Mengingat Para Pemaki yang Berkoloni dalam Partai

Sabtu, 12 Mei 2018 | 17:05 WIB
0
604
Mengingat Para Pemaki yang Berkoloni dalam Partai

Di era pemerintahan Jokowi adalah era kebebasan yang luar biasa. Kebebasan berpendapat, sampai kebebasan memaki-maki. Presiden yang diam dalam berkerja seolah tak terusik dengan hiruk pikuk makian yang ditujukan pada dirinya. Dari mulai tukang sendal, guru, politisi, ketua DPR, Profesor, dan seterusnya. Bukan cuma makian dan fitnah, PKI pun diminta ikut partisipasi untuk membangun stigma bahwa Jokowi sudah jadi PKI dalam usia 4 tahun.

Saya baru mereview video HRS yang komplet edisi makian, dari mulai polisi, jaksa, hakim, NU, Gusdur, Soekarno, semua kebagian jatah dimaki-maki manusia suci yang lari tak kembali karena kasusnya banyak ditangan polisi. FPI menjadi sarang manusia pemarah dan tanpa rasa bersalah semua dipaksa menyerah karena mereka merasa bahwa merekalah pengatur Indonesia dari segala arah.

HRS ternyata tidak sendiri, keberaniannya yang ternyata anomali dengan nyali karena ada yang membekingi. Lihat saja dalam pengasingannya selalu dikunjungi oleh tokoh satu mazhab dan bisa saja penyokong setianya. Dari mulai PS, AR, FZ, FH, dan seterusnya begitu semangatnya mengunjunginya di tempat pelarian. Dari sana jelas antara yang dikunjungi dan yang mengunjungi adalah sohib kental seperjuangan.

Era Jokowi adalah era pertarungan terbuka, sampai saking terbukanya kita bisa melihat isi kepala mereka yang selama ini dianggap baik-baik saja ternyata kebuasannya melebihi singa dan buaya. Kalau singa dan buaya makan apa saja, kalau golongan ini makan siapa saja. Dan mereka bangga dengan kelakuannya.

Memasuki era kedua Jokowi (insyaallah) meneruskan amanah pembangunan, kelakuan para buaya makin kelaparan kekuasaan dan semakin gila. Pasukan otak cekak makin tak berakhlak, budaya makian semakin dikuatkan dan berkelanjutan.

Kita mahfum dengan kondisi itu karena mereka cuma itu mampunya, hanya saja prilaku itu harus dihentikan segera sebelum negara ini menjadi negara kelas dua karena dihuni kelas manusia yang lupa Pancasila.

Kelompok para pemaki ini berkoloni dalam partai, simpatisan, dan cluster-cluster buatan dengan dokrin picisan. Kita harus jeli dan bereaksi pada setiap situasi yang mengarah kepada pengkondisian pemecahan dengan cara makian, harus kita lawan tidak didiamkan.

Ada pendapat untuk kita low profile style agar mereka sadar sendiri. Saya tidak setuju karena kalau dibiarkan semakin menjadi-jadi. Kita harus lawan, karena melawan orang sombongharus dengan sombong juga. Dan melawan orang sombong adalah sedekah.

Kelompok penista agama, negara dan Pancasila ini sudah jelas faktanya. Mereka musuh Indonesia, musuh Pancasila, juga musuh kita. Lawan, karena diam tak mengubah apa-apa, yang pasti mereka tambah gila merasa kelakuannya diterima.

Lihat saja AR baru memaki-maki Jokowi setelah itu minta ketemu. Kelakuan orang seperti ini menunjukkan siapa dia. Kalau munafik pasti, fasik bisa jadi, gila masih perlu diagnosa, stress mungkin saja. Yang pasti kita tidak boleh masuk pusaran permainannya.

***