Hukuman bagi Pembangkang adalah Diperangi

Seharusnya para ulama, ustadz, cendekiawan, guru agama yang ada mencegah umat Islam untuk melakukan bughat dengan menentang pemerintah yang sah.

Minggu, 19 Mei 2019 | 11:40 WIB
0
739
Hukuman bagi Pembangkang adalah Diperangi
lustrasi zakat (Foto: Pengusaha Muslim)

Saya tidak tahu mengapa ada beberapa ulama, ustadz, cendekiawan muslim, professor, yang tidak paham bahwa hukum dari membangkang pada ulil amrinya adalah diperangi. Itu sudah jelas. Hal ini bisa kita lihat pada kisah Khalifah Abu Bakar ketika memerangi umat Islam yang membangkang dan memberontak hanya karena tidak mau membayar zakat. Padahal mereka bukan karena mau menggulingkan kekuasaan Khalifah Abu Bakar tapi hanya karena tidak mau membayar zakat. Toh mereka diperangi oleh Khalifah Abu Bakar.

Segera setelah Abu Bakar menjadi khalifah, muncul beberapa masalah yang mengancam persatuan dan stabilitas komunitas dan negara Islam saat itu. Beberapa suku Arab yang berasal dari daerah Hijaz dan Nejed mulai menunjukkan sikap membangkang kepada Abu Bakar dan sistem yang ada.

Beberapa di antara kelompok ini menyatakan menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yakni menyembah berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa mereka hanya memiliki komitmen dengan Nabi Muhammad dan dengan wafatnya Nabi Muhammad maka komitmennya tidak berlaku lagi.

Khalifah Abu Bakar RA bertindak sesuai prosedur yang telah disepakati sebagai kepala negara. Pertama-tama dikirimkanlah surat kepada setiap gubernur yang membawahi daerah-daerah kekuasaan Islam untuk menyiapkan perangkat-perangkat penarik zakat. Mulai dari personil, perlengkapan hingga payung hukum yang dapat membantu pelaksanaan penarikan zakat tersebut.

Dalam surat tersebut, Abu Bakar menyatakan bahwa zakat adalah ibadah wajib (fardhu) yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW kepada kaum muslimin yang telah memenuhi kualifikasi. Selain itu disebutkan bahwa zakat harus diberikan menurut kadar kebutuhan seseorang. Abu Bakar melarang keras untuk memberikan zakat melebihi ketentuan semestinya. Ia melarang setiap amil zakat untuk memberikan jatah zakat diluar ketentuan, meskipun mereka memintta lebih. (HR. Ahmad, Nasa’i, Abu Daud, Al-Bukhari dan ad-Daraquthni).

Menurut al-Khatabi, kebijakan Abu Bakar itu diberlakukan pada dua kelompok besar, yaitu para pengikut Musailamah dari suku Bani Hanifah dan Aswad al-Ansiy yang memiliki banyak simpatisan di Yaman. Kedua kelompok ini tidak mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan nabi terakhir yang diutus oleh Allah.

Selain itu, ada juga kelompok besar yang membangkang untuk melaksanakan kewajiban salat, membayar zakat, dan kewajiban-kewajiban agama lainnya. Kedua kelompok tersebut melakukan pemberontakan yang membahayakan stabilitas keamanan negara. Selain itu, stabilitas ekonomi negara juga akan terganggu bila kelompok besar masyarakat pada waktu itu enggan membayar zakat, yang merupakan pemasukan kas negara yang akan disalurkan melalui Baitul Mal.

Meski telah dikirimi surat beberapa kelompok terang-terangan menyatakan menolak membayar zakat. Melihat gejala buruk ini Abu Bakar segera mengadakan rapat dengan para sahabat guna meminta saran dalam memerangi mereka yang tak mau menunaikan zakat.

Abu Bakar bersikeras untuk memerangi mereka karena menolak membayar zakat pada hakikatnya sama dengan membangkang pada kekuasaan dan sistem yang ada dan pemberontakan semacam itu tidak bisa ditolerir. Khalifah Abu Bakar berkata, "Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, yang dulu mereka lakukan kepada Rasulullah SAW akan kuperangi."

Umar yang biasanya sangat keras dan tegas itu berpendapat berbeda dengan Khalifah Abu Bakar. Beliau khawatir sekali bahwa jalan kekerasan demikian akibatnya akan sangat berbahaya buat Muslimin. Umar menjawab dengan nada agak keras juga:
"Bagaimana kita akan memerangi orang yang kata Rasulullah SAW, 'Aku diperintah memerangi orang sampai mereka berkata: “Tiada tuhan selain Allah dan Muhammad Rasul-nya. Barang siapa berkata demikian darah dan hartanya terjamin, kecuali dengan alasan, dan masalahnya kembali kepada Allah.'"

Tanpa ragu Abu Bakar langsung menjawab Umar: "Demi Allah, aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan salat dengan zakat. Zakat adalah harta. Dikatakan: "kecuali dengan alasan." Akhirnya setelah mendengar penjelasan Khalifah Abu Bakar, Umar kemudian berkata: "Demi Allah, tiada lain yang harus kukatakan, semoga Allah melapangkan dada Abu Bakar dalam berperang. Aku tahu dia benar." Bagaimana pun jika Khalifah telah mengambil keputusan maka para sahabat haruslah mematuhi ulil amrinya.

Baca Juga: Selembar Surat untuk Arif Poyuono

Berdasarkan hal ini Abu Bakar kemudian menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal dengan nama Perang Riddah. Dalam perang Riddah peperangan terbesar adalah memerangi "Ibnu Habi al-Hanafi" yang lebih dikenal dengan nama Musailamah al-Kazzab (Musailamah si Pendusta), yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru menggantikan Nabi Muhamad. Pasukan Musailamah kemudian dikalahkan pada pertempuran Akraba oleh Khalid bin Walid dan Musailamah mati dibunuh oleh Al-Wahsyi.

Syekh Wahbah Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh menyodorkan beberapa definisi yang dikemukakan empat imam mazhab fikih. Menurutnya, kelompok pemberontak itu mereka yang masuk dalam tiga kategori berikut: (1) kelompok yang terorganisir, (2) memiliki penafsiran yang berbeda dengan mayoritas Muslim, (3) memiliki tempat pertahanan dan perlindungan sendiri.

Beberapa saudara Muslim kita yang memiliki penafsiran berbeda dengan mayoritas memiliki kekuatan dana dan persenjataan yang begitu memadai. Bahkan Mayoritas ulama fikih mazhab Hanbali berpendapat bahwa mereka yang menentang pemerintah yang sah, sekalipun pemerintahnya dianggap tidak adil, termasuk dalam kategori pemberontak dan patut diperangi.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemerintah dibenarkan untuk melakukan tindakan preventif terhadap kelompok-kelompok yang membahayakan stabilitas negara, baik dalam masalah politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Seharusnya para ulama, ustadz, cendekiawan, guru agama yang ada di kubu mana pun memahami hal ini karena ini adalah sejarah yang jelas dalam ajaran Islam.

Seharusnya para ulama, ustadz, cendekiawan, guru agama yang ada mencegah umat Islam untuk melakukan bughat dengan menentang pemerintah yang sah, sekali pun menurut mereka tidak adil, curang, dll. Sungguh aneh dan memalukan jika ada ulama, ustadz, guru agama, cendekiawan muslim yang justru mengajak umat islam untuk menentang pemerintah yang sah. Apakah mereka ingin menjadi neo khawarij yang patut diperangi oleh pemerintah yang sah?

Wallahu a’lam bisshawab.

Surabaya, 18 Mei 2019

***

Sumber:

1, 2, dan 3.