“Rebound” Banteng pada Pilkada Jatim 2018

Sabtu, 13 Januari 2018 | 13:12 WIB
0
492
“Rebound” Banteng pada Pilkada Jatim 2018

Menjelang berakhirnya waktu pendaftaran para bakal pasangan calon pada Pilkada Jatim 2018, PDIP membuat langkah-langkah strategis. Langkah cerdik PDIP tak ubahnya menjadi sebuah rebound atas kemungkinan kekalahan di Pilkada Jabar 2018.

Menjelang detik-detik akhir masa pendaftaran para bakal pasangan calon pada Pilkada Serentak 2018 ini, PDIP membuat sejumlah terobosan. Di Sumut, PDIP tetap mengusung pasangan Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Sitorus setelah negosiasi alot dengan PPP.

PDIP pun lolos dari lubang jarum; berhasil mengirimkan wakilnya pada gelaran Pilkada Sumut 2018. Di Jateng, PDIP dengan kecerdikannya juga berhasil menggandengkan petahana Ganjar Pranowo dengan putera Kiai Kharismatik Mbah Maimoen Zubair: Taj Yasin Maimoen Zubair.

Pasangan yang kemudian menjadi magnet bagi sejumlah parpol untuk mendekat dan bergabung dalam koalisi besar melawan paslon Sudirman Said – Ida Fauziah yang diusung Partai Gerindra, PKS, PAN, dan PKB.

Menariknya, di Pilkada Jatim 2018, PDIP lagi-lagi membuat langkah cerdik dan taktis. Langkah yang sekaligus bisa dikatakan rebound atas permasalahan mundurnya Abdullah Azwar Anas akibat maraknya isu foto syur.

Meski diputuskan ketika detik-detik terakhir ini, ditugaskanlah Puti Pramathana Puspa Seruni Paundrianagari Guntur Soekarnoputri, yang dikenal dengan panggilan Puti Guntur Soekarno, sebagai bacawagub Jatim mendampingi Saifullah Yusuf (Gus Ipul).

[irp posts="8071" name="Sulitnya Koalisi Reuni" Mengulang Sukses Pilkada DKI di Jawa Timur"]

Dengan menyandang nama besar keluarga besar Proklamator RI Soekarno (Bung Karno), ibu 2 anak ini dipandang bisa menjadi solusi untuk rebound bagi “kemenangan” PDIP di Jatim. Nama besar Soekarno dirasa dapat menjadi magnet untuk meraup suara pemilih di Jatim.

Contoh nyata terdekat adalah bergabungnya Partai Gerindra ke dalam bakal paslon ini pasca – diumumkan. Lantas yang menjadi pertanyaan: mengapa PDIP begitu ngotot untuk menang di Jatim, hingga “menurunkan” trah Soekarno untuk mengikuti Pilkada di provinsi paling timur pulau Jawa ini? Benarkah Jatim punya nilai strategis?

Pundi-pundi suara

Tentu saja alasan utama PDIP adalah Jatim merupakan salah satu pundi-pundi suara. Setelah mengalami kekalahan telak di dua Pilkada Provinsi di pulau Jawa: DKI Jakarta dan Banten, PDIP tentu perlu memulihkan kedigdayaannya di pulau Jawa.

Jateng bagi PDIP mungkin merupakan Provinsi yang paling aman untuk menjaga pundi-pundi suara. Maklum, provinsi ini, selain Bali, terkenal sebagai “kandang banteng”. Sementara, untuk  Jabar, dengan lepasnya “buruan utama”, Ridwan Kamil, mau tidak mau membuat PDIP harus “setengah” melepaskan provinsi ini sebagai pundi-pundi suara.

Penugasan TB Hasanuddin – Anton Charliyan sebagai bacagub dan bacawagub pun terkesan untuk sekadar mengikuti kontestasi dan berharap dapat mencuri suara sebanyak-banyaknya. Sebab, di atas kertas, berat rasanya bagi bakal pasangan calon ini bisa menang di Pilkada Jabar.

Bersaing dengan bakal paslon Kang Emil – Uu; 2 DM (Deddy Mizwar – Dedi Mulyadi); dan Sudrajat – Syaikhu, membuat duet TB – Anton ini hanya berharap keajaiban saja untuk tidak menempati posisi juru kunci pada rekapitulasi hasil pemungutan suara Pilkada Jabar 2018 ini.

Ironi, karena PDIP adalah parpol peraih suara terbanyak di Jabar jika mengacu pada hasil Pileg 2014 lalu. Hasil yang dapat mengantarkan 20 orang wakil PDIP untuk menduduki kursi DPRD Provinsi Jabar dan bisa mengusung bakal paslon sendiri pada penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018; tanpa harus bersusah payah berkoalisi dengan parpol lainnya.

Jika demikian, mau tidak mau PDIP harus bisa merebut Jatim untuk menjaga hegemoni PDIP di pulau Jawa. Langkah ini termasuk cerdik dan agak nekad, karena PDIP di Jatim hanyalah menjadi parpol peraih suara terbanyak kedua, di bawah PKB.

Namun, dengan pos bacawagub atau cawagub atau wagub nantinya, setidaknya PDIP masih bisa memainkan pengaruhnya di Jatim. Selain itu, jumlah suara pemilih di Jatim cukup signifikan. Ada 30.963.073 suara yang bakal diperebutkan tentu saja menggoda parpol mana pun untuk menguasainya.

Bayangkan, menguasai mayoritas dari suara di Jatim dan ditambah dengan 27.409.316 suara dari Jateng, meski tidak sepenuhnya, akan membuat PDIP menjadi superior di pulau Jawa. Untuk dua provinsi ini akan menjadi lumbung suara utama PDIP di pulau Jawa, jika keduanya bisa menang melalui Pilkada.

Jumlah suara pemilih dari kedua provinsi tersebut jauh mengungguli jumlah suara pemilih DKI Jakarta, Banten, Jabar, dan DIY sekaligus jika digabung, 58,3 juta suara pemilih dibandingkan dengan lebih-kurang 50,5 juta suara. Menggiurkan bukan?

Menyadari potensi inilah akhirnya PDIP melakukan langkah drastis. Mengutus Puti Guntur Soekarno untuk bertarung pada Pilkada Jatim mendampingi Gus Ipul. Sebagai konsekuensinya, PDIP akan all out pada Pilkada Jatim 2018 nanti.

Jago mereka harus menang, untuk menegakkan hegemoni PDIP di pulau Jawa, menjaga nama besar Soekarno, sekaligus menyiapkan pundi-pundi suara untuk menghadapi Pileg dan Pilpres 2019 mendatang.

Tampaknya PDIP cukup jeli dan akan berhasil dalam pertaruhannya ini. Nama besar Soekarno masih bisa mencuri perhatian rakyat Jatim, setidaknya di kawasan Mataraman. Jika demikian adanya, kompetitor mereka: bakal paslon Khofifah Indar Parawansa – Emil Elistianto Dardak pasti akan semakin kelabakan untuk memenangkan Pilkada Jatim 2018.

Dardak-effect yang tidak memiliki dampak positif untuk meraup suara di kawasan Mataraman, juga menjadi “kartu mati” ketika harus berebut suara kalangan millennial dan perempuan. Sebab, masuknya trah Soekarno yang masih muda dan menawan ini pasti juga bisa mencuri hati para pemilih dari kalangan tersebut.

Style Puti yang masih muda dan santai, adalah khas emak-emak millennia, akan mampu menyaingi kesohoran istri Emil Dardak: Arumi Bachsin, yang terkenal sebagai salah seorang selebritis nasional.

Paket all in one yang dimiliki Puti inilah yang dirasa dapat menjadi kunci untuk memenangkan pasangan Gus Ipul – Puti. Sisanya, biarlah diurus Gus Ipul dengan pertarungan di dalam internal NU melawan Khofifah sekaligus menyematkan pertarungan tanpa henti bagi mereka berdua.

Harus diakui, inilah bagian dari kecerdikan PDIP di Jatim. Rebound cepat mereka pasca kasus Azwar Anas dengan foto syur-nya sudah menunjukkan tanda-tanda positif. Tinggal bagaimana PDIP dan PKB tetap merawat kemungkinan kemenangan pada Pilkada Jatim ini dengan sebaik mungkin bersama dengan PKS dan Gerindra hingga hari pemungutan suara mendatang.

Karena Jawa adalah kunci, begitu yang disampaikan Ketua CC PKI, DN Aidit. PDIP menyadari ini dan dengan cerdik mulai menancapkan kukunya untuk menciptakan hegemoni “kandang banteng di pulau Jawa”! Masa depan kan belum pasti. Mereka mau jual apaan kalau sesuatu itu belum pasti?

***

Editor: Pepih Nugraha