Kerja dan Mikir

Kamis, 27 September 2018 | 06:09 WIB
0
596
Kerja dan Mikir

Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua Pemuda Muhammadiyah, yang menjadi juru bicara kampanye Prabowo-Sandi, mengatakan: “Kata-kata 'kerja kerja kerja' itu cuma ungkapan untuk menganulir 'pikir pikir pikir'. Karena nggak bisa mikir, maka pilihan katanya adalah 'kerja'."

Kok bisa, keluar pernyataan goblog men, kayak gini ini?

Saya sungguh nggak ngerti, dan nggak mau menautkan ketua pemuda Muhammadiyah ini agama atau sekolahnya apa. Karena sebenarnya nggak ada korelasi, kalau beragama dan bersekolah itu = bermutu, memiliki etika, atau apalagi katakanlah cerdas. Nggak ada hubungannya.

Kerja dan pikir dua hal yang tak bisa dipertentangkan. Di mana pun, sebagaimana maknanya. Kerja adalah action, hasil dari suatu proses yang disebut pra-kerja. Proses eksekusi itu sendiri, mau tak mau, bisa dipastikan, merupakan bagian dari proses berfikir.

Sedangkan sebelum terjadi eksekusi untuk dikerjakan, maka yang akan dieksekusi tentu hanya bisa muncul dari situasi pra-kerja, yakni gagasan, niatan, yang itu semua dengan sendirinya berangkat dari pemikiran.

Sebagai presiden Jokowi harus menyampaikan pikirannya, yang mengerucut pada RAPBN di depan parlemen untuk mendapat persetujuan. Menyangkut visi dan misi pemerintahannya. Apakah Dahnil mau mengatakan kerja-kerja yang dilakukan Jokowi juga karena parlemen (di mana partai oposan di dalamnya) nggak mikir? Mikir, kata Cak Lontong.

Tidak ada kerja tanpa dihasilkan dari proses berpikir. Itu kepastian (kecuali manusia bukan makhluk berfikir). Persoalannya adalah, seberapa berkualitas proses pemikirannya, mestinya itu jika mau menjadi focus kritik. Tapi ketika yang disorot soal kerja dan pikir sebagai kesatuan lepas, di situ terlihat bobot pikirannya sendiri, yang parah.

Kalau bobot pikirannya sendiri parah, ngomong pun ngawur. Lebih karena hanya mau mempolitisasi identitas. Yang satu dinilai bodoh, nggak punya pikiran, sementara yang satunya lagi (artinya yang dua) adalah pinter karena punya pikiran.

Padahal, mikir saja (karena saking pinternya) tapi nggak ada yang dieksekusi, apa namanya? Mereka yang masuk golongan ini akan balik menggertak, kan eksekusi perlu media, lembaga, atau terus-terangnya; kekuasaan? Nah, mikir 'kan?

Iyalah. Makanya kekuasaan jadi rebutan. Padahal, kerja dan pikir adalah satu rangkaian dengan sendirinya. Cuma, karena ditugaskan untuk mendelegitimasi prestasi kerja lawan, karena diri atau kelompoknya tak punya prestasi kerja, dimasalahkanlah bahwa kerja dan pikir itu dua hal terpisah.

Kalau kampanye soal macam gituan yang diributkan, bagaimana saya bisa percaya? Ini sangat persis model Anies Baswedan, yang lebih sibuk berkilah (untuk merayakan gagasan atau pikiran, katanya) daripada bekerja sebagai gubernur. Karena mungkin mereka meyakini, bahwa bekerja itu bisa tanpa mikir.

Seperti yang mereka sendiri praktikkan selama ini.

***