Kotoran Dibalut Saus

Kotoran tetaplah kotoran. Walaupun, ia dibalut saus yang tampak nikmat dan memikat. Cukup politisi dan artis yang sibuk memoles diri. Anda tidak perlu.

Rabu, 29 Januari 2020 | 08:48 WIB
0
415
Kotoran Dibalut Saus
Ilustrasi omong kosong (Foto: Wordpress.com)

Tumpukan kertas adalah pemandangan sehari-hari di berbagai kantor di Jakarta. Ratusan, bahkan ribuan, laporan berserakan. Tak ada yang sungguh membacanya. Namun, ratusan orang digaji tinggi sekedar untuk menulisnya.

Jenis laporannya beragam. Ada laporan tebal dan rumit tentang “consumer satisfaction” (kepuasan konsumen). Ada laporan tebal dan tampak ilmiah tentang “voters redistribution” (redistribusi pemilih – apapun artinya itu). Dibutuhkan usaha besar dan waktu yang lama untuk menghasilkan laporan semacam itu. Namun, kegunaannya tak sungguh jelas.

Di dalam bukunya yang berjudul Bullshit Jobs: A Theory, David Graeber, pemikir dari Inggris, menyebut ini sebagai pekerjaan-pekerjaan omong kosong. Ini adalah “Pekerjaan-pekerjaan tak berguna yang tak ingin dibicarakan oleh siapapun.” (Graeber, 2018).

Sayangnya, pekerjaan semacam ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Berbagai data menunjukkan hal ini. (Heller, 2018) Jika semua pengacara perusahaan dan pelaku lobi politik lenyap dari muka bumi ini, tidak ada satupun orang yang akan merasa kehilangan. Begitu tegas Graeber.

Cerita satu ini kiranya bisa memberikan gambaran. Hannibal adalah seorang konsultan digital di salah satu perusahaan farmasi besar. Ia bekerja di bagian pemasaran. Sehari-hari, ia bekerja sama dengan banyak kantor hubungan masyarakat (PR agencies), dan membuat laporan dengan judul “Bagaimana Cara Meningkatkan Keterlibatan di antara Praktisi Kesehatan Digital.” Di matanya, ini adalah laporan omong kosong yang sama sekali tak berguna.

Ironisnya, ia bisa memperoleh dua ribu pondsterling untuk menulis dua halaman laporan tersebut. Rencananya, laporan tersebut akan disampaikan di dalam rapat strategi global perusahaan terkait. Namun biasanya, rapat akan menjadi sangat lama. Laporan itu pun akan terlewatkan begitu saja. (Heller, 2018)

Pekerjaan Omong Kosong

Pekerjaan omong kosong, menurut Graeber, bukanlah pekerjaan murahan. Orang bisa memperoleh gaji yang amat tinggi untuk melakukannya. Namun, pelakunya kerap merasa tak puas. Ada perasaan tak berguna bercokol di dalam diri mereka.

Pekerjaaan omong kosong adalah sejenis pekerjaan yang sepenuhnya tanpa arti dan tak berguna. Pelakunya bahkan tidak bisa menjelaskan tujuan dari pekerjaannya. Walaupun, demi memperoleh gaji besar dan status sosial terhormat, ia berpura-pura untuk tetap percaya diri. Graeber merumuskan lima macam bentuk pekerjaan omong kosong. (Heller, 2018)

Yang pertama adalah flunkies. Ini adalah orang-orang yang bekerja untuk membuat atasannya merasa penting. Mereka adalah asisten manajer yang tak memiliki pekerjaan jelas, resepsionis yang tak pernah menerima tamu dan penjaga pintu yang hanya membuka dan menutup pintu di dalam kesehariannya. Flunkies adalah cerminan dari kesombongan atasan, atau pemilik perusahaan.

Yang kedua adalah goons. Mereka adalah orang-orang yang bekerja untuk menutupi kemalasan dan kebodohan atasannya. Graeber memberi contoh pekerja humas yang tugasnya meyakinkan masyarakat, bahwa perusahaannya adalah perusahaan yang baik dan dapat dipercaya. Kerap kali, ini tidak sesuai dengan kenyataan.

Yang ketiga adalah duct tapers. Mereka adalah pekerja yang berusaha memperbaiki kerusakan parah yang dibuat oleh atasannya. Misalnya adalah petugas khusus yang harus menanggapi kemarahan penumpang pesawat terbang. Biasanya, mereka disatukan dengan bagian pelayanan konsumen.

Yang keempat adalah box tickers. Mereka adalah pekerja yang bertugas mengisi kolom yang kosong di selembar kertas. Mereka juga menulis laporan yang terdengar penting, namun sesungguhnya tak berarti apa-apa. Tipe pekerja semacam ini begitu mudah ditemukan di lembaga pemerintahan, baik pusat maupun daerah.

Yang kelima adalah taskmasters. Mereka adalah para manajer yang bertugas untuk mengatur orang-orang yang tak perlu diatur. Mereka juga bertugas untuk melahirkan pekerjaan-pekerjaan omong kosong lainnya. Gelar mereka mentereng, seperti social media manager, general affairs and distribution manager, dan sebagainya.

Kelima tipe pekerjaan ini tersebar di berbagai bentuk pekerjaan. Lembaga pemerintahan jelas penuh dengannya. Usaha rintisan, atau startup, pun juga tak lepas daripada masalah serupa. Mengapa pekerjaan-pekerjaan omong kosong ini lahir?

Mogok yang Tak Terdengar

Seorang pegawai negeri di Spanyol memutuskan untuk berhenti bekerja. Selama enam tahun, posisi yang ia pegang tetap kosong. Enam tahun kemudian, pemerintah memberikan penghargaan kepadanya, karena dedikasi kerjanya selama bertahun-tahun. Mereka kaget, ternyata ia sudah tidak lagi menjalankan fungsinya selama enam tahun.

Di Irlandia, pada 1970 lalu, para pekerja bank memutuskan untuk mogok kerja. Selama enam setengah bulan, pemogokan terjadi. Namun, pengaruhnya amat kecil, nyaris tak terasa. Orang-orang Irlandia menggunakan bar dan pub sebagai tempat transaksi keuangan mereka.

Apakah banker merupakan salah satu pekerjaan omong kosong? Jika dilihat dari dampaknya untuk masyarakat, jawabannya adalah iya. Begitulah pendapat dari Rutger Bregman, penulis buku Utopia for Realist. Ia berpendapat, bahwa lahirnya pekerjaan semacam ini merupakan buah dari kinerja kapitalisme turbo yang menjadikan uang sebagai tolok ukur semua unsur kehidupan.

Karena modal yang menumpuk, dan terbagi secara tidak merata, maka diperlukan saluran yang dianggap sah. Lahirlah pekerjaan-pekerjaan bergaji besar, namun tanpa makna. Pekerjaan yang sebenarnya sungguh tak berguna, namun dibalut dengan gelar dan gaji yang mentereng. Orang Jerman punya istilah untuk hal ini, yakni Quatsch mit Soße, atau kotoran (terjemahan bebas) yang dibalut saus.

Beberapa Refleksi

Ada dua masalah yang muncul dari lahir dan tersebarnya pekerjaan-pekerjaan omong kosong. 

Pertama, para pelakunya akan terus digerogoti oleh perasaan tak berguna di dalam dirinya. Dalam jangka panjang, keadaan ini bisa memicu lahirnya depresi, maupun berbagai penyakit jiwa lainnya. Dampak sosialnya pun panjang, mulai dari kecanduan alkohol, penggunaan narkoba sampai dengan pecahnya rumah tangga.

Dua, pekerjaan-pekerjaan omong kosong adalah pemborosan sumber daya. Bakat orang terbuang sia-siang, karena ia dipaksa untuk terjebak di dalam pekerjaan omong kosong. Uang dan sumber daya lainnya juga terbuang percuma. Padahal, sumber daya tersebut bisa digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dan bermakna, seperti peningkatan gaji guru, pemadam kebakaran, dokter, polisi maupun untuk pemeliharaan infrastruktur yang vital untuk hidup bersama.

Bagaimana dengan Anda?

Apakah anda terjebak pada pekerjaan omong kosong? Jika ya, coba pertimbangkan dua hal berikut.

Pertama, hidup manusia terlalu pendek untuk dihabiskan dengan melakukan hal-hal tak bermakna, walaupun bergaji besar, dan memiliki gelar gemilau. Tanpa anda sadari, kematian sudah mengetuk, dan penyesalan akan menggigit dada serta nurani anda.

Dua, jika anda tak bisa lepas dari pekerjaan omong kosong ini, karena berbagai alasan, cobalah untuk melakukan sesuatu yang bermakna di hidup anda. Alihkan uang anda yang berlimpah untuk hal-hal yang bermakna bagi hidup bersama. Gunakan waktu kosong anda untuk menciptakan karya-karya yang bermutu. Dengan cara ini, hidup dan pekerjaan anda tidak lagi seperti kotoran yang dibalut saus belaka.

Kotoran tetaplah kotoran. Walaupun, ia dibalut saus yang tampak nikmat dan memikat. Cukup politisi dan artis yang sibuk memoles diri. Anda tidak perlu.

***