Jabatannya adalah gubernur, tetapi cita rasanya adalah bak seorang presiden. Ia sudah mulai magang layak seorang presiden seperti berkunjung ke luar negeri untuk menjalin kerjasama atau sekedar memotong pita peresmian gardu listri MRT.
Baru-baru ini ada beberapa walikota DKI Jakarta yang diberhentikan oleh gubernur Anies Baswedan, yaitu walikota Jakarta Barat Anas Effendi dan walikota Jakarta Timur Bambang Musyawardana.
Kedua walikota DKI Jakarta tersebut diberhentikan hanya dengan via telepon, bukan dengan cara diundang ke Balaikota layaknya seorang pejabat ASN/PNS, karena kedua walikota tersebut adalah pegawai pemerintah daerah.
Beda dengan seorang presiden yang bisa mengganti atau mencopot seorang menteri, bisa kapan saja dan bisa lewat seorang sekretaris negara, karena jabatan menteri adalah jabatan politik, bukan seorang ASN/PNS. Dan tidak terikat dengan aturan atau adminitrasi kepegawaian.
Rupanya Gubernur Anies Baswedan dalam pergantian atau mengangkat walikota di DKI Jakarta ingin meniru tata cara seperti mengangkat dan mencopot seperti jabatan menteri, layaknya seorang presiden. Hanya dengan via telepon saja, tidak perlu bertatap muka dan menjelaskan alasan pencopotan.
Bahkan dari kedua walikota yang diganti mengatakan, mereka belum menerima SK pencopotan atau pengangkatan SK baru untuk jabatan yang baru.
Dan walikota Jakarta Timur Bambang Musyawardana juga mengatakan belum menerima SK asli pencopotan atau SK pensiun. Menurut Bambang, SK yang asli masih "dikeukeup" sama BKD (Badan Kepegawaian daerah).
Perlu diketahui,walikota di DKI Jakarta adalah bukan melalui pemilihan langsung seperti di pilkada daerah lain,mereka dipilih oleh gubernur dengan mempertimbangan golongan jabatan dan pengalaman.Dan walikota DKI Jakarta statusnya adalah ASN/PNS.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews