Naturalisasi Santa

Selasa, 19 Desember 2017 | 09:29 WIB
0
501
Naturalisasi Santa

Saya masih ingat benar bagaimana tahun lalu di Tunjungan Plaza Surabaya ada kejadian sweeping pemakai baju Santa di mall-mall setempat. Hal yang sama muka beringas selalu ditampilkan mereka saat di bulan Ramadhan bila ada orang-orang yang berjualan makanan yang dianggap bisa menggoda keimanan mereka dalam hal menjaga nafsu perut yang begitu rentan terhadap godaan setan kelas warung tegal pinggir jalan.

Urusan nafsu dia yang punya tapi kita yang harus menjaganya, sampai birahi kelas kandang kambing yang dilakukan idolanyapun kita yang disalahkan. Sosok banci melarikan diri, terus mengancam berkali-kali dari tempat dia mengungsi, tapi tetap tak pernah kembali, mendudukkan diri kesayangan dan pembela illahi tapi dikejar polisi saja dia lari tak berani pulang lagi.

Sosok FPI, kehadirannya atas sebuah prakarsa, di-design oleh nafsu berkuasa yang menggila, sebuah anarkisme berselimut agama yang dijadikan anak kandung dengan prilaku brutal di tengah-tengah psikologi rentannya moral. Pelaku politik yang selalu salah gaya tapi tidak merasa bahwa perilakunya adalah akumulasi yang terakomodasi dari sebuah pembenaran proses penghancuran akhlak dan moral, unsur penguatan kebenaran dalam dirinya terabaikan cuma karena mengejar kekuasaan, kedudukan dan kekayaan.

Gelap mata batin dibajui kalimat prihatin yang tak pernah "membatin", padahal secara kasat mata mereka menyalakkan peran hatinya bak anjing gila mengigit siapa saja dengan cara apa saja asal bisa berkuasa. Fenomena ini akan terus berlanjut sampai tujuan merampas sebuah kekuasaan bisa didapatkan. Dan sekarang aroma itu sudah kita rasakan makin memuakkan.

Calon-calon yang tak berkemampuan didorong untuk meraih tujuan. Jakarta dengan pasangan Gubernur lucu-lucuan makin menjengkelkan. Mulanya strategi komedian ini saya pikir beneran hanya untuk mengalihkan perhatian atas janji-janji yang tidak bakalan diwujudkan, tapi makin kemari makin kelihatan kayaknya, memang bloon beneran tak berkemampuan.

[irp posts="1882" name="Ke Pasangan Manapun FPI Jatuhkan Dukungan, Tetap Menarik Perhatian"]

Hampir setiap hari dagelan, yang diserang cuma mantan-mantan dengan rekam jejak brilian, bahkan test case membuat anggaran sudah berantakan, tim penganggar yang 74 orang hanya memasukkan budget penggelembungan tak jelas tujuan, Sutiyoso dijadikan konsultan, salah satu mantan yang tak jelas dan membuat Jakarta berantakan, dari sana kita tau bahwa membuat rencana ke depan saja dia tak paham.

Inilah pasangan Gubernur yang dipaksa menjabat dengan cara bantuan setan, manakala diminta kerja mereka berdua cuma memberi harapan tanpa ada kejelasan, semua janji kampanye cuma bisa dijadikan meme murahan. Bahkan sekarang mulai menjilat ludah meneruskan rencana kerja Basuki Tjahaja Purnama yang brilian.

Sayang natularisasi dijadikan istilah untuk melakukan penggusuran, dan jadilah tambahan di Kamus Besar Bahasa Indonesia sebuah tambahan kata bahwa sungai bisa diputihkan.

Kalau kelas beginian saja dia tak paham mana mungkin bisa dia kerjakan pekerjaan yang bermanfaat secara akurat. Inilah kalau rakyat diperalat, agama dinista, masjid dijadikan candaan untuk sekedar dijadikan alat penekanan.

Strategi ini membuat mereka unjuk gigi, semua kita tau Gerindra, PKS, FPI dan HTI bahu membahu untuk meraih prestasi ini. Jangan ditanya apakah mereka merasa bersalah, jangan berharap. Bahkan andai saja Jakarta tenggelam mereka hanya menyiapkan perahu untuk penyelamatan, rakyat tetap ditinggal tenggelam dalam kesendirian berselimut kesedihan.

Hari-hari ini ada kelakuan lucu-lucuan, sejak kapan FPI menjadi pengawal Natalan. Ibarat singa dengan mulut menganga sekarang jadi kambing atawa seolah ramah tapi kelihatan jadi murah. Mampu mengerahkan 7 juta orang demo bertujuan makar, tiba-tiba berkelakar jadi pengawal.

Ya ini zaman Naturalisasi, Sungai, Natal ditawari, mungkin sekalian paketan sehingga FPI juga dinaturalisasi tapi jangan, termasuk HTI, karena mereka bukan kawan kita lagi, mereka sudah menjadi musuh kita bersama, musuh NKRI dan Pancasila.

[irp posts="116" name="FPI di Pusaran Pilkada DKI"]

FPI pun harusnya sekalian difusokan agar tidak menjadikan Natal sebagai kendaraan domplengan seolah mereka ramah dan mau baikan, padahal kelakuannya memuakkan. Tidak ada kejadian yang dadakan karena akhlak adalah output proses didikan, bukan sulapan semalaman.

Jadi lupakan tawaran FPI mengawal Natalan karena kelak kejadian itu akan dijadikan alasan untuk mereka jadikan alasan bahwa mereka toleran dalam keberagaman, namun sejatinya akhlaknya tetap saja 212.

Selamat Natal bersama, tapi tak usahlah dikawal mereka, karena sejatinya Indonesia menjamin kita bebas beragama apa saja asal tidak mengganggu tetangga. Apalagi meminta Santa mengganti bajunya sebagai imbal balik karena naturalisasi Santa segera terlaksana dengan baju gamis berjenggot merah menyala.

Bernatalah di tempat sakral tidak usah ikut-ikutan tawaf di Monas, walau beribadah bisa di mana saja, tapi kesan ria dan mengada-ngada harus sudah kita tinggalkan dan tidak ada.

***