Inspirasi Jumat: Menyiapkan Generasi "Longlife Learner"

Mas Nadiem, titip pendidikan kita. Jadikan generasi kita sebagai lifelong learner, sehingga Indonesia bisa turut berkontribusi dalam pengembangan IPTEK di tahun-tahun ke depan.

Jumat, 15 November 2019 | 07:37 WIB
0
1100
Inspirasi Jumat: Menyiapkan Generasi "Longlife Learner"
Nadiem Makarim (Foto: time.com)

Jumat ini, Pak Guru Doel Kamdi sedang mengikuti pelatihan di luar kota. Pak Guru Doel Kamdi butuh mengembangkan kemampuan, apalagi Pak Guru Doel Kamdi ini hanyalah seorang Guru Tanpa Sertipikat. Maka Jumat ini sangat tepat jika Pak Guru Doel Kamdi membicarakan bidang ilmunya sendiri, yaitu pendidikan.

Dalam Islam, kewajiban menuntut ilmu sendiri sudah diriwayatkan dalam berbagai hadist. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Ibnu Majah, dikatakan bahwa menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim. Diperjelas kembali dalam hadist riwayat Ibnu Abdil Barr bahwa menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap laki-laki maupun perempuan. Tidak ada alasan seperti “Saya kan perempuan, ujung-ujungnya nanti juga di dapur dan kasur,” atau “Laki-laki itu wajibnya bekerja, bukan belajar.” Tidak boleh pula ada diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dalam pendidikan.

Menuntut ilmu itu wajib dilakukan seumur hidup. Hadist menyebutkan “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat.” Maksudnya adalah, sejak lahir hingga meninggal, menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban. Sepanjang hayat masih dikandung badan, belajar adalah harus. Tidak ada istilahnya kita berhenti belajar, kecuali kita sudah meninggal. Ini kemudian bisa kita sebut sebagai belajar sepanjang hayat.

Konsep belajar sepanjang hayat, atau biar keren kita sebut saja lifelong learning, adalah konsep bahwa belajar itu tidak hanya ketika kita berada di institusi pendidikan formal saja. Belajar adalah proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia, dan proses ini berkesinambungan (continuous learning). Konsep ini juga menekankan pentingnya belajar secara mandiri, yaitu menelaah berbagai sumber belajar terkait topik yang relevan seperti literatur maupun bertanya pada narasumber kompeten.

Berdasarkan pengalaman Pak Guru Doel Kamdi ngobrol dengan mas KKN di desa tempat Pak Guru Doel Kamdi tinggal, konsep ini sangat kental diajarkan di pendidikan kedokteran, yang mana memang nantinya setelah bekerja, dokter tetap harus mengembangkan keilmuannya. Dokter harus terus mengikuti perkembangan ilmiah di bidangnya, dibuktikan dengan keikutsertaan dalam pelatihan, simposium, seminar, dan penulisan karya ilmiah. Tujuannya adalah untuk memberikan pelayanan yang paling baik dan aman untuk pasien.

Terpilihnya Mas Nadiem Makarim menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan adalah sebuah harapan baru bagi dunia pendidikan kita. Mas Nadiem menempuh pendidikan tingginya di Brown University dan Harvard University, sehingga pemikiran beliau tentulah sudah ‘sundul langit’ dan tidak perlu diragukan lagi.

Pengalaman kerja dan wawasan Mas Nadiem akan teknologi modern dan Revolusi Industri 4.0 tentu menjadi poin plus yang menunjang kerja beliau sebagai menteri. Meskipun tidak memiliki pengalaman di bidang pendidikan, Mas Nadiem mau belajar dari ahli-ahli pendidikan, dan beliau belajar dengan sangat cepat. Beliau sudah menjadi contoh nyata dari lifelong learning. Usia beliau juga masih muda, sehingga cara kerja beliau sangat kekinian, cepat, dan tangkas.

Sejak awal menjabat, Mas Nadiem berulang kali menyampaikan konsep link and match, mencocokkan dunia pendidikan dan dunia kerja. Konsep ini sudah digulirkan sejak 1989 oleh Wardiman Djojonegoro, yang kala itu jadi Menteri Pendidikan.

Intinya adalah bagaimana menggali kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja ke depannya, memasukkannya dalam kurikulum nasional, sehingga pendidikan akan berorientasi pada kebutuhan pasar (demand-minded). Konsep ini sangat penting untuk mengurangi jumlah pengangguran berijazah yang selama ini masih menjadi permasalahan kita.

Namun, Pak Guru Doel Kamdi berharap bahwa selain membangun sistem pendidikan yang link and match itu, Mas Nadiem perlu juga menyiapkan generasi kita menjadi generasi yang menerapkan belajar sepanjang hayat, sebagaimana hadist yang sudah disebutkan di awal tadi. Menyiapkan generasi yang tidak hanya siap kerja, namun juga siap untuk terus mengembangkan diri dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Menyiapkan generasi yang menerapkan mawas diri dan pengembangan diri dalam keseharian mereka.

Mengapa belajar sepanjang hayat ini juga diperlukan? Salah satu problem di negara kita adalah banyak orang merasa sudah ‘selesai’ dengan urusan belajar ketika dia bekerja. Tidak merasa perlu untuk mengembangkan kompetensi diri atau mengikuti perkembangan zaman. Sekolah lanjut hanya bermaksud untuk memenuhi syarat-syarat formal. Mengikuti pelatihan niatnya hanya untuk memenuhi penugasan, atau bahkan hanya untuk mengambil uang honor dan transportasi.

Baca Juga: Nadiem, Kemenangan Generasi Muda

Kita juga menghadapi kenyataan bahwa teknologi berkembang dengan sangat pesat. Untuk bisa menggunakan teknologi yang lebih mutakhir, tentu saja SDM yang akan menggunakannya harus mau belajar terlebih dahulu. Apalagi jika kita mau ikut aktif mengembangkan teknologi, tidak sekadar menjadi pengikut perkembangan teknologi, ini tentu tidak bisa dilakukan tanpa semangat lifelong learning yang mendasari generasi muda kita.

Penting bagi Mas Nadiem untuk memasukkan lifelong learning dalam kurikulum kita. Pada usia 6-8 tahun, kurikulum harus memfasilitasi anak agar lebih banyak beraktivitas di luar sekolah dengan bimbingan guru, agar bisa menjadi masyarakat beradab (tidak seperti beruk-beruk yang banyak ada sekarang) dan mengeksplorasi alam sekitarnya, sehingga bisa mulai mengenali hal apa yang jadi passion belajar mereka.

Guru BK harus bisa jadi motivator bagi murid-muridnya agar mau menjadi pembelajar seumur hidup, dan membimbing mereka menemukan cara belajar yang tepat. Jangan sampai ada cerita bahwa guru BK itu cuma jadi guru penghukum dan pelerai masalah. Pak Guru Doel Kamdi yakin bahwa guru BK kita saat ini, yang tentu belajar banyak tentang psikologi pendidikan, pasti bisa menjadi guru BK yang terbaik bagi murid-muridnya.

Untuk menunjang lifelong learning, porsi belajar secara dewasa yang berpusat pada murid (student-centered learning) dalam kurikulum, utamanya di jenjang SMA, harus diperbanyak. Sistem Kredit Semester (SKS) yang sudah mulai diterapkan di beberapa SMA, ditambah bimbingan guru yang berkualitas, bisa mendorong siswa untuk siap belajar sampai akhir hayatnya, tidak hanya di masa sekolahnya saja. Mas Nadiem tinggal mengembangkan ini saja.

Kemudian, lagi-lagi pemerataan sarana prasarana dan kualitas pembelajaran harus dilakukan. Guru-guru harus di-upgrade keahliannya agar tidak cuma menyuruh hafalkan teori atau rumus, tetapi bisa mendorong dan memfasilitasi murid-muridnya agar bisa melakukan aktivitas belajar mandiri.

Guru harus mampu memiliki ikatan batin yang kuat pada muridnya, agar lebih mudah memotivasi mereka. Kemudian, tidak hanya murid yang dizonasi, guru juga harus disebar agar kualitas pembelajaran bisa setara. Pembangunan infrastruktur pendidikan, yang selama ini sudah dilakukan, harus diperkuat lagi oleh Mas Nadiem sehingga tidak ada beda kualitas yang ‘jomplang’.

Terakhir, karena sudah ada Palapa Ring, seharusnya akses internet menjadi lebih mudah. Mas Nadiem bisa menggerakkan guru-guru yang ahli untuk membuat konten pembelajaran kreatif, untuk mengembangkan e-learning di Indonesia. Ini memperluas sumber belajar murid, sehingga mereka mempunyai pilihan banyak untuk bisa memperdalam pengetahuannya. Konten yang kreatif juga disukai murid, sehingga mereka akan lebih banyak menangkap materinya dan lebih paham. Soal teknologi, Pak Guru Doel Kamdi rasa Mas Nadiem sudah sangat ahli.

Mas Nadiem, titip pendidikan kita. Jadikan generasi kita sebagai lifelong learner, sehingga Indonesia bisa turut berkontribusi dalam pengembangan IPTEK di tahun-tahun ke depan. Mas Nadiem sendiri sudah melakukan, sekarang mari kita tularkan ini ke generasi penerus bangsa.

Dari pinggiran desa, 15 November 2019

Abdul Hamid Fattahillah, Guru Tanpa Sertipikat

***