Saya tentu saja tidak bisa melarang Mas Butet Kartaredjasa mengekpresikan "iman baru"-nya, katakanlah menganggap Ahok sebagai "tuhan kecil" yang akan memikul salib atas dosa-dosa rakyat Jakarta yang memilih "Penjahat M-anis yang dianggap Gakbener" dan "Pembohong Sandi sebagai Wagakbener".
Sebagai Budayawan Jaman Now yang mulai meredup dan kebetulan beragama Katholik tentu saja Butet berhak memilih "mesias baru" sama seperti saudara-saudara seiman saya yang sedang puber-pubernya dengan konsep Islam Nusantara. Kedua-duanya hampir memiliki kesamaan, sama-sama mengkultuskan tokoh-tokoh lokal pasca kenabian di Al-Quran dan Al-Kitab.
Sayangnya pemujaan baru Butet sekaligus memaksakan tumbal dua orang lain yang tidak bersalah harus menjalani peran jadi Setan. Pola pengkultusan manusia memang mewajibkan yang bersangkutan untuk menyetankan manusia lainnya. Karena baik Koh Ahok, Mas Anies maupun Bang Sandi adalah sama-sama manusia biasa, maka untuk menaikkan satu di antara yang lain, dua orang tersisa wajib dijatuhkan.
Sebenarnya Butet sedang mempraktekkan politik kebencian rasis yang culas dengan dikemas berbingkai seni.
Saya tidak paham juga kenapa mas AHY dan Mpok Sylvi bisa selamat dari kenyinyiran menjijikkan ala Butet dan kawanan tersesatnya ini. Mungkin si Butet takut di gampar Bu Ani Yudhoyono.
Pola pengkultusan kepada Ahok jauh-jauh hari sudah sangat mengusik logika saya. Apakah tidak ada orang lain yang lebih wajar dan masuk akal untuk merepresentasikan Pemimpin tegas?
Orang ini hanya demi kekuasaan berulangkali mengkhianati sahabat-sahabat sampai masternya sendiri (ingat, Ahok dan juga Jokowi adalah hasil polesan tangan Prabowo). Jadi Gubernur Jakarta, Ahok membuat udara Jakarta penuh dengan "tai-tai" dan aroma kebusukan lain karena mulutnya yang kotor dan berbisa.
Katanya dia tegas kepada koruptor?
Preetlah... Kasus Sumber Waras bisa selamat sampai sekarang karena rezim belum berganti. Lihatlah para pengembang di Pulau Reklamasi berulangkali melanggar aturan dengan membangun padahal belum ada izin, tapi Ahok cuma koar-koar di depan liputan televisi dan ujung-ujungnya merasa jadi Pahlawan karena berhasil menambah pundi-pundi keuangan Pemda Jakarta lewat uang denda.
Ukuran ketegasan Pemimpin bukanlah kekasaran dan pamer bisa maki-maki di depan televisi. Karena kalau itu ukurannya, seharusnya Preman Medan yang jauh lebih layak jadi Gubernur Jakarta.
Tegas itu Alexis bisa tutup tanpa mengerahkan pasukan bersenjata. Tegas itu berani menyegel Pulau Reklamsi sampai pengemmbang ikut aturan main.
Kalau ketegasan hanya kepada ibu-ibu yang dituduhnya maling sampai menangis dan pemukiman rakyat miskin yang lemah digusur tidak bersisa, apa hebatnya?
Setelah itu ternyata terbukti Pemda Jakarta malah salah karena kalah dipengadilan, sialan...
Maaf, bagi saya Ahok adalah kisah kelam dimulainya perpecahan anak bangsa dan merajalelanya kasus SARA.
Apakah tidak ada yang bagus dari Ahok?
Pasti ada, karena semua orang memiliki nilai lebih dan ada nilai kekurangan. Tapi menggambarkannya sebagai pemikul salib yang akan menebus dosa rakyat Jakarta akibat lebih memilih Mas Anies dan Bang Sandi adalah tindakan kekanak-kanakan.
Dewasalah Mas Butet...!!!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews