( Sebuah Renungan )
Begitu banyak orang merasa tersinggung, demikian juga aku, manakala agama atau simbol-simbol keagamaan dilecehkan atau seolah-olah direndahkan. Apakah yang sesungguhnya terjadi dengan diriku? Mengapa aku harus tersinggung? Mengapa aku harus marah-marah dan mengancam siapa pun yang melakukannya? Apakah kualitasku sebagai manusia yang mengaku beriman menjadi berkurang apabila agamaku dilecehkan? Lalu, benarkah aku harus bertindak bengis dengan alasan bahwa pelecehan itu berarti sama dengan melecehkan Tuhan?
Aku mencoba merenung dan mengendapkan diri terhadap apa yang aku alami. Benarkah aku membela Tuhan? Bukankah apa yang terjadi adalah ungkapan emosi terhadap kesombonganku, keegoisanku belaka. Kalau aku marah, bukankah itu menunjukkan bahwa keimananku masih dangkal. Aku masih belum bisa rendah hati dan pemaaf.
Padahal Tuhan sungguh pemaaf dan murah hati. Apakah Tuhan akan terhina kalau agamaku dilecehkan? Setelah aku renungkan, aku yakin Tuhan tetap Maha Pengasih. Tuhan tidak butuh dibela. Dia terlalu Maha Kuasa untuk aku bela. Penghinaan terhadap agamaku, pastilah bukan suatu yang penting bagi Dia. Dia mengajarkan cinta kasih dan kedamaian. Mengapa aku harus tersulut kemarahan, padahal Tuhan sendiri tidak pernah marah.
Mestinya aku sadar bahwa tidak akan ada kerendahan hati tanpa penghinaan. Aku belum rendah hati kalau aku masih belum bisa menahan diri terhadap penghinaan.
Ampuni aku Tuhan karena aku justru telah melecehkan Engkau dengan memusuhi sesama ciptaan-Mu. Selama ini aku selalu sok pahlawan dengan menganggap diri sebagai pembela-Mu. Aku terlalu sombong dan menganggap Engkau lemah dan butuh dibela. Betapa bodoh dan piciknya aku.
Tuhan jadikanlah aku pembawa damai.
***
Solo, Jumat, 31 Mei 2019. 6:57 am
‘salam damai penuh cinta’
Suko Waspodo
suka idea
antologi puisi suko
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews