Memasuki tahun politik, kehidupan di negeri ini arahnya semakin tidak jelas saja. Dari tingkat elit hingga wong cilik, lidah mereka semakin tajam saja.
Sebagaimana yang biasa terjadi jelang pemilihan, para kandidat memu-muji dirinya setinggi langit. Begitu juga para pendukungnya, entah karena saking kebelet ingin kebagian ‘nasi bungkus’ entah karena sudah terkena ‘pelet’ sang kandidat, mereka mengelu-elukannya setengah mati, dan membela mati-matian panutannya itu bila ada yang mencelanya hingga jungkir-balik.
Sebaliknya sikap mereka terhadap lawan politiknya, selalu saja mencari-cari kelemahannya. Untuk menjatuhkannya, tentu saja. Kalaupun tidak mereka temukan kekurangan yang dimiliki pihak yang menjadi musuhnya, maka cara licik pun bukan lagi halangan untuk mereka jadikan senjata yang ampuh demi membuat musuhnya terkapar jatuh.
Sehingga kosakata fitnah, hoax, sampai umpatan dan hujatan pun berhamburan, berjelal memenuhi setiap ruang.
Apa boleh buat. Demi sebuah kemenangan dalam meraih kekuasaan, apa pun dilakukan memang. Politik selalu saja penuh dengan intrik, tipu-daya, dan kemunafikan adalah hal yang sudah tidak asing lagi memang.
Maka tak syak lagi jika politik pun sudah melenceng jauh dari makna yang sesungguhnya. Sebagaimana termaktub dalam buku pegangan para calon cendikiawan. Bahkan mereka yang sudah khatam dari menara gading pun, mengangagap segala kitab yang dulu wajib hukumnya untuk dibaca, saat malang-melintang di dunia perpolitikan malah melemparkannya ke tempat sampah.
Oleh karena itu, suka maupun tidak, politik bagi para elit dan pemujanya tak lebih serupa kentut belaka. Tatkala terjadi metabolisme di dalam perut usai menyantap segala asupan yang diperoleh dari ketidakpatutan, tanpa ragu lagi dari duburnya keluar udara yang membuat tak nyaman orang lain yang menciumnya, dan dibarengi bunyi yang tak sedap terdengar di telinga.
Lalu di saat orang di sekitar bertanya-tanya siapa yang sudah menyebar aroma bau busuk itu, yang bersangkutan pun justru ikut-ikutan bertanya pula tanpa merasa sudah membuat orang lain tersiksa karena ulahnya.
Sebagaimana misalnya, sudah tahu korupsi itu jelas-jelas perbuatan tercela. Akan tetapi demi sebuah prestasi dan harga diri, apa boleh buat, selalu saja bebagai dalih pun mereka cari. Karena bisa jadi urat malu di wajahnya sudah hilang sama sekali.
Begitulah. Begitulah keriuhan politik para elit di jaman sekarang ini. Serupa orang kentut saja laiknya. Dan hanya membikin orang yang masih mampu berfikir waras geleng-geleng kepala saja karenanya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews