Teramat banyak contoh hidup yang sesungguhnya dapat dijadikan pelajaran. Tapi sayangnya kebanyakan orang tidak menganggap hal yang perlu untuk dijadikan pelajaran hidup. Karena itu, apa yang sudah terjadi puluhan tahun lalu terus terulang lagi. Salah satunya adalah niat hati mau memanjakan anak, tapi berakbat justru menjerumuskannya, menjadi sosok yang tidak mandiri.
Bayangkan anak sudah duduk dibangku sekolah SD mau pakai sepatu sendiri harus tunggu pembantu yang mengerjakan. Anak dengan gaya nge-boss duduk di kursi dan kakinya diangkat. Si Mbak yang dengan sabar berjongkok di hadapan anak, memasangkan kaus kaki dan sepatunya. Bahkan ketika mau naik ke mobil untuk mengangkat tas sekolahnya, juga harus menunggu diangkat oleh Si Mbak.
Herannya, orang tua menganggap hal ini adalah hal yang wajar wajar saja. Mungkin karena merasa untuk itulah Si Mbak digaji.
Menderita ketika dewasa
Bagi anak-anak yang orang tuanya hidup berkecukupan, maka masa kanak-kanak adalah masa yang paling indah. Mau mandi, semua kelengkapan untuk mandi sudah disiapkan oleh pembantu. Mau sarapan tinggal duduk di meja, karena sudah tersedia, selesai makan, piring dan gelas ditinggal tergeletak di meja, karena ada Mbak yang akan membereskan.
Tidak ada beban hidup yang harus dipikirin, apalagi ikut memikul beban.Yang ada dalam pikiran mereka adalah bangun, makan, sekolah, bermain dan tidur. Pokoknya semuanya sudah tersedia, hanya tinggal menikmati saja. Kesekolah diantarkan dan pulang sekolah dijemput. Alangkah nikmatnya bisa dapat merasakan hidup seperti itu
Berbeda dengan anak anak yang pagi-pagi harus bangun dan menimba air dari sumur untuk mandi. Sarapan roti sumbu dan berangkat kesekolah jalan kaki yang jauhnya lumayan beberapa kilometer. Tidak ada uang jajan, maka ketika anak-anak lain menikmati istirahat siang dengan makan satai atau lontong, bagi anak-anak yang tidak mampu, diam-diam ke kamar mandi dan minum air dari kran, sekedar melepaskan dahaganya.
Ketika lonceng berbunyi, tanda sekolah usai, yang lain hanya melangkahkan kaki keluar pekarangan sekolah, sudah ada yang menjemput. Sementara yang hidup keluarganya, jauh dari berkecukupan, harus tegar melangkahkan kaki, untuk pulang ke rumah.
Gamang hadapi kehidupan
Ketika bertumbuh menjadi dewasa, baru tampak perbedaan sikap mental yang mencolok antara anak-anak yang dulunya hidup serba manis dan dimanja dengan anak-anak yang sejak kelas SD, sudah harus berjalan kaki, pergi dan pulang sekolah. Mereka ini sudah terlatih sejak kecil, hidup mandiri dan tahan menderita. Sehingga menghadapi masalah masalah hidup, mereka tidak merasa gentar.
Sebaliknya, anak-anak yang dulunya hidupnya dimanja, tiba-tiba merasa gamang, karena harus menghadapi kehidupan yang keras. Baru memahami, bahwa tidak dalam semua hal, uang dapat menyelesaikan segala galanya.
Jangan jerumuskan anak Anak
Memanjakan anak-anak, tentu saja merupakan impian setiap orang tua dengan gaya dan caranya masing-masing, akan tetapi segala sesuatu yang bersifat over (berlebihan) selalu akan ada dampak negatifnya. Maksud baik, harus disertai dengan pertimbangan akal budi.
Bahwa memanjakan anak anak secara over, akan menjerumuskan mereka menjadi manusia yang gamang menghadapi hidup. Tidak berani keluar dari zona aman dan kenyamanan. Gampang diperas orang, karena sifat penakut yang diciptakan sejak kecil.
Hal hal kecil, dapat menyebabkan dirinya menjadi kehilangan kendali diri. Akibat dimanja berlebihan, ketika dewasa, anak anak terjerumus menjadi orang yang gampang frustuasi.
Hendaknya sebagai orang tua atau calon orang tua, kita mau belajar dari penyebab kegagalan orang dalam menghadapi kerasnya kehidupan dan jangan lagi menjerumuskan anak anak kita dengan memanjakan mereka secara berlebihan.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews