Tak ada yang meragukan kepintaran Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam berpikir dan ketegasannya dalam bertindak. Sayangnya, untuk yang satu ini Gubernur DKI Jakarta itu dihinggapi penyakit lupa, inkonsisten, dan jangan-jangan menjurus pikun, yakni soal cuti bagi petahana saat Pilkada.
Indikasi semua itu terlihat dalam kasus pengajuan peninjauan kembali (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi perihal aturan cuti bagi petahana yang menjadi calon gubernur. Intinya, Ahok ingin aturan itu juga bisa mengakomodir calon petahana yang tidak mau cuti saat kampanye Pilkada. Jadi, cuti bukan keharusan tapi pilihan.
Aturan yang ingin ditinjau ulang itu tepatnya pasal 70 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Pasal tersebut mengatur soal cuti kepala daerah petahana yang maju di pilkada.
Mengapa disebut lupa dan menjurus ke pikun? Sebab empat tahun belumlah waktu yang terlalu lama saat di mana pada tahun 2012 sebagaimana termuat di Detikcom, Rabu 6 Juni 2012, Ahok menyatakan "Cagub incumbent harus cuti agar tak ada fasilitas negara yang digunakan". Pernyataan Ahok dibuatkan judul persis seperti itu oleh Detikcom.
Pernyataan empat tahun lalu dilontarkan Ahok saat yang bersangkutan berstatus calon wakil gubernur dari Partai Gerindra, dimaksudkan untuk mengungkapkan kekhawatirannya bahwa gubernur petahana seperti Fauzi Bowo alias Foke yang saat itu mencalonkan kembali, memanfaatkan fasilitas negara saat melakukan kampanye.
Kini kekhawatiran empat tahun lalu bahwa petahana yang mencalonkan kembali menjadi gubernur bakal memanfaatkan fasilitas negara saat kampanye, seperti bumerang yang menghantam balik kepada si pelontarnya.
Permintaan judicial review itu bisa diartikan, Ahok akan memanfaatkan fasilitas negara saat kampanye, sebagaimana kekhawatirannya empat tahun lalu, karena dia masih aktif menjabat dan tidak mengambil cuti kampanye. Ini namanya bumerang dan boleh dibilang senjata makan tuan, bukan?
Namun Ahok beralasan, ketidakinginannya mengambil cuti kampanye karena ingin mengawal APBD DKI 2017. Selain itu, meski ini tidak terungkap secara terang-terangan, ada waktu sekian bulan "jatah berkuasa" yang tergerus kalau sebagai petahana dia mengambil cuti. Ini berbeda dengan Presiden petahana saat Pilpres yang jatah "berkuasa"-nya tidak berkurang.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berpendapat, pengajuan uji materi terhadap Undang-Undang tersebut sebagai hak setiap warga negara, termasuk Ahok. Namun politisi PDIP ini mengingatkan, tugas pejabat negara adalah melaksanakan keputusan undang-undang, sedangkan Undang-undang dibuat pemerintah bersama-sama DPR.
Pendek kalimat, semestinya Ahok bisa mengikuti peraturan yang ada, sebab pejabat negara tugasnya melaksanakan amanat Undang-Undang. Tjahjo menambahkan, program-program pemerintah tetap akan berjalan baik meskipun seorang calon petahana seperti Ahok mengajukan cuti selama masa kampanye.
Atas faktor "lupa"-nya ini, Ahok mestinya menjelaskan kepada publik secara lebih gamblang lagi atas rencananya melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi, khususnya tentang perubahan sikapnya yang dulu mengharuskan cuti sekarang malah membolehkan untuk tidak cuti.
Menjelang pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta Februari 2017, sikap Ahok mestinya lebih konsisten, baik pikiran maupun perbuatannya. Publik masih mencatat inkonsistensi Ahok saat semula berniat menempuh jalur independen dengan sokongan sukarelawan TemanAhok, tetapi berubah haluan dengan okay-okay saja saat ditawari kendaraan oleh tiga partai politik.
Kesan Ahok "ngadalin" TemanAhok tidak bisa dielakkan, meski TemanAhok tidak pernah merasa "dikadalin", sebab mungkin levelnya sudah "buaya" sehingga kata yang tepat adalah "dibuayain". TemanAhok sendiri berlapang dada atas perubahan cepat Ahok yang didorong-dorongnya dan merasa tidak ditinggalkan.
"Bukan soal kendaraannya, yang penting Ahok bisa selamat sampai di tujuan," demikian kilah salah seorang TemanAhok yang sama sekali tidak kecewa atas berpalingnya Ahok.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews