Raksasa Titisan Dewa Neptunus

Dari enam LHA yang dibangun, hanya LHA 6 yaitu USS America yang dibangun ulang dan mulai bertugas tahun 2014.

Sabtu, 20 Juni 2020 | 08:25 WIB
0
334
Raksasa Titisan Dewa Neptunus
Kapal Induk (Foto: jejaktapak.com)

Sebelas kapal induk bertenaga nuklir pengangkut jet tempur yang dikenal dengan kode CVN (Cruiser Voler Nuclear), adalah inti dari kekuatan Angkatan Laut Amerika Serikat. Gugus tempur ini selalu siap melindungi kepentingan Amerika Serikat di belahan bumi manapun. Kapal-kapal itu “bergerak membelah gelombang samudera bukan untuk mereka sendiri, tapi untuk negeri”. Non sibi sed patriae.

REVOLUSI industri yang dimulai di Inggris tahun 1750 dengan cepat menyebar ke Eropa Kontinental, Amerika Utara, dan Jepang. Negara-negara di Amerika Utara di luar Kanada, yang kemudian membentuk sebuah negara besar, yaitu Amerika Serikat, menjadi lahan paling subur bagi tumbuhnya berbagai jenis industri, bahkah jauh sebelum Amerika Serikat merdeka pada 4 Juli 1776. Berkembangnya sektor industri, salah satunya industri militer, memacu pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Perusahan-perusahaan Amerika melakukan ekspansi ke berbagai belahan dunia.

Memasuki abad 20 Amerika Serikat telah menjelma menjadi negara adidaya ekonomi, sekaligus adidaya militer dunia menggantikan Inggris. Untuk menjaga kepentingan ekonominya di berbagai negara di dunia, Amerika sangat serius membangun angkatan bersenjata, khususnya angkatan laut. Uniknya, meski Amerika ikut terlibat dalam Perang Dunia I (1914-1918) dan Perang Dunia II (1939-1945), namun tak satu peluru pun meletus di wilayah Amerika Serikat.

Tahun 2016 industri militer menyumbang 4% terhadap PDB Amerika Serikat yang sebesar US$18,5 triliun. Tidak kurang dari 300 perusahaan raksasa yang memproduksi berbagai jenis senjata dan peralatan perang pendukung dengan tenaga kerja yang terlibat langsung sebanyak 3,5 juta orang. Untuk tahun 2017, Pemerintah Amerika di bawah Presiden Obama menetapkan anggaran pertahanan sebesar US$632 miliar.

Namun setelah dilakukan diskresi, angka itu membengkak menjadi US$824 miliar atau sekitar Rp11.000 triliun. Bahkan, setelah pergantian pemerintahan, Presiden Trump yang baru dilantik langsung menambah US$84 miliar untuk anggaran pertahanan.

Meskipun anggaran pertahanan Amerika sangat besar, bahkan menjadi pos belanja ketiga terbesar dalam APBN, setelah anggaran jaminan sosial dan sektor kesehatan. Tapi karena semua belanja pertahanan dilakukan di dalam negeri, maka hal itu justru menjadi stimulus ekonomi yang sangat bagi negara.

Membuka jutaan lapangan kerja secara langsung maupun tidak langsung. Selain untuk memenuhi kebutuhan persenjataan Amerika sendiri, industri militer Amerika juga menjadi eksportir senjata terbesar di dunia, mendatangkan devisa yang sangat signifikan.

Seperti ditulis NavyTimes 24 Feb 2017, sumber di Kongres menyebutkan, hingga tahun 2046 Angkatan Laut Amerika berencana membangun 308 kapal perang baru dengan perkiraan biaya sebesar US$566 miliar. Hal itu atas dasar pertimbangan: per tahun 2016 jumlah armada laut Amerika terlalu sedikit, hanya 272 kapal.

Sebagai informasi, 254 kapal di antaranya akan berusia lebih dari 30 tahun pada tahun 2021. Jumlah itu dinilai sangat kurang bagi Amerika sebagai ‘Polisi Dunia’, apalagi jika dihadapkan pada peningkatan kekuatan Angkatan Laut Russia dan China.

Pengadaan kapal perang baru tersebut termasuk empat kapal induk angkut pesawat tempur bertenaga nuklir atau CVN, yaitu CVN 78 USS Gerald R. Ford yang masuk jajaran Angkatan Laut Amerika pada April 2017, CVN 79 USS John F. Kennedy pengganti CV 67 (dekomisioner 2007) dijadwalkan mulai bertugas pada 2020, CVN 80 USS Enterprise menggantikan CVN 65 mulai bertugas pada 2025, dan CVN 81 yang namanya masih dipertimbangkan.

Untuk nama CVN 81 ini, Angkatan Laut Amerika masih membahasnya, apakah akan dinamai USS William Jeffrey Clinton, USS Barrack H. Obama, atau USS Saratoga menggantikan CV 60.

Dengan berlanjutnya pembangunan CVN 79, CVN 80 dan CVN 81, daya cengkeram Amerika terhadap dunia di masa depan akan makin kuat lagi. Gemuruh mesin kapal-kapal raksasa itu akan makin kencang lagi untuk menebar maut bagi siapapun yang mengganggu kepentingan Amerika. Mereka adalah penguasa lautan titisan Dewa Neptunus.

CVN 78 USS Gerald R. Ford adalah kelas baru untuk kapal induk angkut pesawat tempur bertenaga nuklir setelah kelas Nimitz, dengan beberapa pembaharuan dalam sistem take off dan landing pesawat. Secara tampilan, kelas Gerald R. Ford ini tampak lebih ‘kelimis’, tidak banyak antena dan radar yang terlihat di berbagai bagian kapal.

Menurut pejabat Angkatan Laut Amerika, laksamana Muda Tom Moore, kelebihan kapal induk kelas Gerald R. Ford adalah pada sistem take off dan landing pesawat tempur di atas dek kapal, Electromagnetic Aircraft Launch System (EMALS) and Advanced Arresting Gear (AAG). Perangkat seharga US$737 juta itu dikerjakan oleh General Atomics. “Semua orang tahu, kita bisa menghemat cukup banyak dengan pemakaian EMALS dan AAG,” kata Moore.

USS Gerald R. Ford memiliki bobot 110 ribu ton dan panjang 337 meter, atau empat meter lebih panjang dibanding kapal-kapal induk angkut pesawat sebelumnya. Kapal ini juga mampu mengangkut 75 sampai 90 pesawat tempur di dek dan lambung, serta dilengkapi peluru kendali berhulu-ledak nuklir.

Hal yang paling menonjol dari kapal induk yang dibangun di galangan Newport News Shipbuilding ini adalah biaya pembangunannya, sebesar US$17,5 miliar atau sekitar Rp245 triliun. USS Gerald R. Ford akan bertugas hingga tahun 2039.

Pengadaan empat CVN baru yang dilakukan Pemerintah Amerika ini juga untuk mempertahankan 11 kapal induk angkut pesawat yang siap beroperasi di berbagai belahan dunia. Kapal induk angkut pesawat ini dimaksudkan untuk mempertahankan supremasi militer Amerika di laut dan udara, di belaman bumi manapun.

Sebagai catatan, ke manapun kapal induk angkut pesawat (CVN) itu berlayar, selalu diiringi oleh delapan sampai 16 kapal pendamping (escort vessel) dan empat kapal selam.
Kapal induk berikutnya yang dibangun adalah CVN 79 USS John F. Kennedy. Sebelumnya, nama Presiden Amerika ke-35 ini dilekatkan pada CV 67 (bertenaga turbin) yang sudah pensiun. Biaya pembangunan CVN 79 ini justru diperkirakan lebih ‘murah’, yaitu sekitar US$11,4 miliar.

Pada Juni 2015 lalu, ditulis situs USNI News, Moore mengatakan, meski biaya pembangunannya lebih rendah, kapal induk angkut kelas Gerald R. Ford lebih kompleks dan memiliki kemampuan lebih baik dibanding kelas Nimitz. Kapal ini pun akan dibangun oleh perusahaan yang sama, yaitu Newport News Shipbuilding.

Menurut Moore, lebih rendahnya biaya pembangunan CVN 79 dikarenakan adanya pemangkasan jam kerja yang signifikan. Bahkan, dalam pembangunan CVN 80, efisiensi akan ditingkatkan lagi dengan hanya empat juta jam kerja, yang berarti penghematan sebesar US$500 juta. Pemangkasan jam kerja dalam pembangunan kapal induk angkut pesawat, terkait dengan penggunaan berbagai peralatan berteknologi canggih.

Semua CVN dibangun di galangan kapal Newport News Shipbuilding, yang merupakan anak perusahaan Huntington Ingalls Industries. HII sendiri adalah sebuah perusahaan raksasa di bidang perkapalan dan senjata.

CVN 80 dan CVN 81
The Aircraft Carrier Industrial Base Coalition (ACIBC) telah meminta kepada Kongres untuk melakukan riset dan pengembangan design, sehingga pembiayaan pembangunan kapal induk bisa ditekan serendah mungkin. Sehingga pengadaan material untuk membangun CVN 80 dan CVN 81 bisa dilakukan sekaligus. Dana untuk membiayai riset mengenai pembangunan kapal dengan lebih efisien itu, diperkirakan sebesar US$20 juta.

Kepada para vendor pembangunan kapal induk yang berkunjung ke Capitol Hill, Congressman Partai Republik dari Virginia, Robert J. Wittman mengaku malu dengan Newport News Shipbuilding. Bagaimanapun kapal induk memiliki peran penting sebagai representasi kehadiran Amerika di berbagai belahan dunia, sehingga perlu dicari cara yang lebih cerdas untuk membelinya.

“Ada tidaknya kita, tergantung pada kapal induk. Seperti yang Anda tahu, kehadiran armada laut Amerika di seluruh dunia terus menyusut karena berbagai alasan. Jika kita ingin menjadi bangsa yang berpengaruh dalam berbagai peristiwa dunia, kita harus memastikan bahwa kepentingan Amerika selalu terlindungi. Itu artinya kapal induk kita harus ada di sana,” kata Wittman.

Menurut Wittman, mengingat pentingnya pembelian dua kapal induk tersebut, Kongres merekomendasikan pembelian dua kapal induk sekaligus, setidaknya membeli peralatan untuk kedua kapal itu (CVN 80 dan 81). Atas pertimbangan pembelian sebelumnya, hal itu perlu dilakukan agar lebih ekonomis dan untuk menciptakan kepastian bagi industri perkapalan.

Kepada USNI News, Ketua ACIBC Richard Giannini mengatakan, untuk mendukung persiapan pembangunan CVN 80 dan CVN 81, pemerintah memasukkan anggaran sebesar US$293 juta ke dalam anggaran tahun 2017. Atas desakan ACIBC, Kongres meminta pemerintah menarik anggaran tahun 2018 atau 2019 ke anggaran 2017.

“Itu akan membantu kita untuk mengkonsolidasikan pembelian dua kapal sekaligus. Dengan demikian ke depannya akan bisa menghemat biaya pembangunan antara US$400 juta hingga US$500 juta,” kata Giannini yang juga Presiden dan CEO dari Milwaukee Valve Company.

Rekan Wittman di Kongres yang juga dari Partai Republik, Joe Courtney mengatakan dengan kondisi keuangan yang seret, untuk pertama kalinya komandan tempur laut di Pasifik dan Timur Tengah mengeluhkan, hingga beberapa waktu ke depan di beberapa wilayah yang dinilai krusial tidak akan ada kapal induk Amerika. Itu adalah pesan yang jelas bagi Pemerintah Amerika untuk meningkatkan anggaran bagi Angkatan Laut.

Mengenai penamaan kapal induk bertenaga nuklir pengangkut pesawat tempur (CVN), sejak tahun 1975 di mana CVN pertama yaitu CVN 68, nama yang diberikan diambil dari nama tokoh besar yang berjasa bagi Amerika. Untuk CVN 68, Nimitz adalah komandan Armada Pasifik Angkatan Laut Amerika pada Perang Dunia II, Laksamana Chester William Nimitz.

Selain Nimitz, beberapa nama tokoh yang bukan Presiden Amerika, yaitu Carl Vinson, anggota Kongres selama 50 tahun sejak 1789, untuk CVN 70, dan John C. Stennis, senator pada periode 1947-1989, untuk CVN 74.

Nama-nama kapal induk angkut pesawat terdahulu biasanya diambil dari nama tempat yang dinilai bersejarah bagi Amerika Serikat, seperti Midway, Kitty Hawk, Coral Sea, Saratoga, Lexington, dll. Adapun dua nama CV yang bukan nama tokoh, juga bukan nama tempat adalah CV 64 USS Constellation dan CVN 65 USS Enterprise.

Pembangunan sebuah CVN dengan nama tokoh yang berjasa besar bagi Amerika, biasanya disponsori oleh seorang anggota keluarga dari tokoh tersebut. Misalnya, untuk membangun CVN 76 USS Ronald Reagan, istri dari mendiang Presiden Reagan, Nancy Reagan ditetapkan sebagai sponsor. Itu dilakukan sebagai bentuk penghormatan negara terhadap keluarga Sang Tokoh.

Ditulis oleh The National Interest, CVN 80 akan dinamai USS Enterprise. Sebelumnya, CV 65 juga bernama USS Enterprise. Nama itu diambil dari kapal ruang angkasa USS Enterprise NCC-1701 yang di komandani Kapten Christopher Pike dalam serial Star Trek. Adapun CVN berikutnya, yaitu CVN 81, seperti dikatakan Menteri Angkatan Laut (2009-2017), akan diberi nama USS Barrack H. Obama.

Landing Helicopter Dock
Selain mengoperasikan 11 CVN, Angkatan Laut Amerika juga mempunyai delapan kapal induk angkut personel dan peralatan tempur. Di atas dek, sebuah Landing Helicopter Dock (LHD) membawa puluhan helikopter, pesawat tempur propeller, dan pesawat VSTOL yang bisa take off dan landing secara vertikal.

Sedangkan di lambungnya terdapat kapal pendarat, hovercraft, kendaraan tempur lapis baja, dan tentu saja, sejumlah peluru kendali dalam berbagai jenis. LHD umumnya berukuran panjang 257 meter, dengan bobot 45.000 ton, diawaki oleh 2.000 sampai 3.000 personel. Saat ini Angkatan Laut Amerika mengoperasikan delapan LHD yang berpangkalan di berbagai negara. Ke depan, Pemerintah Amerika berencana untuk membangun LHD 9 yang namanya belum ditetapkan.

LHD digunakan untuk operasi pendaratan atau perebutan wilayah, setelah dilakukan penggempuran terhadap musuh yang dilakukan oleh pesawat-pesawat jet yang berpangkalan di atas CVN. LHD juga bisa digunakan untuk operasi kemanusiaan di wilayah yang tertimpa bencana alam.

Akhir tahun 2004 CVN 72 USS Abraham Lincoln, LHD 6 USS Richard Bonhomme dan sejumlah kapal lainnya dari Armada ke-7 Amerika yang waktu itu berpangkalan di Yokosuka, Jepang diperintahkan menuju Aceh guna memberikan pertolongan bagi masyarakat yang terkena bencana gempa bumi dan tsunami dahsyat.

Saat itu, CVN 72 USS Abraham Lincoln, LHD 6 USS Richard Bonhomme Angkatan Laut Amerika yang terdiri atas dari 6.000 personel melakukan operasi kemanusiaan selama 10 hari di wilayah bencana Aceh. Adapun kapal-kapal lain yang terlibat dalam operasi itu adalah USS Shoup (DDG 86), USS Shiloh (CG 67), USS Benfold (DDG 65) dan USNS Ranier (T-AOE 7), USS Duluth (LPD 6), USS Milius (DDG 69), USS Rushmore (LSD 47), USS Bunker Hill (CG 52), USS Thach (FFG 43), and USCGC Munro (WHEC 724).

LPH dan LHA
Sebelum mengoperasikan kapal-kapal CVN dan LHD, Amerika juga memiliki sejumlah kapal induk angkut helihopter dan pesawat tempur berbaling-baling (propeller), yang disebut landing platform helicopter, LPH, dan LHA, landing helicopter assault.

Tiga belas kapal induk LPH bertugas sejak usai Perang Dunia II hingga yang terakhir, LPH 11 USS New Orleans pensiun tahun 1998. LPH 12 USS Inchon dekomisioner lebih dulu, yaitu tahun 1996. Sebuah LPH mampu mengangkut 20 pesawat tempur propeller dan sekitar 20 helikopter.

Kemudian pada dekade 1970an Angkatan Laut Amerika mengoperasikan kapal induk angkut LHA, landing helicopter assault. Seiring dengan perkembangan teknologi kedirgantaraan, kapal induk angkut jenis ini dinilai tidak lagi bisa efektif menegakkan supremasi militer Amerika di laut dan udara.

Karenanya, meskipun umurnya relatif muda untuk sebuah kapal, enam kapal induk jenis LHA ini tidak dipertahankan berada di gugus tugas angkatan laut. LHA 5 yaitu USS Pelleliu memasuki masa pensiun pada Maret 2015 lalu. Dari enam LHA yang dibangun, hanya LHA 6 yaitu USS America yang dibangun ulang dan mulai bertugas tahun 2014.

***