Soni pensiun dari Pikiran Rakyat pada 2017. Sebelum pensiun dia pernah punya cita-cita ingin membuat sanggar untuk menebarkan ilmunya. Juga ingin bikin channel youtube.
Soni Farid Maulana... sahabat saya, sang penyair, wartawan Pikiran Rakyat, subuh tadi berpulang ke hadirat Allah swt, dalam usia 60.
Menyesal juga rasanya, dua tiga minggu lalu ada rencana bersama teman-teman untuk menjenguknya yang sedang sakit di Ciamis.
Ciri khasnya adalah tidak pernah melepas jaketnya sekalipun hari sedang panas. Di kantor dia seorang pendiam, bicara seperlunya. Dia lebih banyak duduk di depan komputer.
Selepas menulis berita yang jadi tugasnya sebagai wartawan, Soni lebih banyak menulis puisi. Hampir tiga bulan sekali dia menghasilkan buku puisi. Kalau sudah terbit, dia mengetok pintu ruangan saya. Menyodorkan bukunya.
Soni adalah puisi.
Status medsosnya selalu dalam bentuk puisi.
Dan ini pernah mengecoh saya. Suatu ketika statusnya bercerita tentang rasa sakit yang luar biasa. Saya menengok ke rumahnya. Ternyata dia tidak apa-apa.
"Eta mah puisi atuh!" katanya.
Suatu hari, dia menulis status tentang sakit. Tentang darah, dan muntah. Status yang indah.
Saya biarkan saja... karena itu puisi.
Tapi dari teman-teman saya dapat kabar, bahwa dia memang sakit.
Saya mau nengok, tapi dia keburu sembuh dan nongol di kantor.
"Sugan teh puisi eta teh, Son. Kudu aya pembeda atuh status asli jeung puisi," kata saya.
"Nya teu bisa dipisah...da urang mah nulisna kitu!"
Iya.... karena Soni adalah puisi.
Dulu saya tak paham puisi, dan menganggap penyair itu cengeng, lebay, dan seterusnya.
Tapi sejak jadi jurnalis awal 1990-an, tuntutan pekerjaan membuat saya harus nempel para budayawan nasional maupun lokal.
Yang menyadarkan saya tentang kekuatan kata, adalah Rendra. Saya terkagum, karena isi ratusan buku, bisa diringkas Rendra dalam satu atau dua bait puisi. Wacana keadilan, bisa direpresentasikan dalam satu puisi.
Soni juga berguru kepada Rendra.
Tahun 1993 saya mulai menulis puisi.
Kadang-kadang saya sodorkan ke Soni.
"Son...alus teu?"
"Ah goreng (jelek-red)...!"
Beuh....
Pernah juga saya traktir makan di kantin.
Saya sodorkan lagi puisi saya. Kali aja sekarang bilang bagus, karena udah disogok makan siang.
"Ah goreng...tapi aya kamajuan dibandingkeun kamari!"
Begitulah di redaksi Pikiran Rakyat. Sekalipun saya atasan dia, urusan kepuisian mah dia masternya. Goreng ya goreng, jelek ya jelek. Belum ada satupun puisi saya dimuat di PikiranRakyat. Padahal saya pemimpin redaksi lho...
Kalau kata Soni goreng, ya mau apa dikata.
Tahun 2014, Soni menciptakan struktur puisi Sonian yaitu puisi pendek empat larik dengan pola tuang/ucap 6-5-4-3 suku kata perlarik.
Pantai Teluk Penyu
Mentari Merekah
Ufuk Memerah
Pagi Cerah
Sumringah
(Karya Warsono Abi Azzam)
Puisi sonian kemudian merebak, tidak cuma seIndonesia, tetapi juga ke Brunei, Malaysia, bahkan negara-negara lain. Sonian sudah menjadi milik dunia.
Soni pensiun dari Pikiran Rakyat pada 2017. Sebelum pensiun dia pernah punya cita-cita ingin membuat sanggar untuk menebarkan ilmunya. Juga ingin bikin channel youtube.
Tapi dua hal itu tidak pernah terwujud. Dari Bandung, Soni pindah ke Ciamis. Dari situ saya dengar dia sakit-sakitan karena diabetes.
Soni sudah pergi menghadap Sang Maha Puitis.
Semoga kamu tenang di alam sana.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews