan agama, dengarlah ceramah Aa Gym, Tengku Zul, atau Nur Sugik. Anda punya pilihan itu. Jangan dengar ceramah saya.

Bagi saya konsep kehendak Tuhan itu terlalu rumit.

“Anda tidak akan sukses kalau Tuhan tidak menghendaki.” Itu sering diulang-ulang orang. Yuk, mari kita uji.

Anda sukses. Oh, itu karena kehendak Tuhan. Tapi setelah sukses itu Anda justru jadi manusia yang buruk. Nah, bagian itu, kehendak Tuhan juga, bukan? Tuhan seakan berkehendak menjadikan Anda orang yang buruk, dengan menjadikan Anda orang sukses. Begitukah?

Oh, nggak. Bagian yang buruk itu kehendak sendiri, bukan kehendak Tuhan. Lho, katanya segala sesuatu kehendak Tuhan. Rumitnya, bagaimana kita tahu bahwa ini kehendak Tuhan dan itu bukan. Kita tidak tahu. Orang cuma seenaknya memberi label ini kehendak Tuhan, dan itu bukan. Dasarnya apa? Suka-suka dia.

Kerumitan berikutnya, bagaimana manusia menggerakkan kehendak Tuhan? Dengan berdoa? Tunggu, apakah doa itu semacam remote control pengendali Tuhan? Bukan. Faktanya, ada orang yang setelah berdoa terjadi sesuatu yang dia harapkan. Ada pula yang tidak mendapatkan harapannya. Yang dapat menganggap bahwa Tuhan mengabulkan doanya. Yang tidak dapat artinya doanya tidak terkabul.

Di sisi lain, ada juga orang yang tidak berdoa, menghadapi hal yang sama. Ada yang berhasil, ada yang tidak. Jadi, apa beda antara yang berdoa dan tidak dalam konteks berhasil atau tidaknya dia? Tidak ada. Jadi, apa peran doa?

Ada orang berdoa, lalu terjadi apa yang dia harapkan. Tapi kemudian ia justru tidak senang dengan yang ia dapatkan itu, karena ternyata akibatnya buruk. Apakah dia masih menganggap bahwa doanya dikabulkan Tuhan?

Apa yang membuat Tuhan memberi manusia sesuai yang dia harapkan? Apakah karena dia beriman dan rajin beribadah? Kenyataannya banyak hal yang tidak diharapkan terjadi pada orang beriman dan rajin ibadah. Sebaliknya, banyak hal yang diharapkan orang tak beriman, dan terjadi.

Ringkasnya, kita tidak pernah tahu formula kehendak Tuhan. Kalau kita masukkan faktor itu, kita hanya memberi ketidakpastian dan ketidakjelasan pada rencana kita. Ilustrasinya begini.

Kita hendak menyeberangi sungai dengan perahu. Bagaimana agar kita bisa menyeberang dengan baik? Secara manajemen kita harus mempersiapkan perahu yang baik, ukurannya sesuai dengan jumlah penumpang, tidak bocor, mesinnya terawat baik, dan sebagainya. Saya yakin dengan itu semua kita bisa menyeberang dengan selamat.

Masukkan faktor Tuhan. Dengan persiapan sama persis, kita tambahkan faktor kehendak Tuhan. Kalau Tuhan menghendaki, kita akan selamat, kalau tidak, kita akan tenggelam.

Baca Juga: Tuhan Tidak Butuh Dibela

Adakah hal yang berubah dalam persiapan karena kita masukkan faktor kehendak Tuhan? Bagi saya tidak ada. Bahi yang percaya, ada. Mereka berdoa. Apakah doa mempengaruhi? Tidak. Berdoa atau tidak, kapal bisa tiba dengan selamat, bisa pula tenggelam.

Sudah disiapkan dengan baik, tapi tenggelam juga. Kata orang, itu kehendak Tuhan. Kata saya, itu karena ada persiapan yang kurang, ada faktor yang lalai diantisipasi. Saya tidak mau merendahkan Tuhan dengan menuduh-Nya menenggelamkan kapal padahal saya tidak punya bukti tentang itu. Sama halnya dengan saya tidak punya bukti bahwa Tuhan menyelamatkan kapal sampai ke seberang.

Ringkasnya, konsep kehendak Tuhan itu tidak mengubah apapun dalam manajemen. Itu hanya soal apa yang diyakini manusia.

***