Bahasa Tulis [8] Karakter Para Penggila Kho Ping Hoo

Kho Ping Hoo tercatat pengarang profesional, hanya mengandalkan hidup dari menulis. Tercatat 111 judul cerita silat ditulisnya yang menapasi kehidupan CV GEMA - Mertokusuman, Solo.

Minggu, 5 Juli 2020 | 10:54 WIB
0
323
Bahasa Tulis [8] Karakter Para Penggila Kho Ping Hoo
Asmaraman Sukowati alias Kho Ping Hoo (Foto

Katakan Anda seorang penggila Kho Ping Hoo! Maka saya akan mafhum siapa Anda. Karakternya pasti mirip, seperti saya: sedikit suka iseng, pintar, imaginasi tinggi, pandai bergaul, pribadi memesona, banyak teman, suka memberi, kaya ide, mudah jatuh cinta, gampang terharu, greget dengan hal-hal yang tidak benar, membela ketidakadilan, sedikit liar tidak bisa dikerangkeng, lompat pagar, dan pura-pura miskin tapi sebenarnya kaya (dalam arti simbolik dan harfiah).

Dia sejatinya seorang pendekat saktimandraguna, hanya saja disamarkannya, orang tidak tahu. Yang digunakannya hanya untuk keBAIKan saja.

Kemaren saya bertemu dan berbincang dengan seorang penggila Kho Ping Hoo. Hingga lupa waktu. Dan kami ada ada saja yang dibicarakan. Mulai dari hal konyol, kehidupan sehari-hari, menertawai diri-sendiri, hingga yang --sebenarnya-- tingkat dewa, sudah masuk ranah epistemologi. Sampai diingatkan: Mall sudah tutup, baru kami meninggalkan meja diskusi itu.

Mana ada seorang pendekar suka membagi kamar dengan kutu buku yang tentu akan menjemukan dan bicaranya tentu soal kitab-kitab dan sajak belaka?

Kho Ping Hoo dalam "Suling Emas"

Ini sebuah trik menulis luar biasa, the art of story telling, yang tidak mudah ditebak, namanya dalam teori penulisan kreatif: surprise ending. Ternyata, dia yang halus dan haus buku, menang dalam pertarungan melawan pendekar jelita Liu Lu Sian dan wajib menurunkan ilmu sastra, juga jurus mautnya yang hanya diguna untuk kebaikan saja. Kutubuku, alias bibliofili pendekar sakti mandraguna itu: Kwee Seng.

Seharian tidak menulis,tapi membaca. Sebab jika dituangkan terus tanpa diisi, ibarat kendi. Lama-lama isinya akan habis. Dan yang dituangkan jadi kering.

Itulah bacaan-bacaan saya. Asmaraman mengajarkan bagaimana membuat metafora, senantiasa ada apa yang disebut "fore shadowing" sehingga tokoh atau peristiwa tidak muncul tiba-tiba. Belakangan, saya mafhum namanya "lanjaran" dalam khasanah penulisan kreatif dan itulah dalam bahasa internasional. Novel klasik mengajarkan bagaimana membuat novel secara kronologis dan tematis. Sedangkan puisi membuat kata jadi hidup dan indah.

Itulah pula apa yang disebut proses kreatif yang oleh Blair (2005) disebut "read and emulate great writings" --membaca dan mengemulasi mahakarya. Kreatif meniru tetapi tidak plagiat atau nyontek.

Kho Ping Hoo, My Idol

Sudah biasa, setiap orang punya idola. Yang saya tahu, bahkan pesepaksola hebat seperti Steven Gerard -dalam autobiogarfinya-- menyebut Daglish dan Scholes idolanya.

Siapa penulis idola saya? Di luar negeri, tokoh semiotika dan penulis novel yang kemudian diekranisasikan NAME OF THE ROSE bernama Umberto Ecco. Di Indonesia, Mira Wijaya dan Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo.

Kho Ping Hoo tercatat pengarang profesional, hanya mengandalkan hidup dan asap dapur dari menulis. Tercatat 111 judul cerita silat ditulisnya yang menapasi kehidupan CV GEMA - Mertokusuman, Solo hingga kini.

Saya pun ingin sperti KPH: menghidupi sebuah studio (diriku dan sanak keluarga) dengan karya-karya kreasiku. "...pada suatu senja, di kala angin pengantar malam tengah sibuk mengatur mega...." sebuah puisi naratif --rasanya aku banget!

Di atas langit ada langit! Saya baru 60 buku dan 4.000 artikel yang sudah dimuat media nasional/ internasional. Tapi belum mencapai 100 judul buku.

Tepatlah "Never measure the height of a mountain until you have reached the top. Then you will see how low it was," kata Dag Hammarskjold.

***

Tulisan sebelumnya: Bahasa Tulis [7] Enam Mitos Seputar Membaca