Terorisme adalah tindak menyebar ketakutan. Ledakan bom teror di satu tempat bisa menyebarkan ketakutan ke seluruh dunia. Terorisme sudah setua sejarah peradaban manusia itu sendiri. Sekelompok orang memutuskan untuk melakukan kekerasan, karena tidak sepakat dengan pandangan umum.
Terorisme lahir dari paham radikal. Paham radikal adalah kesesatan berpikir tentang kemurnian sebuah ajaran. Ia melahirkan kebencian pada perbedaan paham. Ia memberikan mimpi penuh kebohongan terhadap orang-orang yang tak berpikir panjang.
Keduanya lahir dari kesesatan berpikir. Kemurnian di dunia hanya ilusi yang berbahaya bagi fakta keberagaman kehidupan. Sayangnya, paham ini begitu mudah memangsa orang-orang yang lemah berpikir.
Agama dan terorisme
Sudah sejak lama, terorisme terhubung ke agama. Di dalam agama, banyak orang berhati baik, namun lemah berpikir. Mereka mudah menjadi korban cuci otak. Mereka mudah ditipu dan dimanfaatkan oleh para pemecah belah dan politisi busuk.
[irp posts="15739" name="7 Cara Teroris dan Propagandais Melakukan Cuci Otak"]
Mengapa agama dengan mudah menjadi sarang teroris? Pengamatan singkat langsung menunjukkan, bahwa setiap agama mengajarkan kebaikan dan perdamaian. Namun, ada sesuatu yang terlupakan di sini.
Radikalisme dan terorisme adalah dampak samping dari pendidikan agama yang terbelakang. Keduanya bukanlah tujuan dari agama, tetapi efek samping yang tak disadari keberadaannya, dibiarkan berkembang dan, pada akhirnya, memakan korban jiwa. Ada dua ciri dasar dari pendidikan agama yang terbelakang.
Pendidikan agama yang terbelakang
Pertama, pendidikan agama yang terbelakang itu gila hormat. Guru dan pemuka agama dianggap utusan Tuhan yang tak dapat salah. Apapun yang mereka katakan adalah kebenaran mutlak yang harus ditelan mentah-mentah.
Jika dilakukan dengan pola gila hormat, walaupun mengajarkan kebaikan dan kedamaian, agama justru menyebar benih-benih radikalisme dan terorisme.
Dua, pendidikan agama yang terbelakang itu menafsirkan ajaran secara dangkal. Tradisi dan pandangan kuno dipuja layaknya kebenaran mutlak. Sejarah dan konteks dilupakan begitu saja, sehingga salah paham pun tercipta. Dengan pola ini, pendidikan agama, walaupun tak ada niat langsung, justru menyebar paham radikalisme dan terorisme.
Supaya tidak lagi melahirkan radikalisme dan terorisme, pendidikan agama harus menghindari dua hal tersebut. Ia harus bersifat terbuka pada perbedaan, didasarkan pada sikap kritis, serta pemahaman yang tepat tentang sejarah dan konteks sebuah ajaran.
Para pemuka agama pun harus menempuh proses pendidikan yang bermutu dan kontekstual. Tidak bisa sembarangan orang mengaku pemuka agama, lalu menyebarkan benih radikalisme dan terorisme seenaknya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews