Geliat Pantura Bukan Karena Dangdut Koplonya, tetapi Geliat Ekonominya

Jumat, 4 Januari 2019 | 22:42 WIB
0
232
Geliat Pantura Bukan Karena Dangdut Koplonya, tetapi Geliat Ekonominya
Batik

Geliat Pantura (pantai utara) selama ini berkonotasi negatif karena yang menggeliat wanita-wanita yang ramah menyapa kepada pelanggan. Ramah menyapa kepada sopir-sopir truk yang sekedar ingin melepas lelah untuk sekedar ngopi atau sedekar ditemani oleh gadis yang ramah atau rajin menjamah. Atau sekedar mendengarkan musik dangdut Koplo. Tetapi Pantura sekarang benar-benar menggeliat secara ekonomi.

Dengan dibangunnya TOL Trans Jawa yang menghubungkan sebagian wilayah Jawa Barat dan melewati provinsi Jawa tengah dan sampai provinsi Jawa Timur, hal itu telah membangkitkan ekonomi bagi masyarakat di daerah tersebut.

Kota-kota tujuan kuliner dibanjiri oleh masyarakat yang ingin memanjakan perutnya dengan aneka masakan atau kuliner. Pusat oleh-oleh juga dibanjiri oleh masyarakat yang ingin membeli oleh berbagai oleh-oleh, seperti besok mau perang untuk persediaan, karena sangat ramai dan berjubel.

Dampak positif dari Tol Trans Jawa seperti terjadi di kota Pekalongan yang terkenal sebagai kota batik. Pekalongan memang terkenal sebagai sentra atau pusat batik, dengan berbagai motif batik. Ada yang harganya murah dan ada juga yang harganya mahal. Tergantung kwalitas dan bahannya (ono rego ono rupo).

Selama lima tahun terakhir pedagang-pedagang batik di kota Pekalongan mengalami penurunan pendapatan atau omzet. Terutama di Pasar Grosir Batik Sentono kota Pekalongan.

Tetapi setelah adanya akses atau TOL Trans Jawa, Pasar Grosir Batik Setono sekarang menjadi ramai oleh pembeli-pembeli dari luar kota. Ada yang sekedar membeli untuk oleh-oleh. Tetapi ada juga yang membeli untuk kulakan untuk dijual kembali. Keadaan ini tentu menjadikan geliat ekonomi tersendiri bagi pedagang di pasar batik Setono.

Bahkan pasar batik Setono sekarang mirip show room mobil, karena tempat parkir penuh dan silih berganti kendaaran keluar-masuk tempat parkiran.Karyawan-karyawan toko pun juga ikut sibuk melayani para pembeli, tidak seperti hari-hari sebelum adanya TOL Trans Jawa. Jam buka toko biasanya hanya sampai sore hari, sekarang jam bukanya juga diperpanjang sampai malam hari. Nikmat mana lagi yang kau dustakan! Padahal dulu para pedagang sering mengeluh karena sepi pembeli.

Apalagi seperti liburan kemarin, libur Natal dan tahun baru, banyak para pedagang meraup untung atau omzet tiga kali lipat dibanding tahun lalu atau tahun-tahun sebelumnya. Seperti penuturan Ketua Pedagang Grosir Batik Setono, Sony Hikmalul yang mengakui selama kurun waktu kurang lebih lima tahun omzet para pedagang grosir batik Setono mengalami penurunan.

Tetapi, setelah adanya simpang susun atau persimpangan (intercange) jalan membuat gairah atau meningkatnya omzet bagi para pedagang pasar batik Setono. Bahkan menurutnya, ia pernah dalam sehari mendapat omzet Rp70 juta dan belum pernah terjadi selama lima tahun ini.

"Selama kurun waktu 5 tahun ke belakang baru tahun ini omzet terbesar. Saya pernah mendapatkan omzet Rp 70 juta sehari. Ini menjadi rekor sendiri selama saya berdagang di sini," terangnya sebagaimana dikutip Detik.com.

Inilah dampak positif pembangunan infrastruktur bisa membangkitkan ekonomi masyarakat dan bisa menghidupi keluarga tercinta. Memang infrastruktur tidak bisa dimakan, tetapi tanpa infrastruktur yang bagus tentu susah cari makan. Jalanan berlobang saja kita sering ngomel-ngomel, dengan jalalanan yang mulus dagangan jadi laris manis tanjung kimpul.

Mudah-mudahan masyarakat kecil ikut menerima dampak positif dari kue pembangunan ini.

***