Unsur Pendidikan Jatim Harus Netral dalam Hadapi Pilkada Jatim 2018

Selasa, 12 Desember 2017 | 15:20 WIB
0
356
Unsur Pendidikan Jatim Harus Netral dalam Hadapi Pilkada Jatim 2018

Unsur pendidikan di Jawa Timur harus tetap bersikap netral ketika menghadapi gelaran Pilkada Jatim 2018 mendatang. Unsur pendidikan yang dimaksud di sini khususnya kepada para tenaga kependidikan, baik yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun yang bukan.

“Baik yang berkecimpung pada instansi pendidikan negeri maupun swasta,” tegas Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jatim DR. Saiful Rachman, MPd, kepada PepNews.com. Penegasan tersebut menjadi masuk akal, mengingat potensi unsur pendidikan di Jatim cukup menggoda, bisa digarap secara serius sebagai tambang suara pada Pilkada Jatim 2018.

Itu baru dari segi tenaga kependidikan yang tersebut mulai tingkat PAUD hingga jenjang SMA-SMK-MA. Belum lagi tenaga kependidikan tingkat sekolah tinggi/universitas/institut/akademi yang tersebar di wilayah Provinsi Jawa Timur.

Unsur pendidikan lain yang menyimpan potensi suara adalah para siswa pada tingkat SMA-SMK-MA yang sudah memiliki hak pilih serta para mahasiswa dan mahasiswi. Itu masih harus ditambah dengan stakeholders pendidikan, seperti para pengurus dan anggota Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah; juga petugas keamanan dan kebersihan di masing-masing sekolah.

“Sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, para tenaga kependidikan, terutama yang berstatus ASN harus bersikap netral di dalam gelaran Pilkada Jatim dan tidak berpartisipasi aktif dalam tahapan Pilkada Jatim,” lanjut Saiful Rachman.

Kecuali ketika menyalurkan hak pilihnya pada bilik suara pada hari pemungutan suara; dan tugas lainnya yang tidak melanggar peraturan, “Semisal memfasilitasi pelaksanaan sosialisasi Pilkada Jatim yang diselenggarakan oleh KPU,” tegas Saiful Rachman.

Di luar yang telah disebutkan tadi, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jatim itu juga menegaskan bahwa seluruh sekolah yang ada di wilayah Jatim tidak boleh menjadi sarana kampanye para pasangan calon secara terang-terangan maupun “terselubung”.

Penegasan ini berlaku kepada semua institusi sekolah, tidak peduli sekolah itu berstatus negeri ataupun swasta. “Aturannya kan tegas seperti itu, sekolah merupakan salah satu sarana umum yang dilarang untuk dijadikan sarana kampanye,” tukasnya.

Untuk itu pula, Saiful Rachman meminta kepada seluruh Kepala Dinas Pendidikan Daerah di Kabupaten dan Kota di Jatim bisa bersikap tegas mengenai aturan ini. Meski mungkin kepala daerah yang sedang menjabat di kabupaten-kota itu menjadi salah satu pasangan calonnya.

Jadi, meskipun pasangan calon itu adalah pimpinan kepala dinas tersebut sehari-hari, ketegasan untuk tidak memanfaatkan seluruh unsur pendidikan di wilayahnya harus dilakukan. “Aturan ya tetap aturan. Ikuti saja dengan baik dan jalankan dengan tegas. Kami akan selalu memantaunya!” tegas Saiful Rachman.

Guru menjadi ujung tombak untuk meningkatkan kualitas mutu pendidikan di Jatim. Apalagi, sebaran para guru sudah mencapai pelosok 38 wilayah kota/kabupaten di Jatim. Potensi guru dan segara fasilitas infrastruktur penunjangnya tentunya sangat diperlukan.

Data Biro Pusat Statistik (BPS) Jatim mencatat, jumlah guru TK (2017) se-Jatim mencapai 69.089 orang untuk sejumlah sekolah TK 18.173 unit dengan murid TK sebanyak 1.069.297 siswa. Sedangkan jumlah guru SD se-Jatim mencapai 217.693 orang.

Jumlah itu untuk sekolah 19.533 unit dengan murid SD sebanyak 3.170.002 siswa. Untuk guru SMP se-Jatim jumlahnya mencapai 98.131 orang untuk sekolah 4.606 unit. Muridnya 1.223.632 siswa. Sedangkan jumlah guru SMK se-Jatim 68.336 orang.

Sekolah SMK mencapai 1.975 unit dengan murid mencapai 701.029 siswa. Sedangkan untuk guru SMA, hingga kini tercatat sebanyak 40.365 orang dari sekolah sebanyak 1.426 unit dengan murid sebanyak 482 309 siswa (data terakhir pada 2014/2015).

Potensial

Potensi tenaga kependidikan di Jatim yang luar biasa itu setiap kali menjelang Pilkada, beberapa bakal calon kepala daerah selalu meminta kepada guru-guru untuk membantu sosialisasi visi dan misi balon tersebut. Ingat, satu guru itu bisa mendulang 100 suara.

Melihat data BPS Jatim yang mencatat jumlah guru di Jatim di atas, potensi guru yang begitu besarnya itu tidak bisa diremehkan begitu saja. Karena, mereka tidak mengenal dengan istilah pembagian wilayah Tapalkuda, Pendalungan, atau Mataraman lagi.

Menurut DR Sugeng Harianto, potensi besar tenaga kependidikan seperti guru untuk mendulang suara saat Pilkada Jatim 2018 tersebut sangat tergantung pada apakah masing-masing pasangan calon menggunakan pengaruhnya atau tidak.

“Secara teoritik, paslon yang mempunyai sumberdaya dapat menggunakan sumberdayanya untuk mempengaruhi guru agar memilih dirinya,” ungkap dosen Fakultas Ilmu Sosial & Hukum Universitas Negeri Surabaya (FISH UNESA) itu

Pendidikan, lanjut Sugeng Harianto, merupakan sektor pembangunan yang paling strategis untuk menciptakan SDM yang berkualitas ke depannya. “Oleh karena itu Jatim membutuhkan seorang pemimpin yang mempunyai visi misi tujuan dan sasaran strategis yang jelas,” katanya.

“Salah satunya adalah komitmen anggaran, terutama untuk maayarakat strata sosial bawah. Dan, pendidikan merupakan insttumen penting untuk memutus mata rantai kemiskinan,” ujar Sugeng Harianto kepada Pepnews.com.

Ia menambahkan, untuk potensi guru dimobilisasi memilih salah satu paslon tidak semudah seperti dulu. Urusan pendidikan SMA dan SMK menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Jatim, sementara  PAUD, TK, SD, SMP menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota.

Oleh sebab itu, beberapa waktu lalu terjadi perebutan kewenangan untuk urusan pengelolaan SMA dan SMK. “Saya tidak menduga bahwa perebutan itu dilatarbelakangi potensi suara guru yang besar,” lanjut Sugeng Harianto.

Kedua, Sugeng Harianto mengingatkan, masyarakat yang serba transparan sulit melakukan mobilisasi. Karena, “Resiko sangat tinggi,” ungkapnya. Jadi jelas, jika melihat potensi suara guru, tentunya paslon harus piawai dalam merebut suaranya.

Selain potensi guru, paslon yang punya akses di kalangan birokrat tentunya juga berpeluang mendulang suara pegawai negeri sipil (PNS). Karena, seperti guru, mereka ini tidak melihat pembagian wilayah seperti Tapalkuda, Pendalungan, atau Mataraman.

Ingat, Pilkada Jatim 2018 nanti bukanlah ajang pencarian bakat seperti Indonesian Idol atau Indonesia Mencari Bakat seperti yang ditayangkan oleh stasiun televisi swasta. Popularitas bukanlah modal untuk menjadi pemimpin Jatim masa mendatang.

Tidak ada salahnya, untuk kedua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang sudah siap bertarung pada Pilkada Jatim 2018 mendatang belajar pada Gubernur Soekarwo bagaimana dia menata birokrasi dan mendulang suara saat dua pilkada sebelumnya.

***