Keberadaan Tuhan [1] Definisi Keberadaan

Kalau kita bicara soal keberadaan Tuhan, jadi agak mudah kita memahami bahwa Tuhan bukanlah realitas objektif.

Senin, 24 Juni 2019 | 11:45 WIB
0
597
Keberadaan Tuhan [1] Definisi Keberadaan
Ilustrasi (Foto: Anak Bertanya)

Banyak orang berdebat soal ada tidaknya Tuhan tanpa lebih dulu mendefinisikan keberadaan dan Tuhan. Akibatnya, yang terjadi adalah diskusi yang tidak nyambung. Tapi mungkin mereka memang menikmati hal-hal yang tidak nyambung itu.

Apa itu ada atau keberadaan? Definisi dalam KBBI sungguh sederhana. Kata “ada” menurut KBBI adalah hadir, tesedia di suatu tempat. Dalam bahasa Inggris ada atau existence itu didefinisikan the fact or state of living or having objective reality. Artinya, punya fakta, punya realitas objektif.

Maksudnya bagaimana? Misalnya kalau kita katakan bahwa ada sepiring nasi di meja, maka saya dan Anda bisa melihat adanya nasi tadi. Kita bisa memegangnya, menciumnya, dan memakannya. Kalau hal-hal itu tidak bisa kita lakukan terhadap nasi tadi, maka nasi itu tidak ada.

Baca Juga: Kerumitan Konsep Kehendak Tuhan

Apakah yang ada itu harus selali bisa dideteksi dengan panca indera? Tidak juga. Setidaknya tidak secara langsung. Bakteri dan virus tidak bisa dideteksi dengan panca indera. Kita harus menggunakan alat khusus untuk bisa mendeteksinya. Demikian pula atom-atom.

Apakah sesuatu yang ada itu harus selalu berbentuk materi? Tidak juga. Gelombang elektromagnetik itu bukan materi. Tapi ia ada. Dari mana kita tahu bahwa ia ada? Kita bisa mendeteksinya dengan menggunakan alat. Kita juga bisa membuatnya, dan mengendalikan perilakunya. Dengan kendali terhadap perilaku gelombang elektromagnetik saya bisa menulis artikel ini di internet, dan Anda bisa membacanya.

Jadi, kalau seseorang mengklaim adanya sesuatu, ia harus bisa membuktikannya secara objektif. Bagaimana kalau tidak bisa? Kalau tidak bisa, maka klaim tadi adalah klaim sepihak.

Contohnya, A mengklaim punya uang 5 juta rupiah. Ia harus membuktikannya dalam bentuk fisik uang, catatan di bank, atau uang elektronik. Bila tidak ada bukti objektif apapun, ya kita senyumin aja.

Sama halnya, kalau seseorang mengklaim bahwa di dekat kita ada makhluk tertentu, dia harus membuktikannya. Kalau tidak, ya senyumin aja. Kalau orang mengatakan ada sesuatu yang tidak bisa dideteksi oleh manusia dengan cara apapun, apakah keberdaan itu masih punya makna? Dalam bahasa yang lebih sederhana, kita bisa tanyai dia, kamu kok bisa tahu?

Lalu, bagaimana dengan hal-hal abstrak seperti cinta? Apakah cinta itu ada? Saya bisa katakan bahwa cinta itu bukan realitas objektif. Bahkan seseorang yang mengaku punya cinta sekali pun tidak bisa membuktikan keberadannya kepada dirinya sendiri.

Yang disebut cinta biasanya adalah sekumpulan perasaan yang kompleks, antara rasa memiliki, mengendalikan, keinginan, birahi, dan banyak lagi komponen lain.

Baca Juga: Tuhan Milik Siapa?

Kalau mau didefinisikan dalam konteks neuroscience, cinta adalah sesuatu yang dihasilkan dari keberadaan sejumlah hormon dalam darah, aktivitas di bagian tertentu pada otak manusia. Bila dilihat dengan cara itu barulah cinta bisa disebut realitas objektif.

Ada banyak jenis realitas yang tidak objektif ini, sebagaimana dibahas panjang lebar oleh Yuval Noah Harari dalam buku Sapiens. Keadilan, misalnya, adalah realitas yang diciptakan manusia, menggerakkan manusia dalam jumlah besar. Tapi realitas obektifnya tidak ada.

Sesuatu bisa saja dianggap ada dalam realitas tertentu yang tidak objektif. Misalnya, sekolah Hoghwart itu ada, dalam realitas cerita Harry Potter. Demikian pula dengan Cinderella. Kalau Anda pergi ke Disneyland, Anda bisa bertemu dengan Cinderella beserta istananya.

Nah, nanti kalau kita bicara soal keberadaan Tuhan, jadi agak mudah kita memahami bahwa Tuhan bukanlah realitas objektif.

(Bersambung)

***