Kemajuan teknologi komunikasi saat ini bermanfaat pada penyebaran informasi kepada masyarakat. Informasi tersebar meluas dan dengan mudah diakses lalu di share melalui berbagai media online dan media sosial, namun sulit untuk menfilterisasi kebenarannya.
Seperti halnya pemberitaan tentang kejadian yang mengejutkan, “Ratna Sarumpaet dianiaya”, bunyi headline sejumlah media yang dengan cepat menjadi viral di media sosial, bagaimana seorang perempuan aktivis berusia 70 tahun tersebut dianiaya dan dikeroyok beberapa orang tidak dikenal pada tanggal 21 September 2018 di sekitar Bandara Husein Sastranegara Bandung. Pemberitaan ini muncul setelah disampaikan oleh beberapa tokoh publik melalui akun media sosial.
Informasi yang disampaikan seseorang apalagi tokoh publik yang dikenal dan dipercaya masyarakat melalui media sosial dan elektronik dapat mempengaruhi emosi, pikiran bahkan tindakan pembacanya. Sehingga berbagai pihak kemudian mendesak agar pihak kepolisian segera melakukan proses hukum terhadap pelaku penganiayaan dan pengeroyokan terhadap Ratna Sarumpaet.
Pemberitaan yang beredar pagi ini, sebagaimana keterangan dari Polda Metro Jaya dalam Press Conference-nya, setelah adanya penyelidikan Polri mendapatkan Informasi pada waktu yang diduga terjadi penganiayaan tersebut, Ratna Sarumpaet berada di RS Bina Estetika Menteng Jakarta bukan di salah satu RS di daerah Cimahi seperti yang diberitakan.
Selanjutnya beredar pula Laporan hasil penyelidikan dugaan tindak pidana terkait yang menjelaskan dengan bukti-bukti, tentang tidak benar telah terjadi pengeroyokan atau penganiayaan terhadap Ratna Sarumpaet, dengan kata lain pemberitaan yang disampaikan dan disebarkan oleh beberapa tokoh politik dan aktivis tersebut merupakan Hoax atau Fake News.
Fake News atau Hoax telah menjadi permasalahan yang serius karena menimbulkan opini negatif, fitnah, dan ujaran kebencian yang ditujukan pada pihak tertentu.
Dalam kasus ini, meski penyelidikan masih dilanjutkan untuk membuktikan hal tersebut, sangat disayangkan apabila terbukti dugaan pihak-pihak tersebut dengan sengaja menyebarkan berita, oleh karena mereka tentunya amat paham bahwa undang-undang telah mengatur dengan tegas larangan penyebaran Hoax di dalam KUHP dan Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, antara lain:
Pasal 14 Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana:
Pasal 28 ayat (1) Jo. Pasal 45A ayat 1 Undang-Undang No. 19 Tanhun 2016 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Pasal 28 ayat (1):Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Pasal 45A (1) : Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Disamping itu, setiap orang yang turut serta melakukan dan/atau membantu melakukan dugaan tindak pidana tersebut diancam dengan pidana yang sama sebagaimana diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
Sehingga, setiap orang yang berkaitan dengan dugaan penyebaraan berita hoax tersebut haruslah ditindak dengan tegas, karena telah menyebabkan kegaduhan, membuat pembaca menjadi khawatir, serta timbulnya stigma-stigma negatif yang kemudian dikaitkan dengan Politik saat ini.
Bahwa, dengan telah diaturnya larangan terhadap pelaku penyebaran berita bohong, maka kepolisian harus segara melakukan tindakan hukum terhadap pihak-pihak yang diduga melakukan tindak pidana tersebut, agar memiliki efek jera dan menjadi peringatan pada berbagai pihak untuk selalu berhati-hati dalam menyebarkan informasi, agar tidak terjadi keributan dan perpecahan dalam masyarakat.
***
Dr. M. Kapitra Ampera, SH. MH
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews