Kondisi kabut asap terkini semakin parah, belum ada tanda-tanda upaya penanggulangan yang serius seperti ditahun sebelumnya, dimana disaat awal Pemerintahan Jokowi pada Periode pertama, yang saat itu penanggulangan kabut asap sangat cepat, dan baru sekarang ini terulang kembali.
Kehadiran pemerintah pada saat itu benar-benar terasa, padahal jumlah kasus Karhutlanya pun lebih banyak dan lebih luas dari sekarang ini, namun Pemerintah berhasil mengatasi dan menanggulanginya.
Sekarang ini Pemerintah setempat seperti tak berdaya dalam menanggulangi Karhutla, seakan-akan Karhutla adalah tanggung jawab Pemerintah pusat, dan Pemerintah daerah boleh uncang-uncang kaki tanpa perlu Ikut mengatasi.
Apakah memang menunggu Kabut Asap menerpa Jokowi terlebih dahulu, baru kabut asap bisa ditanggulangi.? Dimana Menteri, Gubernur dan Bupati, apakah memang tidak bisa menanggulangi kabut asap tersebut.?
Apakah seorang Presiden harus mengerjakan semua hal yang menjadi masalah dinegeri ini.? Lantas buat apa negara menggaji para pembantu Presiden, juga kepala daerah yang daerahnya terpapar kabut asap.?
Direktur Beranda Perempuan Zubaidah menilai, pemerintah tingkat pusat hingga daerah lamban dalam penanganan warga yang terdampak kabut asap. Padahal di Kota Jambi warga yang terserang Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) jumlahnya terus mengalami peningkatan.
Data terakhir yang dihimpun Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Jambi menyebutkan, jumlah penderita ISPA mencapai 2.577 kasus. Ini meningkat dari awal Agustus yang hanya mencapai 1.707 kasus.
"Seharusnya pemerintah lebih tanggap menangani persoalan ini, karena beberapa penelitian kesehatan menyatakan manusia yang terpapar asap dalam jangka panjang dapat menyebabkan kanker paru, radang paru, downsyndrom, kegagalan fungsi otak hingga kelahiran prematur," kata Zubaidah kepada Liputan6.com.
Sudah sepekan kabut asap kiriman masih mengepung wilayah Kota Jambi. Tadi malam, Senin (9/9/2019), kondisinya semakin memburuk, bau asap sisa hasil kebakaran hutan dan lahan semakin terasa menyengat dan membuat mata pedih.
Meskipun wilayah kota Jambi tidak ada kebakaran hutan dan lahan. Namun wilayah ibu kota provinsi Jambi ini juga berdampak parah oleh paparan kabut asap. Pasalnya, wilayah Kota Jambi berdekatan dengan daerah yang paling parah terjadi kebakaran, seperti di Kabupaten Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Timur.
Sebetulnya kalau saja setiap daerah yang rentan terhadap kasus Karhutla, harus memiliki sarana untuk penanggulangan secara prepentif, disamping juga perangkat hukum untuk menjerat pelaku pembakar hutan.
Penindakan tegas terhadap pelaku pembakaran hutan ternyata tidak memberikan efek jera bagi pelakunya, sehingga kasus serupa terus terjadi.
Pemerintah perlu mengevaluasi penerapan hukuman terhadap pelaku maupun aparat yang bertuga dalam kasus Karhutla.
Karhutla berdampak besar terhadap kesehatan masyarakat, dan tentunya ada peranan Menteri Kesehatan dalam hal ini.
Artinya kalau saja setiap kementerian yang terkait dengan kasus Karhutla ini masing-masing bertindak cepat, sesuai dengan peranannya masing-masing, maka tidak perlu menunggu Jokowi diterpa ASAP terlebih dahulu baru ada penanggulangan.
Tidak semua persoalan yang terjadi dinegeri ini dibebankan kepad Presiden untuk menanggulanginya. Dalam kasus kabut ASAP tersebut harusnya ada beberapa kementerian yang aktif bekerja sesuai dengan peranannya masing-masing.
Kementerian kesehatan berperan sesuai dengan tugasnya, kementerian Kehutanan juga demikian. Bahkan kementerian sosial sudah melakukan tugasnya menyiapkan bantuan sosial, bahkan kalau perlu TNI dan Kepolisian diterjunkan untuk turut mengatasi kebakaran hutan tersebut.
Apakah semua bekerja harus menunggu petunjuk Presiden.? Rasanya tidak perlu, Karena Presiden memilih pembantunya karena tahu kapasitas, kualitas masing-masing, dan sangat tahu kalau semua pembantunya memiliki kemampuan untuk mengeksekusi.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews