Sulitnya Mencari Pengganti Jokowi

Rabu, 9 Mei 2018 | 19:28 WIB
0
462
Sulitnya Mencari Pengganti Jokowi

Memasuki tahun-tahun akhir tahap satu pemerintahannya, Jokowi makin kemilau saja prestasinya. Kinerjanya terukur dengan progress yang luar biasa yang tidak pernah dicapai oleh presiden sebelumnya, maaf bukan mengecilkan, tetapi itulah faktanya.

Hiruk pikuk makian dan pelecehan dari kaum pengiri yang tak berprestasi makin menjadi-jadi, dan lucunya makin kemari makin asal njeplak, semua salah Jokowi dan harus diganti, saking nafsunya sampai turun kelas jadi persekutor kotor. Hari buruh dijadikan ajang deklarasi calon presiden, curi start kata orang Medan, dan makin jelas kepanikannya serta keliatan bodohnya.

Sulit membayangkan hasil kerja yang signifikan era Jokowi bila kelak penggantinya yang tak sama, maka, akan kelihatan jelas bedanya. Ingat Jakarta, Ahok tak ada bukan cuma DP yang nol, nyaris semua jadi Nol besar, dan Prof serta anak mami pasangan gabener keliatan seperti orang kekurangan kalori moral. Bingung, plonga plongo.

Pilpres makin dekat, pikiran kita makin tercekat, siapa pendamping Jokowi selain yang seimbang harus juga yang siap melanjutkan. Jadi gawe besar kita adalah mencari wapres, kalau presiden sudah ada dan memang harus Jokowi jangan diganti.

Yang punya tagar ganti presiden itu cuma komedian kelas monasan, sampai buka bajupun sulit laku. Apa yang mau dijual, idenya pas-pasanan, bisanya cari-cari kesalahan, bicara ekonomi salah jalan, dia lupa buruhnya gak gajian. Teken kontrak politik dengan buruh, kontrak politik urusan bantaran kali Jakarta saja tak terlaksana.

Balai Kota yang dulu menjadi rumah rakyat sekarang tertutup rapat, dari hal kecil saja mereka menjauh dari rakyat, apalagi janji selangit yang bisa diharap. Kasian buruh dan suara rakyat mau diperalat, semoga saja kaum penerima janji belum terlambat dan cepat sadar bahwa janji-janji itu cuma sekelebat dan cuma maklumat.

Munculnya Jokowi jg membuka mata kita bahwa semua partai nyaris gagal berkontribusi dalam perpolitikan yang sebenarnya. Gemuruhnya cuma kalau pilkada mengumbar dana membeli suara, setelah itu senyap tak bisa kerja dan tiba-tiba kena OTT KPK. Kenapa? Sudah bisa ditebak karena semua perlu biaya maka muaranya uang negara jadi dupa, asapnya kemana-mana.

[irp posts="15154" name="Jejak Masyumi Kekinian, Para Tokoh Sisa yang Kontra Jokowi"]

Jokowi bukan kader PDIP yang sebenarnya, Jokowi harus masuk perahu PDIP karena memang harus ada kendaraan, bila saja menjadi presiden bisas melalui jalur independen maka Jokowi pasti dengan mudah menghabisi kader partai yang rata-rata cuma bisa bersuara tinggi tapi tak berisi. Jujur mana kader partai yang bisa dijagokan, tak usah presiden, jadi bupati saja kadang cuma menang gaya, suka belanja dan poya-poya.

Lihat saja  600 kabupaten kota, ada beberapa orang kepala daerah yang bisa kerja, masuk penjara iya. Ini akibat karena partai dibuat demikian rupa. Ketua DPP incerannya Gubernur, DPD Bupati, Ketum mimpinya jadi presiden. Bukan mikir bagaimana mengkader, kadang malah anak buah yang berpotensi dihabisi ketuanya sendiri karena dianggap berbahaya buat anak istrinya manakala mereka mau naik tahta.

Sulit dimengerti tapi inilah yang terjadi. Kebayang Jokowi, andai saatnya dia harus diganti, siapa orangnya, mampukah dia, jujurkah dia, adilkah dia, merakyatkah dia, semoga saat itu tiba, Indonesia telah punya putra bangsa yang digdaya sehingga tidak perlu loncat-loncat di atas kuda sambil pamer dada.

Indonesia terasa ada karena Jokowi kerja, kerja dan kerja. Kalau kelak gantinya cuma bisa retorika maka Indonesia pasti merana, oh Tuhan jangan sampai negeri ini Engkau bawa ke sana. Kirimkan kami pemimpin yang berkemampuan agar kebaikan ini berkelanjutan.

***