Penjara Akan Penuh Jika Setya Novanto Laporkan Semua Pembuat Meme

Selasa, 7 November 2017 | 20:36 WIB
0
542
Penjara Akan Penuh Jika Setya Novanto Laporkan Semua Pembuat Meme

Ketua DPR RI Setya Novanto melaporkan pemilik akun media sosial yang menyebarkan meme dirinya ke Bareskrim Polri. Meme soal Setnov, begitu ia kerap disapa media, banyak beredar ketika dirinya menang saat sidang praperadilan kasus dugaan korupsi megaproyek KTP Elektronik.

Meme ini dibuat sebagai bentuk sindiran akan “sakti”-nya Setnov yang selalu bisa keluar dari jerat hukum. Sampai-sampai Kompas.com menulis headline, “Beragam Kasus Belum Bisa Jerat Setya Novanto, Masih ‘The Untouchable’?

Sebut saja kasus hak tagih piutang Bank Bali tahun 2001. Nama Setnov disebut-sebut dalam sidang kasus yang merugikan negara hampir 1 Trilliun. Terus kasus penyelundupan beras Vietnam 60.000 ton. Setnov dikaitkan juga dengan kasus tersebut, namun hanya diperiksa sekali oleh Kejaksaan Agung. Setelahnya hilang bagai tak pernah terjadi apa-apa.

Ada juga kasus suap pembangunan venue PON di Riau tahun 2012 silam yang menyeret mantan gubernur Riau sekaligus politisi, Rusli Zainal. KPK cuma bisa sampai tahap penggeledahan ruangan Setnov.

Belum lagi saat nama Setnov yang disebut dalam kasus suap dan gratfikasi yang menjerat Akil Mochtar. Meski namanya sempat disebut dalam rekaman pembicaraan antara Akil Mochtar dan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Jatim sekaligus Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Zainuddin Amali.

Apakah kasus Setnov hanya sampai di situ saja? Sebentar, ternyata bukan perkara hukum, tapi pelanggaran etika juga pernah. Masih ingat kasus ‘Papa Minta Saham’? Setnov mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla  ketika meminta saham ke PT Freeport. Melanggar kode etik, Setnov mengundurkan diri dari kursi Ketua DPR RI sebelum MKD menjatuhkan vonis. Pinter!

Setnov sempat diperiksa Kejaksaan Agung. Akan tetapi, kasus itu mandek setelah Kejaksaan Agung tidak berhasil mendapatkan keterangan dari Riza Chalid yang tidak diketahui keberadaannya.

Dan, tahun 2016 setelah menjadi ketua umum partai Golkar, Setya Novanto berhasil menggusur posisi Ade Komarudin yang saat itu menjabat ketua DPR  RI.

Ternyata, saat  KPK menetapkan Setnov sebagai tersangka kasus E-KTP pun, Ketua DPR RI ini masih teruji ‘kesaktian’-nya. Ia bisa lolos dari status tersangka dengan memenangkan sidang praperadilan.

Jika sudah seperti ini, publik cuma bisa geleng-geleng kepala atas "kesaktian" Setnov. Publik boleh saja geram dan kesal, sementara Setnov senyam-senyum saja? Mau ngotot menuduh Setnov bersalah, ya tidak bisa. Melawan hukum dong namanya. Lagipula atas dasar apa? Jelas-jelas hakim membuktikan Setnov bersih.

Ekspresi kekesalan

Untuk melampiaskan kekesaan dan kegeraman itulah, muncul meme-meme di sosial media sebagai bentuk sindiran dari publik yang gerah dan haus akan hiburan. Pembuat meme juga gak ada bermaksud apa-apa selain buat hiburan semata. Eh, malah berurusan sama kepolisian.

Siapa yang bakal menyangka tindakannya mengunggah meme untuk hiburan semata bakal berakhir di ranah hukum? Andai mereka punya ‘kesaktian’ memprediksi masa depan, pastilah mereka memilih untuk diam. Meski negara ini sudah menjamin kebebasan warga negara untuk berekspresi.  Mending diam daripada nyari perkara. Mending hidup bagai robot dan masa bodoh dengan keadaan negeri sendiri.

Berdasarkan laporan BBC.com, Dyann Kemala Arrizzqi yang berusia 29 tahun, ditangkap pada 31 Oktober 2017 lalu. Ia dijadikan tersangka dugaan pencemaran nama baik oleh kepolisian setelah dilaporkan oleh Setya Novanto pada 10 Oktober lalu, kendati tidak ditahan.

Pertanyaan lain kemudian muncul adalah, apakah semua pengunggah meme lelucon Setnov akan ditangkap? Busyet, ribuan akun penyebar dan satu-satu akan didatangi polisi? Bisa-bisa penjara penuh sesak oleh PKS alias Pesakitan Korban Setnov. Seperti tidak ada kasus lain yang lebih layak ditangani.

Lagipula, jika menyebarkan meme seperti itu dibilang memfitnah atau pencemaran nama baik, jelas tuduhan tersebut perlu ditinjau kembali. Satire dan menghina  itu dua hal yang jauh berbeda. Setidaknya begitu yang ditulis pada artikel Pebrianov di Kompasiana.

Kata pertama bermakna sindiran atas keadaan yang disampaikan dalam bentuk parodi, sarkasme, dan ironi. Kata kedua jelas maknanya merendahkan, memburukkan nama orang lain, menyinggung perasaan, memberi label buruk atas orang lain. Menghina ini juga bisa disamakan dengan ucapan kebencian (hate speech).

Wah, sebagai pejabat publik harusnya siap dong ya dikritik rakyatnya. Tapi yang mengkritik malah dikasuskan. Jika seperti  itu apalah arti kata ‘demokrasi’ yang dianut negara ini?

Sepertinya para  pejabat itu terlalu serius mengurusi negeri ini sehingga lupa bagaimana caranya menikmati hiburan a la generasi millenial.

***