Hoax menjadi musuh berbahaya di zaman media sosial berkuasa. Tidak jarang, orang baik kehilangan kebaikannya. Kadang yang hayal menjadi kebenaran. Hoax membuktikan bahwa budaya literasi Indonesia menurun. Tanpa mengkaji mencari tahu lebih mendalam, orang bisa terbius hoax.
Bila sudah telanjur terbawa emosi akan suatu informasi, maka sekelompok orang bisa berbondong-bondong. Gerak langkah dan ayunan tangan menuju pengancaman kepada insan yang lain. Semua menyebut hal itu sebagai persekusi. Seakan mengkeroyok satu orang. Persekusi bagaikan ketidakmaluan orang-orang yang lemah.
Tapi, kali ini, mereka yang mengaku nasionalis khilaf luar biasa. Tanpa sadar sudah masuk ke lobang kesalahan. Mereka yang khilaf melakukan persekusi pada Ustad Abdul Somad di Bali.
[irp posts="5636" name="Antara Abdul Somad dan Tengku Zulkarnain"]
Sungguh lucu. Penceramah yang sedang naik daun ini tidak pernah membawa emosi dalam ceramahnya. Bahkan Somad termasuk penceramah ala NU, yaitu menyampaikan siraman rohani dengan canda tawa.
Tidak percaya? Cek saja semua video Abdul Somad. Bila menontonnya secara utuh. Ustadz yang juga dosen di Pekanbaru ini bisa memenangkan Stand Up Comedy. Itulah bentuk kelucuan yang ter-hoax-kan.
Ustad Abdul Somad adalah dosen di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau. Gaya menyampaikan pesan agamanya sangat menarik. Lucu dan membawa bahagia. Bukan hanya bermodalkan candaan, ustad tamatan Kairo dan Maroko ini juga memiliki dalil teori keagamaan yang sangat kuat.
Selain itu, Ustad Somad merupakan pribadi yang sederhana. Tidak menampilkan kemewahan. Tidak sombong. Dia menunjukkan wajah muslim yang taat. Tanpa lelah, Ustad Somad mengajarkan ilmu bagi mahasiswa dan masyarakat luas.
Nasionalis kecolongan
Jadi, kelompok nasionalis sangat kecolongan. Sekretaris Jenderal DPP Laskar Bali, I Ketut Ismaya, menyampaikan permohonan maaf kepada umat muslim di Indonesia. Maaf ini akibat insiden pengadangan Ustad Abdul Somad beberapa waktu lalu di Hotel Aston, Denpasar.
Dalam berbagai berita, Ismaya mengaku organisasinya terjebak dalam situasi tersebut. Dia bahkan mengaku sudah bersumpah melalui ritual Hindu menggunakan pejati.
Kata liputan6.com, Isyana mengatakan:
"Jika saya mengatakan kebohongan dan tidak tulus, para Dewa dan Ida Sang Hyang Widhi Wasa akan menjatuhkan sanksi dan azab kepada saya dan keluarga,".
"Kepada para ulama, ustad, kyai, sesepuh, dan guru yang ada di seluruh Indonesia mohon dibukakan pintu hatinya, terimalah kami lagi, jangan caci lagi, karena ini kekhilafan. Ini pembelajaran bagi kami."
Ustad Somad bersama tokoh adat melayu sudah menyampaikan pendapatnya. Atas persekusi yang diterima oleh Ustad Somad, ummat Islam sontak emosi. Darah naik ke ubun-ubun. Bahkan, jika tidak diredam secara cepat, bisa saja terjadi kerusuhan di Bali.
Dalam pandangan nasional, persekusi terhadap Abdul Somad sangat aneh. Kasusnya tidak dibesar-besarkan. Dia juga tidak muncul di acara-acara televisi layaknya korban persekusi terdahulu.
Bahkan, Ustad Somad seakan menjadi orang yang “dipaksa” bermurah hati. Tidak membahas persekusi terus menerus. Menerima nasib apa adanya. Sebagai warga negara yang harusnya dilindungi oleh konstitusi, dosen ini hanya mengikhlaskan semua kejadian pahitnya.
[irp posts="5692" name="Jokowi Harus Minta Maaf pada Ustad Abdul Somad"]
Namun, persekusi Ustad Abdul Somad tidak berhenti dengan kata ‘maaf’ dan ‘memaafkan’. Pembahasan tentang Abdul Somad menjadi-jadi. Cerita di atas meja kopi antar peserta pelatihan anti narkoba yang dilaksanakan oleh Majelis Ulama Indonesia di Bogor beberapa hari lalu turut membahas. Mereka menyayangkan musibah yang menimpa Ustad Abdul Somad.
Di lain sisi, HTI dan FPI punya bahan melawan kelompok yang mengaku “nasionalis” dan “pancasilais”. Musibah Abdul Somad sangat pas menjadi alat serangan balik. Bagaikan permainan bola, serangan balik cepat maupun tiki-taka. Dengan kalimat “Ulama sederhana, baik dan ceria disakiti oleh korban hoax, apakah kami hanya diam saja”. Kalimat sakti untuk mendepak kalangan yang mengaku ‘nasionalis’.
Meskipun sang ulama mengatakan tidak akan memperpanjang masalah. Jangan harap dunia media sosial diam seribu bahasa. Masyarakat sudah kadung menambah kepercayaan dengan ‘percaya medsos’. Perlawanan antara kelompok ‘agama’ dan ‘nasionalis’ bakalan terus terjadi.
Salah sendiri, tidak menonton video Ustad Somad sebelum mempersekusi!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews