Bahasa Tulis [7] Enam Mitos Seputar Membaca

Jika Anda melafalkan kata-kata ketika membaca, Anda akan membaca lambat, akan kesulitan meningkatkan kecepatan membaca, sebab pada galibnya otak lebih cepat daripada melafal.

Jumat, 3 Juli 2020 | 06:37 WIB
0
272
Bahasa Tulis [7] Enam Mitos Seputar Membaca
Ilustrasi membaca (Foto: balipost.com)

Spend your time learning ideas, not painfully processing words visually!

Atur waktu Anda untuk menjaring gagasan dari sebuah buku. Jangan membuang waktu percuma membaca setiap patah kata!

Saya senantiasa menyatakan: setiap buku berawal dari (hanya) satu gagasan utama. Misalnya: The End of the Nation State, First Things First, the 8 Habits, Adversity Quotient, Literary Journalism. Anda dapat menambahkan lagi beberapa!

Hanya satu gagasan, bukan? Adversity Quotient -misalnya- Stoltz hanya membahas Kecerdasan / Ketahanan mengatasi hambatan. Daya tahan. Hanya satu gagasan. Narasi hingga puluhan ribu kata, hanya penjelasan rinci dari (hanya) satu gagasan ini. Jika telah menangkap gagasan utama, rangkaian kata narasi sang penulis berikutnya hanya beda frasa dengan kita.

Jadi, tidak setiap patah kata dalam sejilid buku harus dibaca semuanya. Dalam membaca, dikenal juga mitos. Apakah mitos?

Mitos ialah keyakinan yang belum tentu benar, namun kerap dianggap sebagai kebenaran itu sendiri, sehingga memengaruhi tingkah laku dan mind-set suatu masyarakat.

Berikut ini enam mitos seputar membaca.

Mitos 1: Harus Membaca Setiap Kata

Haruskah kita membaca setiap patah kata? Tidak! Tidak setiap kata dalam suatu kalimat harus kita eja dan baca untuk mengerti keseluruhan makna dalam kalimat. Mengapa? Sebab, tidak setiap kata mengandung makna. Misalnya kalimat, “Polisi berhasil menghentikan aksi si tangan panjang yang memindahtangankan tas hitam seorang gadis di tengah-tengah kemacetan arus lalu lintas di bilangan Grogol, Jakarta Barat.”

Perhatikan kalimat tersebut. Bukankah intinya demikian,“Polisi berhasil menangkap penjambret ketika jalanan sedang macet di Grogol, Jakarta Barat.” Jadi, dalam membaca, yang penting ditangkap ialah inti atau makna suatu kalimat.

Dengan demikian, Anda tidak menghabiskan usaha dan energi untuk melakukan hal-hal yang tidak berguna. Selain itu, Anda mempraktikkan teknik membaca cepat dan mengasah pengunaan dan penerapan keterampilan kosakata Anda. Anda juga melatih kecepatan berpikir dan keterampilan menganalisis.

Mitos 2: Membaca Cukup Hanya Sekali

Untuk bacaan tertentu, terutama bacaan yang serius yang memerlukan pemahaman, membaca tidak cukup hanya sekali. Menangkap ide dasar sebuah kalimat yang sulit dan rumit, tidaklah mudah. Membaca berkali-kali sampai mengerti penting untuk menjembatani sebuah teks dengan pengertahuan Anda.

Keterampilan membaca secara kritis menjadi modal dasar untuk menganalisis, mengevaluasi, dan menyintesekan bahan bacaan. Dengan membaca, pemikiran terbuka untuk melihat antarhubungan ide-ide dan menggunakannya sebagai salah satu tujuan dari membaca. Kesenangan membaca harus ditanamkan pada anak sejak dini.

Banyak siswa, atau mahasiswa, merasa ada yang salah dengan dirinya ketika merasa buntu dan tidak memahami kalimat atau makna bacaan sebuah bab buku pelajaran. Memang ada kursus membaca cepat agar mereka bisa dilatih dan menjadi terampil. Namun, kalau mereka belum pernah tahu caranya, maka akan sulit untuk melakukannya. Harus menunggu waktu dan pengetahuan mereka ditambah dulu baru bisa memahami sebuah bacaan.

Bagi siswa yang membaca buku pelajaran dan coba untuk memahaminya, maka membaca hanya sekali saja tidaklah cukup. Namun, orang yang terlanjur beranggapan bahwa membaca hanya sekali saja dan ia ternyata belum berhasil memahami apa yang dibacanya, akan frustrasi lalu beranggapan dan memvonis diri bahwa ia bodoh.

"Saya tidak memahami apa yang tertulis dalam kalimat. Karena itu, saya memutuskan untuk mengulangi membacanya lagi.” Memang tidak mudah melakukan hal demikian.

Bacaan yang baik ialah bacaan yang sudah diseleksi sebelumnya. Termasuk selektif dalam memilih bagian-bagian yang pokok dalam sebuah bacaan. Namun, daripada membaca suatu teks berulang-ulang, ambillah catatan. Buat ringkasan apa yang baru saja Anda baca.

Anda akan menangkap benang merah dari bacaan, terutama setelah Anda mencermati mana subjek, predikat, dan objek serta keterangan suatu kalimat. Lalu menghubungkan satu kalimat dengan kalimat lain, sehingga Anda menangkap ide secara utuh.

Cara paling mudah dan cepat memahami suatu bacaan ialah dengan mengetes diri sendiri, meninjau ulang, mengorganisasikan, dan berupaya menghubungkan antara konsep dan fakta, menguasai istilah teknis, bentuk kalimat, dan menarik makna dari bacaan. Fokuskan waktu Anda untuk memahami ide, bukan menghabiskan waktu untuk mengeja kata demi kata. Spend your time learning ideas, not painfully processing words visually!

Mitos 3: Merasa Bersalah Jika Melompat Membaca

Banyak orang, terutama siswa, merasa bersalah apabila di dalam proses membaca, membaca suatu teks secara melompat-lompat dari satu bagian ke bagian lain.

Kita begitu kagum pada Bung Karno karena dalam sekejap dapat menangkap benang merah sebuah bacaan. Adakah Bung Karno membaca dan mengeja setiap kata? Tidak! Ia kadang hanya membaca bagian tertentu saja. Namun, ia mengerti inti buku, termasuk hafal siapa pengarang, penerbit, tahun, dan kota penerbitan. Ini yang mengesankan, seolah-olah sudah “mengunyah-ngunyah” buku itu habis-habisan.

Sebenarnya, sejauh bisa mengorganisasikan dan memetakan pikiran yang tertera dalam bacaan, hal itu tidak masalah. Malahan, cara demikian sangat dianjurkan. Misalnya, sebelum membaca suatu teks, terlebih dahulu memerhatikan daftar isi, lalu membaca bagian pengantar, kemudian baru masuk ke bagian awal, baru ke bagian inti. Seseorang akan menjadi terbiasa dan akan mafhum, mana bagian bacaan yang merupakan penyangga, inti, dan simpulan.

Dewasa ini, banyak bacaan yang berisi informasi dan justru hanya mengemukakan persoalan tanpa memberikan penyelesaian masalah. Tentu saja, kita harus selektif di dalam memilih dan menentukan bacaan.

Ide-ide dan pemikiran brilian sering datang dari bahan bacaan. Sebagai insan milienium baru, kita tidak bisa lepas dari bacaan. Anak-anak masih diajarkan bahwa membaca bacaan seperti komik dan novel adalah murahan, tidak mendapat manfaat apa-apa. Tidak! Pendapat seperti itu salah kaprah. Dari anak-anak mulai bisa membaca sampai dengan mereka sekolah menengah, bacaan apa pun yang penting sehat, sangat positif. Banyak kutu buku mulai dari hobi membaca bacaan ringan. Para bibliofili (kutu dan kolektor buku) mulai dari kebiasan ini!

Setiap buku punya kekhasan dan tujuan masing-masing. Ada yang mencerahkan, ada yang memintarkan, ada yang menuntun, ada yang menghibur, dan ada pula yang hanya sekadar memaparkan informasi.

Filsuf dan pemikir Francis Bacon suatu saat berkata,“Some books are to be nibbled and tasted, some are to be swallowed whole, and a few need to be thoroughly chewed and digested no matter how trivial the content.” Kini, banyak orang yang menyadari manfaat membaca.

Mitos 4: Mesin Penting untuk Meningkatkan Kecepatan Membaca

Di pasaran, tersedia alat bantu membaca dan membaca cepat. Namun, apakah alat itu membantu?
Nonsense! Alat hanyalah sebatas tools. Pepatah mengatakan, “A bad workman blames his tools” –seseorang yang tidak cakap, selalu menyalahkan alatnya.” Jadi, kalau orangnya sendiri cakap dan mampu, maka alat hanyalah membantu. Demikian pun alat bantu membaca. Yang penting orangnya mau belajar.

Kiat terbaik dan paling efektif di dalam meningkatkan kemampuan membaca Anda ialah dengan terus-menerus mengasah kemampuan baca Anda. Mesin memang penting sebagai alat dan motivator, namun hanya sanggup menunjukkan sjauh mana kecepatan membaca Anda. Ingat bahwa mesin tidak fleksibel, alat yang tidak dapat berpikir, namun hanya Andalah yang dapat berpikir. Alat bantu membaca cepat tidak banyak menolong, abapila Anda sendiri tidak melatih dan mengasah diri sendiri. Ingat bahwa alat bantu, kartu, tangan, dan jemari Anda digunakan untuk menunjuk, bukan sesungguhnya alat yang membantu Anda memahami bacaan.

Mitos 5: Jika Meloncat-loncat atau Jarang Membaca akan mengurangi Pemahaman

Banyak orang menolak apabila dirinya adalah pembaca yang tidak tekun karena tidak membaca kata demi kata suatu bacaan. Mereka merasa bersalah karena tidak mengeja kata demi kata.

Mereka pun takut dianggap tidak menangkap inti bacaan dengan baik. Padahal, bukti menunjukkan (Martha Maxwell, 1995) sedikit sekali hubungan antara membaca tuntas dengan pemahaman. Banyak siswa yang jarang membaca, namun memiliki pemahaman yang baik akan suatu wacana.

Sebaliknya, tidak sedikit yang membaca tuntas, namun tidak paham apa yang dibacanya. Jadi, pemahaman tidak selalu berkaitan dengan membaca cepat atau membaca tuntas.

Akan tetapi, jika seseorang membaca cepat, ia masuk tahap pemahaman. Namun, kalau tidak membaca sama sekali, sepotong pemahaman tidak akan pernah diperoleh. Jadi, kalau di dalam membaca, Anda tidak paham-paham juga suatu wacana, bukan berarti kesalahan terletak pada cara Anda membaca, namun karena Anda belum memahami dan memusatkan perhatian pada bacaan itu.

Apabila Anda membaca dengan tujuan mencari ide pokok dan masuk secara detail, pada saatnya Anda akan memahami bacaan itu. Anda tinggal selangkah lagi masuk pada tahap pemahaman. Yang penting bukan seberapa cepat Anda menyelesaikan membaca sebuah bacaan, namun pada seberaap cepat Anda mencari dan menemukan ide pokok dan mencerapnya.

Mitos 6: Ada Persoalan dengan Mata Saya

Suatu hal yang musykil pula beranggapan bahwa jika mata Anda awas, maka otomatis Anda menjadi pembaca yang andal. Bahkan, menggunakan kacamata pun, jika dasarnya Anda tidak suka membaca, tidak akan banyak faedahnya. Apabila Anda tidak konsisten mengambil jarak pandang antara mata dan bahan bacaan (idealnya 40 cm), Anda tidak pernah akan merasakan kenikmatan ketika membaca. Jika sudah merasa nyaman, Anda akan cepat menemukan bagian-bagian dari bacaan yang penting, bacaan akan menjadi sahabat Anda, sekaligus hiburan yang selalu menemani Anda.

Biasakan otak, bukan mata Anda, untuk bekerja ketika membaca. Mata Anda memang pada awalnya mulai bekerja ketika mengamati dan mengeja huruf-huruf. Namun, selanjutnya otaklah yang memroses dan menghubungkan kata demi kata sampai kata itu memunyai makna. Jika Anda melafalkan kata-kata ketika membaca, Anda akan membaca lambat. Anda akan menemukan kesulitan meningkatkan kecepatan membaca, sebab pada galibnya otak lebih cepat daripada melafal.

Bagaimana Mengatasi Mitos Membaca dan Menyaring Ide Dasar?

1. Pertama, bacalah judul bab atau bagian bacaan dengan teliti. Catat dan camkan bagian itu membahas masalah apa? Perhatikanlah kata-kata kunci.

2. Perhatikan dengan saksama headings dan petunjuk lainnya yang merupakan pengorganisasian ide. Kerap itulah petunjuk yang diberikan penulis dan ide pokok yang ditekankannya. Anda disarankan untuk mengikuti tekanan-tekanan yang tampak dalam kata yang dicetak dengan huruf tebal atau cetak miring. Jika Anda berkonsentrasi dan mengetahui ide pokok penulis, Anda akan tidak mengalami kesulitan mencerap informasi dan isi bahan bacaan.

3. Dalam buku-buku yang serius, terutama buku teks, penulis menginginkan pembaca mengenal dan mengikuti alur pemikirannya. Biasanya mereka menggunakan:

• Headings dan subheadings untuk menunjuk poin penting.
• Mencetak miring kata—kata atau frasa yang menunjuk pada terminologi baru atau definisi.
• Mencatat poin-poin pokok yang dinyatakan dalam angka atau paragraf yang kerap mulai dengan kalimat, "Tiga faktor penting yakni...." dsb.
• Menegaskan kembali atau mengulang. Dengan menyatakan atau menyatakan kembali fakta atau ide, penulis memastikan bahwa pembaca dibawa pada cara yang berbeda pada konsep yang dianggap penting.

***

Tulisan sebelumnya: Bahasa Tulis [6] Buku Analog Tetap Teratas