Khulafaur Rasyidin dan Umatnya yang Membangkang

Selasa, 7 Agustus 2018 | 19:06 WIB
0
724
Khulafaur Rasyidin dan Umatnya yang Membangkang

“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya) dan ulil amri di antara kalian.” [An-Nisaa: 59]

“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah meskipun kaliau dipimpin oleh hamba sahaya dari habasyi, dengar dan taatilah dia selama memimpin kalian dengan kitabullah.” (HR. Tirmidzi, no. 1706, Nasa’i, 7/154, Ibnu Majah, no. 2328, Ahmad, 6/402 dan Al-Hakim, 4/206, ia berkata hadis shahih dan dishahihkan juga oleh Al-Albani)

“Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu, pen) dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal, pen). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia. “

Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?”

Beliau bersabda, ”Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.” (HR. Muslim no. 1847. Lihat penjelasan hadits ini dalam Muroqotul Mafatih Syarh Misykah Al Mashobih, 15/343, Maktabah Syamilah)

Apakah umat Islam menaati perintah Allah dan sabda Rasulullah ini? Ternyata tidak. Sebagian dari mereka memilih membangkang pada ulil amri mereka sejak awal kekhalifahan.

Jika kita membaca dan mengamati sejarah umat Islam di zaman kekhilafahan kita akan sadar bahwa ternyata ujian terbesar bagi umat Islam itu adalah KEKUASAAN.

Demi kekuasaan umat Islam akan membangkang pada pemimpin mereka. Mereka bahkan berperang dan saling bunuh demi kekuasaan. Dan itu sudah terjadi sejak wafatnya Rasulullah. Begitu Rasulullah wafat maka benih perpecahan itu langsung tumbuh.

Apa yang terjadi setelah wafatnya Rasulullah?

Umat Islam langsung bertikai soal siapa yang harus MEWARISI kepemimpinan umat Islam. Begitu mendengar Rasulullah wafat mereka langsung terbelah menjadi kelompok Anshor dan Muhajirin. Begitu kerasnya keinginan masing-masing kelompok untuk berkuasa sehingga jenazah Nabi tidak diurus oleh mereka dan mereka lebih memilih untuk berebut soal kekuasaan. Dari sini kita bisa melihat bahwa politik dan perebutan kekuasaan telah menjadi masalah utama umat Islam sejak awal.

Kita mungkin berpikir bahwa jika soal kepemimpinan setelah berpulangnya Rasulullah adalah begitu genting maka mestinya masalah ini telah terselesaikan dengan terpilihnya seorang khalifah di antara para sahabat. Apakah setelah khalifah terpilih maka umat islam akan patuh dan mengikuti apa perintah khalifahnya? Ternyata tidak.

Begitu Abu Bakar dibaiat jadi khalifah justru muncul berbagai kekacauan dan pemberontakan. Bermunculanlah orang-orang murtad dan orang-orang yang mengaku diri sebagai nabi (nabi palsu). Selain itu timbul pemberontakan dari beberapa kabilah Arab dan banyaknya orang-orang yang ingkar membayar zakat.

Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal dengan nama Perang Riddah. Ini adalah perang pertama kali antara sesama umat Islam karena pembangkangan dan pengkhianatan. Umat Islam yang semula berbaiat pada Nabi kini memberontak dan tidak patuh dan taat pada khalifahnya sendiri.

Khalifah Abu Bakar hanya memerintah selama dua tahun. Setelah Abu Bakar wafat beliau digantikan oleh Umar bin Khattab.

Khalifah Umar bin Khattab, pengganti Abu Bakar, adalah khalifah yang sangat disegani oleh sesama muslim dan ditakuti oleh lawannya. Boleh dikata tidak ada pembangkangan terang-terangan di zaman beliau memerintah. Tetapi beliau akhirnya dibunuh oleh Abu Lukluk (Fairuz), seorang budak yang fanatik pada saat ia akan memimpin salat Subuh. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Khalifah Umar adalah khalifah Islam pertama yang terbunuh ketika menjabat.

Khalifah Usman, penggantinya, juga digoyang dengan berbagai kasus dan akhirnya juga dibunuh oleh umat Islam sendiri. Khalifah Utsman bahkan dikepung rumahnya oleh pemberontak selama 40 hari. Dia diultimatum oleh pemberontak untuk mengundurkan diri atau dibunuh. Mereka ingin mengkudeta khalifah mereka sendiri.

Para pemberontak akhirnya berhasil memasuki rumahnya dan membunuh beliau saat sedang membaca Alquran. Khalifah Usman bin Affan adalah khalifah kedua yang terbunuh oleh umatnya sendiri. Jadi jangan dikira umat Islam itu selalu patuh pada khalifahnya. Sejarah telah membuktikan bahwa untuk merebut kekuasaan mereka tidak akan segan-segan untuk mengkhianati dan membunuh khalifah mereka sendiri.

Selesai dengan Khalifah Usman? Tidak.

Dengan terbunuhnya Khalifah Usman maka naiklah Ali bin Abu Thalib sebagai Khalifah Keempat menggantikan Khalifah Usman. Apakah umat Islam merasa puas dan tenang dengan digantikannya Khalifah Usman? Kali ini kelompok umat Islam lain yang tidak puas.

Dengan Khalifah Ali bin Abu Thalib pun mereka tidak puas. Sejak awal jadi khalifah beliau sudah digoyang dan pemberontakan tak pernah berhenti. Terjadi beberapa pertempuran antarsesama umat Islam untuk memperebutkan kekuasaan, yaitu Perang Basra, Perang Jamal, dan Perang Shiffin.

Ini adalah peperangan antara pasukan muslim melawan pasukan muslim lainnya. Khalifah Ali sendiri akhirnya diserang dan dibunuh oleh seorang Khawarij hafiz Alquran bernama Abdurrahman bin Muljam ketika beliau sedang bersujud dalam sholat subuh. Ali bin Abi Thalib adalah khalifah ketiga yang terbunuh dalam sejarah Islam yang belum terlalu lama berlalu dari wafatnya Nabi Muhammad. Baru empat khalifah yang memerintah sudah tiga yang terbunuh oleh umatnya sendiri.

Sejarah membuktikan bahwa untuk politik kekuasaan umat Islam tidak segan untuk membunuh khalifahnya sendiri. Jadi omong kosong kalau ada yang mengatakan bahwa umat Islam akan patuh dan bersatu jika memiliki khalifah. Khulafaur rasyidin atau Khalifah yang Empat adalah khalifah terbaik yang dimiliki oleh umat Islam tapi toh umat Islam membangkang, berkhianat melawan khalifahnya sendiri, berperang dengan sesama muslim, dan bahkan membunuh khalifah-khalifahnya demi politik kekuasaan.

Jika ini dianggap sebagai representasi atau contoh sistem kekhilafahan Islam terbaik yang akan ditawarkan oleh para penjaja sistem khilafah pada bangsa Indonesia ini sungguh menyedihkan. Pembangkangan, pembelotan, pembunuhan, peperangan antarsesama umat Islam bukanlah sesuatu yang patut dijadikan contoh.

Sistem khilafah pada jaman khulafaur rasyidin ternyata tidak mampu memberikan jaminan ketaatan dan kepatuhan dari para pengikut atau umat kepada khalifahnya. Sistem khilafah pada jaman kekhilafahan terbaik ini pun tidak mampu menjamin pergantian kekuasaan yang damai dan beradab.

Umat Islam sendiri ternyata tidak menghargai pemimpin yang dihasilkan dari sistem kekhilafahan yang mereka sepakati. Mereka justru memilih cara-cara biadab untuk menyelesaikan perbedaan pendapat, yaitu dengan membangkang dan memberontak pada khalifahnya, memeranginya, dan membunuhnya jika perlu.

Mari kita belajar dari sejarah. Kita tidak perlu dan jangan sampai kembali ke masa di mana pemimpin yang seharusnya kita patuhi dan taati sesuai dengan ajaran Islam tapi kita khianati, kita perangi, apalagi sampai kita bunuh karena kita tidak setuju dengannya.

Sekarang ini jika kita tidak setuju dengan kepemimpinan "khalifah" kita maka kita tinggal menunggu pada pemilihan berikutnya dan menyingkirkannya dengan tidak memilihnya kembali. Itu jauh lebih beradab daripada berkhianat, memerangi, apalagi membunuh pemimpin yang tidak kita sukai.

Wallahu a’lam bisshawab

***