Selamat Datang Esemka [2] Ini 17 "Mobnas" yang Layu Sebelum Berkembang

Mengapabanyak yang tiba-tiba bangkit dan terbakar nasionalisme dan heroismenya begitu dikatakan bahwa Esemka adalah mobil nasional?

Senin, 9 September 2019 | 09:50 WIB
0
633
Selamat Datang Esemka [2] Ini 17 "Mobnas" yang Layu Sebelum Berkembang
Salah satu mobil bikinan anak negeri (Foto: Republika.co.id)

Yang manakah merek mobil di bawah ini yang merupakan mobnas negara Jepang?

A. Honda
B. Suzuki
C. Toyota
D. Daihatsu
E. Mitsubishi
F. Nissan
G. Semuanya

Salah…!

Ternyata tak satu pun merek top tersebut yang merupakan mobil nasional Jepang.

Tapi tentu saja semua merk mobil top yang ada di Indonesia termasuk Mazda, Lexus, Isuzu, Subaru, Infinity (milik Nissan), Acura (milik Honda), adalah mobil Jepang. Tapi tak satu pun dari merk tersebut yang bisa disebut sebagai mobil nasional dalam konotasi sebagai mobil yang DIINISIASI, DIBIAYAI dan DIMILIKI SAHAMNYA oleh Pemerintah Jepang. Semua perusahaan tersebut adalah perusahaan swasta!

Bayangkan, Jepang yang penduduknya hanya 100 jutaan orang tersebut ternyata memiliki sekian banyak merk mobil top. Itu baru mobil lho…! Belum lagi sepeda motor. Pokoknya kalau soal kendaran bermotor Indonesia ini sepenuhnya dijajah oleh aseng, eh! Jepang maksudnya.

Jadi bayangkan betapa ajaibnya bangsa Indonesia ini yang tiba-tiba begitu paranoidnya kalau ada sebuah merk mobil yang digagas oleh bangsa Indonesia, dikerjakan dan dibiayai oleh bangsa Indonesia, diresmikan oleh Presiden Indonesia, kok model mobilnya MIRIP mobil Aseng.

Maka gemparlah mereka dan keluarlah berbagai sindiran, kecaman, olok-olok, dan berbagai kelakuan kekanak-kanakan seolah Indonesia ini bakal dijajah oleh China. Lha wong selama ini kita ‘DIJAJAH’OLEH JEPANG tanpa ampun kini kok tiba-tiba muncul nasionalismenya dan paranoid dengan mobil yang mirip mobil China. 

Apakah bangsa Indonesia yang yang jumlah rakyatnya hampir 300 juta itu tidak ingin punya mobil nasional yang artinya memakai merek sendiri, punya pabrik sendiri, insinyur, mekanik, manajer sendiri, modal sendiri, dlsb? Tentu saja ingin dong. Dan itu sudah dimulai sejak zaman Presiden Soeharto.

Pada tahun 1975 Presiden Soeharto memulai inisiatif punya merk sendiri tapi bapaknya dari Jepang. Namanya Toyota Kijang. Meskipun merek Toyota berasal dari Jepang, tetapi pembuatan dan perakitan mobil ini semuanya dilakukan di Indonesia. Mobil ini merupakan salah satu mobil buatan Indonesia yang mampu berjaya sampai saat ini, dengan penjualan yang bahkan jauh melewati batas negara Indonesia.

Indonesia bisa mengekspor Kijang bin Toyota ini sampai ke Arab Saudi. Tapi apakah Kijang bin Toyota ini lantas menjadi mobil nasional? Net not…! Ternyata anak tetap milik bapaknya. 

Sejak saat itu berbagai upaya telah dilakukan untuk memiliki mobil nasional. Ada berbagai merk dicoba untuk menjadi mobil nasional, yaitu :

MALEO: Mobil Maleo dibidani oleh menristek BJ Habibie tahun 1996. Mesinnya merupakan teknologi baru hasil kerja sama dengan perusahaan Australia (Orbital). Komponen lokal Maleo direncanakan di atas 80%. Contoh sudah dibuat. Namun sayang dana untuk itu kemudian tersedot oleh proyek mobnas Timor milik Cak Tommy anak bungsu presiden Suharto, sehingga proyek mobnas Maleo pun terhenti. 

MR 90: Proyek nasionalisasi Mazda 323 Hatchback oleh PT Indomobil, model terakhir dari upaya ini adalah Mazda Vantrend pada tahun 1994.

Kalla Automotive: Kalla Automotive pernah menciptakan mobil kecil bermesin 500 cc sebagai calon mobil produksi Indonesia. Tidak jelas nasibnya.

Bakrie Beta 97 MPV: Grup Bakrie melalui Bakrie Brothers pernah menyiapkan mobil Minibus pada tahun 1994 hingga prototipe mobil ini selesai pada tahun 1997. Namun belum sempat keluar, proyek ini tersandung krisis moneter tahun 1998 sehingga tidak jadi dilanjutkan.

Timor: Ini mobnas paling terkenal milik PT Timor Putra Nasional milik Hutomo Mandala Putra yang didukung penuh oleh bapaknya yang sedang menjabat sebagai Presiden dengan menggunakan kebijakan resmi (Keppres dan Inpres). Ini mobnas yang habis-habisan dibela oleh Soeharto.

Model pertama adalah Timor S515 yang merupakan Kia Sephia 1995 yang di-rebranding. Timor ini adalah mobil pertama saya dan saya beli dengan uang muka hanya Rp5 juta. Selanjutnya mobil ini saya taksikan sehingga cicilannya terbayar sampai lunas. Program mobnas ini terhenti juga akibat Krisis Moneter 1998 dan kejatuhan rezim Suharto.

Bimantara: Kakaknya Tommy tidak mau kalah. Podo-podo anake presiden kok! Bambang Trihatmodjo langsung menggandeng Hyundai dan bikin mobil Bimantara. Setahu saya Cak Bambang ini mainnya dengan militer. Waktu itu mobil-mobil dinas tentara pakai merk Bimantara ini. Saya juga pernah punya mobil Hyundai sewaktu Bimantara sudah kolaps dan Hyundai main sendiri. Mobil saya sebelum ini adalah Hyundai Grand Avega.

Kancil: Kancil (singkatan dari Kendaraan Niaga Cilik Irit Lincah) didisain, diproduksi dan dipasarkan oleh PT. KANCIL (singkatan dari Karunia Abadi Niaga Citra Indah Lestari). Diharapkan menggantikan Bajaj dan Bemo tapi kandas juga karena Pemerintah DKI tidak mendukung. 

Gang Car: Gang Car adalah sebuah mobil mini berkapasitas 2 orang buatan PTDI yang ditenagai mesin 125-200 cc. Mobil ini didesain berukuran mini agar bisa beroperasi di gang-gang sempit di daerah perkotaan (maka dari itu dinamakan Gang Car). Proyek ini hanyut setelah PTDI dilanda kemelut dan merumahkan 9.000-an karyawannya.

Arina: Arina adalah mobnas berbentuk microcar dengan tenaga penggerak dari mesin sepeda motor berkapasitas 150 cc sampai 250 cc yang digagas oleh PT. Wahana Cipta Karya Mandiri dengan ASKARINDO (Asosiasi Karoseri Indonesia), klaster industri komponen dan suku cadang Jateng, BP Dikjur, Koperasi Cor Logam Batur Jaya (Ceper - Klaten), serta beberapa perguruan tinggi, antara lain Universitas Negeri Semarang (Unnes), Politeknik Manufaktur Ceper, dll. Ide ini juga menguap karena kurangnya dukungan. 

Komodo: Ini mobil jenis CRUISER segala medan dengan mesin 180 cc. Pada tahun 2009 Komodo ditawarkan dengan harga antara Rp60 juta. Sejak 2005, mereka telah melakukan riset pasar, 2006 memulai desain, 2007 mulai produksi generasi pertama. Pada 2008, Fin Komodo tes generasi pertama. Hingga kemudian improve pada generasi mobil Fin Komodo ke 2 3 dan empat pada 2009, 2010, dan 2011.

Saat ini, Fin Komodo sudah berkembang pada generasi ke 5. Ibnu Susilo, pendiri, desainer, sekaligus Presiden Direktur PT Fin Komodo Teknologi adalah adik dari teman saya yang sangat dibanggakannya. Ya saya juga ikut bangga punya teman yang adiknya top markotop seperti itu. 

Selain merk-merk di atas masih ada merk lain seperti;

Marlip: mobil listrik pertama di Indonesia produksi dari PT Marlip Indo Mandiri yang bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). 

Tawon: diproduksi oleh PT Super Gasindo di Rangkasbitung, Banten.

GEA: produksi kerjasama antara PT INKA dan BPPT.

Texmaco Macan dan Perkasa milik PT. Texmaco menggandeng Mercedes Benz.

Wakaba (Wahana Karya Anak Bangsa) adalah buatan komunitas otomotif dan Disperindag Jawa Barat.

Mobil Listrik Ahmadi yang dibuat oleh Dasep Ahmadi di Jawa Barat.

Tucuxi mobil listrik yang dibuat oleh Danet Suryatama dan sempat kecelakaan ketika diujicoba oleh Dahlan Iskan.

Baca Juga: Esemka Sudah Dikerjakan oleh Industri Tanpa Campur Tangan Pemerintah

Selain mobil juga ada usaha untuk membuat sepeda motor nasional dengan merk: Jatayu, Kanzen, dan Viar.

Jadi sebenarnya sudah banyak upaya untuk membuat mobil nasional yang diinisasi baik oleh lembaga pemerintah, perguruan tinggi, mau pun swasta. Tentu saja mereka semua TIDAK MUNGKIN akan menggunakan komponen yang sepenuhnya lokal. Lagipula di zaman sekarang ini semua industri kendaraan bermotor dan pesawat sudah saling pakai dengan merk lain. Ojok ndeso opo’o, rek

Tapi mengapa kok banyak yang tiba-tiba bangkit dan terbakar nasionalisme dan heroismenya begitu dikatakan bahwa Esemka adalah mobil nasional? Mengapa mereka tidak rela kalau ada mobnas yang bentuk dan desainnya mirip mobil ‘aseng’?

Bukankah ESEMKA ini sama sekali tidak dibiayai dan tidak dikepres dan inpreskan oleh presiden sebagaimana mobil Timor (Tommy Motor) yang jelas-jelas sepenuhnya impor dan cuma diganti merknya saja? Bukankah selama 74 tahun kita merdeka kita telah ‘dijajah’ oleh Jepang dalam hal perkendaraan bermotor? Lalu apa masalahnya…?! Sakjane awakmu iku kesambet opo sih kok sebegitu nyinyirnya? 

Mungkin kita perlu mendengar komentar arek Suroboyo pada orang-orang itu. “Nek kon gak gelem ngewangi yo mbok ojok kakehan cocot. Menengo ae. Iki tak garape dewe...” 

Surabaya, 9 September 2019

Salam, Satria Dharma

***

Tulisan sebelumnya: Selamat Datang Esemka [1] Akhirnya Kamu Datang Juga!