Membedah Persoalan Kemiskinan Kabupaten Magetan

Minggu, 25 Februari 2018 | 11:44 WIB
0
737
Membedah Persoalan Kemiskinan Kabupaten Magetan

Kemiskinan mungkin sudah ditakdirkan akrab dengan penduduk berprofesi petani, khususnya yang berstatus penggarap lahan. Upah minimal yang tidak dapat memenuhi kebutuhan harian, merupakan salah satu penyebabnya. Itulah yang terjadi di Kabupaten Magetan.

Data BPS Jatim menyebutkan, kenaikan garis kemiskinan di pedesaan lebih tinggi dibanding perkotaan. Pada periode September 2014 hingga Maret 2015 tercatat garis kemiskinan di pedesaan naik sebesar 6,49%.

Sementara di perkotaan naik 3,93%. Sepanjang periode September 2016 hingga Maret 2017 menurun 0,01%. Kabupaten Magetan termasuk penyumbang angka kemiskinan bagi Jatim. Sepanjang pada 2011 hingga 2016 angka kemiskinan di Magetan cenderung menurun.

Pada 2011 angka kemiskinan mencapai 75.044 jiwa (12,01%), pada 2012 sejumlah 71.600 jiwa (11,46%), 2013 sejumlah 76.000 jiwa (12,14%), 2014 sejumlah 73,970 jiwa (11,80%), 2015 sejumlah 71.160 jiwa (11,35%), dan pada 2016 sejumlah 69.240 jiwa (11,03%).

Sementara dalam hitungan keluarga pra-sejahtera, hasil survei 2010 menunjukkan, sebanyak 24.641 keluarga, 2011 sebanyak 23.754 keluarga, 2012 sebanyak 27.026 keluarga, 2013 sebanyak 24.750 keluarga, dan 2014 sebanyak 25.740 keluarga.

Ironisnya dari 18 kecamatan di Magetan, data BPS Jatim menegaskan 12 kecamatan memiliki keluarga miskin tertinggi  pada 2011 hingga 2014. Data terungkap, pada 2014 menunjukkan Kecamatan Panekan memiliki keluarga miskin sebanyak 3.446 keluarga;

Karas 2.954 keluarga, Sidorejo 2.133 keluarga, Takeran 1.777 keluarga, Kawedanan 1.761 keluarga, Bendo 1.492 keluarga, Ngariboyo 1.418 keluarga, Lambeyan 1.413 keluarga, Poncol 1.377 keluarga, Maospati 1.281 keluarga, dan Kartoharjo 1.032 keluarga.

Dari banyaknya kecamatan yang memiliki keluarga miskin atau pra-sejahtera tersebut, hal itu secara eksplisit membuktikan selama ini penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Magetan tidak berlangsung secara tepat.

“Kesalahan itu membuat angka kemiskinan di 12 kesamatan tetap mayoritas,” ungkap Ketua Asosiasi Pengusaha Energi Mineral (APEM) Kalimantan Suyatni Priasmoro yang kini maju sebagai Calon Bupati Magetan pada Pilkada Magetan 2018 ini.

Pengusaha dari Desa Nglopang, Kecamatan Parang, Magetan itu maju pada Pilkada Magetan 2018 bersama Nur Wahid sebagai Calon Wakil Bupati Magetan. Paslon ini bersaing dengan  Miratul Mukminin (Gus Amik) – Joko Suyono, dan Prawoto – Nanik Endang Rusminiarti.

Dengan luas wilayah Magetan sebesar 68.885 ha yang terbagi 28.250 ha atas tanah sawah, pertanian bukan sawah 16,916 ha, dan bukan pertanian 23,719 ha, “Jadi secara matematika menunjukkan angka kemiskinan di Magetan disumbangkan oleh keluarga petani.”

Data BPS itu, tak dipungkiri, sangat kontroversi jika dibandingkan dengan hasil komoditas tanaman bahan makanan, utamanya padi. Hasil panen tahun  2016 menunjukan terjadinya kenaikan signifikan sebesar 8,70% dari tahun 2015.

Hasil panen pada 2016 sebanyak 3.370.713 kw, sementara pada 2015 sebesar 3.101.112 kw. Kenaikan produksi padi itu diikuti produksi ubi kayu, jagung, dan kacang tanah. Sementara ubi jalar, kedelai, dan kacang hijau pada 2016 mengalami penurunan dibandingkan 2015.

Sedangkan tiga jenis buah-buahan yang banyak dihasilkan adalah jeruk besar (176.507 kw), mangga (62.730 kw), dan pisang (49.637 kw). Begitu pula sayur-sayuran, antara lain kubis (299.140 kw), wortel (194.300 kw), dan bawang daun (91.720 kw).

Peningkatan itu diikuti hasil ternak besar. Populasi ternak sapi mengalami kenaikan sebesar 2,36% pada 2016 dibanding tahun sebelumnya. Tapi, kategori ternak kecil, seperti kambing mengalami penurunan 8,07%. Populasi ternak unggas yang mengalami peningkatan adalah itik, mentok, kelinci, dan ayam potong.

“Membandingkan data BPS tentang angka kemiskinan dengan hasil komoditas pertanian ini, saya yakin ada permasalahan mendasar terkait penduduk Magetan yang berstatus petani,” ujar cabup yang akrab dipanggil Kang Suyat itu.

“Di saat hasil keringatnya meningkat, ternyata para petaninya tetap miskin. Permasalahan ini saatnya diselesaikan secara cepat dan tepat,” lanjut Alumni Jurusan Hukum Tata Negara FH Universitas Widya Gama Malang (2006) ini.

Satu-satunya solusi untuk menurunkan angka kemiskinan dengan mendongkrak taraf hidup keluarga petani sebagai keluarga sejahtera, diawali dengan memanfaatkan Pilkada Magetan 2018 untuk memilih cabup yang cerdas, memiliki visioner yang tegas dalam membangun kesejahteraan masyarakat Magetan.

Karena itu, Kang Suyat berharap, masyarakat Magetan sudah saatnya bersikap cerdas dalam memanfaatkan hak pilihnya dalam pesta demokrasi Pilkada Magetan 2018 ini. Salah satunya dengan bersikap realitas dalam menilai seorang cabup yang diusung parpol.

“Hanya memilih cabup yang sudah membuktikan empatinya dalam membantu masyarakat menyelesaikan kekurangannya di bidang ekonomi. Untuk mengetahui cabup itu  memiliki empati pada masyarakat sekitarnya dan memiliki visinoner yang jelas,” tegas Kang Suyat.

Cukup melakukan check sound saja pada warga desa asal cabupnya. Demikian pula sepak terjangnya di masyarakat. “Insya Allah masyarakat langsung memiliki penilaian sosok cabup yang layak dipilih dan dicoblos,” katanya.

Sebagai catatan, Kang Suyat sejak tiga tahun lalu mengajak para pemilik lahan menganggur di sekitar Magetan untuk menanam pohon sengon dengan pemodalan yang dikucurkannya. Sebuah kesepakatan untuk mendongkrak perekonomian keluarga.

Di luar resep sederhana tadi, menurut Kang Suyat, urusan layanan pendidikan dan kesehatan harus mendapat sentuhan utama, karena kedua sektor di bidang sumber daya manusia (SDM) itu akan menjadi kunci keberhasilan membangun.

Selain itu, Pemerintah Kabupaten saatnya membatasi atau mengurangi jumlah atau rencana aksi yang berjibun dengan menggeser ke arah penajaman dan sinkronisasi serta sinergisitas antarlembaga terhadap program prioritas.

”Jangan semua sektor hendak dikejar, hasilnya belum tentu optimal. Dipilih satu atau dua sektor prioritas, yang sekiranya mampu dikembangkan sebagai lokomotif penarik gerbong perekonomian daerah,” kata Kang Suyat.

Sebanyak 71.200 warga (11,35%) dari 650.000 penduduk yang tersebar di 18 kecamatan dalam data Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Magetan masuk kategori miskin.

Kondisi itu bergeming sejak sensus 2015 yang diselenggarakan BPS Magetan. Ini sebuah kondisi yang berbanding terbalik dengan hasil panen padi masyarakat lereng Gunung Lawu pada 2016 sebanyak 3.370.713 kw (naik 8,70%) dari produksi 2015 sebesar 3.101.112 kw.

Sebuah fakta yang membuktikan terdapatnya sebuah masalah serius terkait kesejahteraan penduduk, yang tak mampu diselesaikan oleh Bupati Magetan Drs. H. KRA Sumantri Noto Adinagoro, MM, selama dua periode pemerintahannya.

Kondisi itu tak akan berubah jika warga Magetan salah memilih pasangan bupati dan wakil bupati pada Pilkada 2018 mendatang. Tidak demikian, saat masyarakat Magetan memilih cabup hanya berdasar pada popularitasnya sebagai birokrat, politisi, atau pengusaha.

Mengutip pendapat ulama budayawan Emha Ainun Najib alias Cak Nun, saat masyarakat sebuah daerah memilih kepala daerahnya berdasar pada kepopulerannya, maka sebuah perbaikan terhadap kesejahteraan masyarakat pemilihnya peluangnya kecil terjadi.

Ini karena kepopuleran seseorang dapat dibentuk oleh media dengan memasang iklan atau advetorial. “Pemimpin daerah yang dipilih lantaran kepopulerannya, biasanya setelah menjabat akan lupa dengan rakyat yang memilihnya,” kata Cak Nun.

Pemimpin model ini biasanya sibuk membalikkan modal untuk menjadi kepala daerah. “Saat modalnya balik tetap lupa pada rakyat, karena sibuk menambah keuntungan mumpung masih menjabat,” lanjut pria kelahiran Jombang ini.

Karena itu, Cak Nun menegaskan, bahwa semua rakyat saatnya menggunakan hak pilihnya dengan cerdas dan tepat. Pilih kepala daerah yang memiliki latar belakang berempati pada rakyat, dengan tolok ukur sepak terjang sebelumnya walau bukan pejabat daerah.

Calon kepala daerah yang belum memiliki catatan kebaikan pada rakyat, hendaknya tak usah dicoblos. Beri kesempatan para calon-calon tersebut untuk menunjukkan rasa kasihnya pada rakyat dulu, baru pada Pilkada 2024 dipertimbangkan untuk dicoblos atau tidak dicoblos lagi.

Jika menilik kriteria yang diajukan Cak Nun, tentu saja rekam jejak digital cabup – cawabup Magetan itu bisa ditelusur. Miratul Mukminin alias Gus Amik – Joko Suyono adalah paslon yang diusung PDIP, Golkar, Gerindra, PAN, dan PKS.

Gus Amik adalah adik kandung Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Ketua Majelis Pimpinan Pusat Pesantren Sabilil Muttaqien. Ia mantan Anggota DPRD Jatim dan mantan Wakil Bupati serta Plt Bupati Magetan.

Penunjukan ini menindaklanjuti Surat Menteri Dalam Negeri Ad Interim yang menonaktifkan Bupati Magetan Saleh Mulyono. Gubernur Imam Utomo berharap Gus Amik tidak membuat kebijakan yang meresahkan masyarakat.

Saleh Mulyono disidik sebagai tersangka kasus korupsi dana pembangunan gedung DPRD dan Gelanggang Olah Raga Ki Mageti Magetan dengan kerugian negara mencapai Rp 7,5 miliar. Saat itu, Agustus 2007, Gus Amik menjadi Wabup Magetan.

Sedangkan Joko Suyono adalah Ketua DPC PDIP Magetan yang sebelum pencalonan pada Pilkada Magetan 2018 menjabat Ketua DPRD Magetan. Tidak ada catatan yang menonjol soal kiprah politik Joko Suyono selama ini.

Paslon kedua adalah Suprawoto – Nanik Endang Rusminiarti yang diusung Partai Demokrat dan PPP. Nama Suprawoto hanya dikenal sebagai pensiunan Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Sekjen Kemenkominfo).

“Dari sekian putra daerah yang kita pilih, Mas Suprawoto ini yang memiliki riwayat jabatan terbersih. Setelah sekian kali didorong-dorong, bukan membujuk, Mas Suprawoto akhirnya bersedia,” ujar Komjen Purn. Suparni Parto.

Pensiunan Pati Polri itu ditunjuk sebagai Ketua Tim Pemenangan “Pronas”, sebutan paslon Suprawoto – Nanik Endang Rusminiarti itu. Mengutip Tribunjatim.com, cawabup pasangan Suprawoto ini adalah istri Bupati Magetan Sumantri Noto Adinagoro.

Suprawoto yang saat ini masih aktif mengabdikan diri menjadi Widyaiswara Utama Pusdiklat Kemenkominfo ini, berjanji jika nanti dipercaya warga masyarakat Magetan sebagai bupati, akan menyerahkan gajinya untuk Magetan.

Seperti halnya Suprawoto, Suyatno Priasmoro alias Kang Suyat yang berpasangan dengan Nur Wahid, adalah seorang perantau juga. Bedanya, kalau Suprawoto di DKI Jakarta, Kang Suyat merantau di Samarinda, Kalimantan Timur.

Sudah cukup banyak jejak digital yang menulis kiprah Kang Suyat untuk tanah kelahirannya Magetan itu. Sebagai pengusaha, sumbangsihnya untuk beberapa wilayah di sekitar Magetan pun tercatat dalam jejak digital, meski sebelumnya namanya nyaris tak dikenal.

Akan halnya Nur Wahid yang menjadi cawabupnya, selama ini dikenal sebagai polisi PKB yang menjadi anggota DPRD Magetan. Di sini ia menjabat sebagai Ketua Komisi C DPRD Magetan. Mereka diusung PKB dan Nasdem pada Pilkada Magetan 2018.

***

Editor: Pepih Nugraha