Seperti kata Steve Jobs: Teruslah lapar akan pengetahuan - "Stay hungry, stay foolish" - dan jangan takut mengambil langkah besar, meski tanpa ijazah. Sebab sukses adalah pilihan. Bukan sekadar hasil dari selembar kertas.
Wanita tangguh di samping saya ini adalah tokoh paling kasat mata tentang orang yang sukses tanpa mengandalkan ijazah. Resminya dia berijazah SMP. Tapi maskapai penerbangan yang didirikannya (‘Susi Air’) membawahi 865 karyawan, yang terdiri dari 140 pilot dan 75 teknisi dari 28 negara didukung 650 staf darat. Reputasinya bukan nasional melainkan internasional.
Saat dipercaya menjadi Menteri Perikanan dan Kelautan (2015-‘19) dia menjadi sorotan dunia karena keberaniannya, menindak para pelanggar aturan dengan satu kata saktinya : “Tenggelamkan! “
Susi Pudjiastuti dengan gamblang menunjukkan bahwa gairah dan kegigihan mengalahkan pendidikan formal dan gelar. Dia memulai usaha dari jual beli ikan di pasar, setelah duduk di depan kelas dan bersekolah tak lagi menarik minatnya. Dia memilih duduk di sebelah sopir truk, membawa dagangan dan menawarkan ikan dari pasar ke pasar, hingga usahanya terus berkembang.
Tapi berapa banyak orang yang sukses dengan ijazah SMP? Memang tak banyak. Namun pendidikan yang tinggi gelar yang mentereng, tak menjamin sukses juga. Sebagian dari mereka hidup yang sekolah dan kuliah bertahun tahun, berkantor di gedung pencangkar langit, hidup dan makan gaji dari orang orang yang sekolahnya pas pasan.
Liem Sioe Liong, Eka Tjipta Wijaya, Prayogo Pangestu adalah para pemilik gedung perkantoran megah dan mencakar langit itu - yang merintis usaha dari bawah - mengandalkan ketekunan dan kegigihan. Bukan ijazah .
Pada era jelang 1980an, Wapres dan Menlu Adam Malik (1917-1984) menjadi idola saya, karena dia sukses sebagai jurnalis otodidak yang sukses. Diplomat asal Pematang Siantar, Sumatera itu bukan lulusan perguruan tinggi. Ia hanya lulus sekolah dasar. Bahkan dia tak menyelesaikan sekolah setingkat SMP di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Tapi dia adalah jurnalis kawakan dari koran “Pelita Andalas” dan majalah “Partindo” yang kemudian mendirikan Kantor Berita Nasional “Antara”. Lalu dipercaya oleh Bung Karno masuk kabinet sebagai Menteri Perdagangan (1963-’64), Suharta menempatkannya sebagai Menteri Luar Negeri (1966-‘77) lalu Ketua DPR RI dan Ketua MPRRI (1977-‘78) dan pada karir puncaknya menjadi Wakil Presiden RI (1978-‘83).
DUNIA masa kini sering kali mengukur kesuksesan seseorang berdasarkan gelar akademis. Namun ternyata ada banyak tokoh inspiratif yang membuktikan bahwa ijazah bukanlah satu-satunya jalan menuju puncak.
Di tahun 1985, Ir. Joko Widodo adalah satu diantara ribuan alumni Universitas Gajah Mada (UGM) yang sibuk cari kerja dan melamar ke perusahaan hingga terdampar di Aceh. Namun 10 tahun kemudian terpilih menjadi Walikota Solo dua periode (2005 – ‘12) dan berikutnya menundukkan ibukota dengan menjadi gubernur DKI Jakarta (2012-‘14), dan menyeberang ke Istana Negara di Jl. Medan Merdeka Utara sebagai presiden dua periode (2014-‘24)
Saat menjadi presiden RI, dia mengajak rektor UGM, Pratikno, dari almamaternya sebagai Mensesneg dan SekKab. Dan Anda tahu kewenangan seorang rektor? Rektor membawahi para guru besar, dekan yang bergelar profesor doktor yang jumlahnya puluhan. Berapa jenjang yang dilewati Jokowi dari para profesor doktor itu? Dia masuk sebagai mahasiswa, lulus sarjana, jadi walikota, gubernur dan presiden dua periode! Melampaui semua.
Tentu saja, pendidikan formal tetap penting. Namun, kisah-kisah ini membuktikan bahwa kesuksesan juga bisa diraih melalui pengalaman, jaringan, dan kemauan untuk terus belajar.
Siapa yang tidak mengenal Bill Gates, pendiri Microsoft? Ia memutuskan drop out dari Harvard University untuk fokus mengembangkan perangkat lunak. Kini, Microsoft menjadi raksasa teknologi dunia, dan Gates sendiri menjadi salah satu orang terkaya di planet ini. Kisah serupa terjadi pada Mark Zuckerberg, yang meninggalkan bangku kuliah untuk membangun Facebook—sebuah platform media sosial yang mengubah cara manusia berkomunikasi.
Di industri kreatif, Steve Jobs (pendiri Apple) juga hanya mengenyam pendidikan kuliah selama enam bulan sebelum memilih keluar. Ia percaya bahwa pengalaman langsung dan intuisi bisnis lebih berharga daripada teori di ruang kelas.
ORANG orang otodidak, kurang pendidikan formal, terus terobsesi untuk maju sukses dan tak mau kalah dari orang kota yang berkecukupan dan berpendidikan. Atas kesadaran sendiri atau terdesak oleh keadaan - tak ada pilihan - mereka bersedia mengambil resiko. Mereka juga terus menerus mengasah diri dengan keterampilan dan pengetahuan. Tidak terjebak dalam zona nyaman - saat mana peluang datang mereka langsung mengambilnya.
Kapan moment terbaik memulai usaha? “Sekarang!” jawab Bob Sadino, entrepreneur legendaris, yang memulai bisnisnya dari nol setelah memutuskan berhenti bekerja formal. Dengan kegigihannya, ia membangun kerajaan bisnis dari sektor peternakan dan ritel. Berawal dari keliling jualan telor dari rumah ke rumah. Sebelumnya sempat jadi sopir taksi juga.
MEREKA yang berpendidikan tinggi dan meraih gelar pun akhirnya mendapat peruntungan dan sukses besar bukan melalui ilmu yang dipelajarinya. Kita mengenal Chairul Tanjung yang menyebut diri sebagai “Anak Singkong” alias anak kampung. Ayahnya, Abdul Ghafar Tanjung adalah seorang wartawan pada era Orde Lama, yang menerbitkan surat kabar beroplah kecil yang dipaksa tutup karena berseberangan politik dengan penguasa. Namun kini dia dikenal sebagai konglomerat dengan tiga bisnis inti: keuangan, properti, dan multimedia. Di boss Bank Mega dan pemilik Trans TV. Apa latar belakang pendidikannya? Fak Kedokteran Gigi UI (1987).
Dalam skala Asia, Jack Ma hanya bermodal jatuh cinta pada komputer dan internet, tak tahu detail teknisnya - ketika dia meyakini bahwa komputer merupakan bisnis masa depan. Dan guru bahasa Inggris yang bergaji 10 dollar sebulan itu menjelma sebagai “tycon” yang disorot dunia.
Anda tahu pendidikan formalnya? Sarjana Seni (Bachelor of Arts) jurusan Bahasa Inggris di Hangzhou Normal University (1988). Dia bekerja sebagai pengajar. Namun sejak jatuh cinta pada komputer, dia total menerjuninya dan melahirkan e-commerce Alibaba. Majalah Forbes mencatatkan namanya dalam daftar orang paling berpengaruh di dunia urutan ke-22 . Dia kini dikenal sebagai seorang Triliuner (Billionare).
Seperti kata Steve Jobs: Teruslah lapar akan pengetahuan - "Stay hungry, stay foolish" - dan jangan takut mengambil langkah besar, meski tanpa ijazah. Sebab sukses adalah pilihan. Bukan sekadar hasil dari selembar kertas.
***
NB : Saya lulusan SMA jurusan IPA tahun 1980. Mengalami perpanjangan satu semester pada era Menteri P & K Dr. Daoed Joesoef, yang membuat saya trauma duduk di depan kelas dan tak tertarik kuliah. Memilih jadi otodidak.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews