Apapun penyebab keputusan pemangkasan jam operasional itu, bisa dinilai keputusan tidak berdasar kajian mendalam, atau dalam bahasa netizen; ngawur.
Betapa menakutkannya kekuasaan tanpa kontrol. Itu jaman dulu. Yang terjadi sekarang, lebih mengerikan; Kekuasaan tanpa hukuman.
Bagaimana kekuasaan (bisa) dihukum? Karena kekuasaan dalam konteks demokrasi, adalah kekuasaan bersyarat. Kekuasaan dalam tanda petik. Berbeda dengan kekuasaan dalam sistem feodal, monarki, teokrasi, atau dalam sistem politik yang otoritarian.
Itulah maka ada pemisahan lembaga kekuasaan seperti kita kenal dalam tiga pilar demokrasi. Ada eksekutif, legislatif, dan judikatif. Hadeh, kok kayak kuliah dasar mahasiswa politik. Karena ketiga pilar itu, bisa berkomplot untuk rakyat sebagai pemberi mandat.
Kini di jaman digital, ketika semua anggota masyarakat adalah tokoh asyarakat (dengan alat komunikasi masing-masing), kontrol bisa langsung dilakukan oleh rakyat. Apalagi ketika legislatif yang mewakili kepentingan rakyat, bersekongkol dengan eksekutif.
Jika kita amati tiap detik, ocehan mengenai kelakuan pejabat publik (bahkan oleh pejabat publik pula), bukan hanya kritik, melainkan nyinyiran bernada fitnah dan hoax, terus diproduks. Dan juga bisa tanpa kontrol.
Ada yang empirik benar, terasakan, faktual, sungguh-sungguh terjadi. Meski tak sedikit yang jika bukan diniatkan menyebar hoax, lebih karena daya literasi yang rendah. Bukan hanya masyarakat awam, melainkan hingga anggota DPD, DPR, bahkan rektor universitas dengan simbol agama.
Kita bisa bilang pengawasan publik sekarang bersifat melekat. Pada Gubernur DKI Jakarta, misalnya. Tetapi apa yang terjadi? Mekanisme demokrasi tidak berjalan. Bahkan dalam kasus terakhir, ketika kemarin terjadi kekacauan karena pembatasan jam operasional bis Jakarta.
Hanya semalam setelah mendapat reaksi keras netizen, keputusan Pemda DKI kembali berubah. Kini bahkan menyediakan route malam tambahan, setelah jam 22.00 hingga 05.00, menyambung jam operasi yang pertama dari 05.00 s.d 22.00 yang kemarin dipangkas menjadi hanya sampai jam 18.00.
Apapun penyebab keputusan pemangkasan jam operasional itu, bisa dinilai keputusan tidak berdasar kajian mendalam, atau dalam bahasa netizen; ngawur. Itu menunjukkan kelas kepemimpinan yang rendah. Apalagi demikian mudah berubah-ubah, reaktif atas tekanan publik.
Memang kelemahan sistem demokrasi adalah, ketika kesalahan pilihan harus menunggu per-pemilihan berikut. Padal itu bukan waktu sebentar untuk menikmati kesengsaraan.
Bahkan lebih celaka, jika kelemahan dan kesalahan (dalam praksis) kekuasaan itu, justru diputar-balik pemilih fanatiknya yang berfikir sektoral dan sektarian Mengabaikan akibat yang sebetulnya sama dirasakan kelompoknya pula. Padahal, bagaimana rasa
Demokrasi adalah baik. Tapi membiarkan seorang yang terpilih bertindak bego, dan tanpa hukuman, adalah kekonyolan demokrasi itu sendiri. Apalagi dalam kesadaran demokrasi yang rendah, politik seolah justeru hanya jadi alat pemecah-belah dan adu domba. Mau benar atau salah, duit rakyat sudah pasti terhambur.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews