Cak Imin [10] Gus Muhaimin, PKB, dan Hak Rakyat atas Tanah

Sebagai mantan Menteri Ketenagakerjaan Gus Muhaimin sangat faham bahwa sektor pertanian menyerap sumber daya manusia dan penyedia lapangan pekerjaan yang tidak kecil.

Jumat, 25 Oktober 2019 | 05:59 WIB
0
384
Cak Imin [10] Gus Muhaimin, PKB, dan Hak Rakyat atas Tanah
Muhaimin Iskandar (Foto: Republika.co.id)

Hari Rabu, 4 September 2019 yang lalu penulis membuka situs berita online tempo.co pada laptop tak lama usai jalankan shalat dzuhur. Sambil minum secangkir kopi penulis mendapati berita bahwa Sriwoto, seorang petani asal Tambakrejo, Sumbermanjing Wetan, Malang ditetapkan menjadi tersangka oleh Kepolisian Resor Kota Malang pada 29 Agustus 2019.

Status tersangka beliau atas tuduhan berkebun tanpa izin di lahan milik Perum Perhutani Malang. Padahal, pada 15 Maret 2018, ia dan ratusan warga lainnya yang tergabung dalam Kelompok Tani Maju Mapan telah menerima surat izin perhutanan sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan SK 944/MenLHK-PSKL/PKPS/PSL.O/3/2018.

Seperti dilansir tempo.co, konflik bermula pada akhir Agustus 2018. Saat itu, Sriwoto tengah membersihkan ladang kebun miliknya yang ditanami cengkeh, jengkol, dan nangka seluas kurang dari dua hektar di dalam kawasan hutan Perum Perhutani KPH Malang. Ia bersama warga lainnya memang sudah bercocok tanam di kawasan hutan tersebut selama 14 tahun.

Usai membaca berita itu, kening penulis langsung mengkerut sambil bergumam dalam hati, kok bisa ya?. Tidak hanya itu, pada saat yang sama hatipun langsung merasa dongkol, lagi-lagi petani kecil menjadi korban.

Tidak berhenti disitu, memori penulis kemudian flashback (kilas balik) pada kejadian tahun 2000-an yang nyaris sama dimana para petani disebuah desa di Kecamatan Cikatomas Kab. Tasikmalaya dijadikan tersangka dan diadili karena disangkakan menyerobot lahan PTPN VIII dan Perhutani.

Tahun 2018, Buamin seorang petani penggarap lahan Perhutani di Malang dipolisikan karena disangkakan telah mencuri tiga batang kayu Sono Keling yang tergeletak dilahan garapannya karena tidak dilengkapi data kepemilikan yang sah.

Lalu, tahun 2017 tiga petani yaitu Sutrisno, Mujiono, dan Nur Aziz dinyatakan bersalah oleh majelis hakim sebagai buntut dari konflik antara petani Desa Surokonto Wetan, Kecamatan Pageruyung, dengan Perhutani KPH Kendal yang berujung vonis delapan tahun penjara dan denda masing-masing Rp 10 miliar oleh Pengadilan Negeri Kendal karena dianggap telah menyerobot lahan Perhutani.

Selanjutnya, pada tahun 2016 sebanyak 26 orang petani Desa Surokonto Wetan, Kendal, Jawa Tengah, telah dipolisikan karena dituding menyerobot lahan. Dimana lahan itu kini jadi sengketa antara PT Semen Indonesia yang telah membeli lahan itu dari PT Sumurpitu untuk tukar guling dari lahan milik Perhutani di Rembang yang menjadi lokasi pembangunan pabrik Semen Indonesia.

Nyaris setiap tahun terjadi kasus yang melibatkan petani dengan Perhutani atau BUMN bahkan swasta yang diberi kewenangan menggarap tanah negara. Sengkarut konflik pertanahan di negeri ini belum mau beranjak dari titik nadirnya. Pertanyaannya, regulasi yang telah ada dan diterapkan itu sebetulnya berpihak kepada siapa?

PKB untuk Petani

Selain karena mayoritas konstituen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) adalah petani didesa-desa, Gus Muhaimin secara personal maupun PKB secara Institusi memiliki hubungan yang baik dengan aktifis NGO yang istikomah berjuang memperjuangkan hak warga negara atas kepemilikan tanah.

Wajar bila kemudian tanggal 20 Maret 2018 Gus Muhaimin mendapatkan hibah 1 hektar tanah dari Serikat Petani Pasundan saat beliau bersilaturahim dengan ribuan petani di Pangandaran. Tanah tersebut merupkan hasil perjuangan SPP selama 17 tahun.

Jalinan hubungan baik PKB dengan petani dan aktifis pertanahan membangkitkan kesadaran bagi PKB secara institusi bahwa kedaulatan ekonomi negara harus segera dikembalikan kepada petani dan bukan menggadaikannya kepada segelintir orang atau kelompok.

Sebagai penduduk mayoritas, petani tentu memiliki basis keunggulan sumber daya lokal dan kearifan lokal. Karenanya bila ia berdaulat niscaya ekonomi Indonesia akan tahan terhadap guncangan ekonomi global maupun tekanan politik nasional bahkan internasional. Akses petani terhadap lahan hukumnya fardlu 'ain.

Bagi PKB, perubahan fundamental ini mutlak dilakukan guna menghindari kerentanan terhadap krisis ekonomi. Wajar bila kemudian PKB dalam konteks political will (kemauan politik), political decision (keputusan politik) dan political action (tindakan poltik)-nya terhadap isu kedaulatan petani selalu lebih sigap. Soal reforma agraria misalnya.

Hal ini tentu sebagai respon bahwa revitalisasi pertanian saja tidak cukup tanpa ada penyelesaian fundamental masalah hulunya, yakni reforma agraria. Reformasi agraria di Indonesia hari ini masih jauh panggang dari api, belum menunjukkan tanda-tanda implementasi keadilan lahan baik dari sisi kepemilikan maupun pemanfaatan bagi petani khususnya.

Betapa tidak, warga negara ingin bertani tetapi tidak memiliki lahan. Sementara para "tuan tanah" memilih menelantarkan tanahnya yang subur menganggur dengan segala dalihnya. Lebih dari itu, alokasi sumberdaya lahan yang timpang hanya berkontribusi terhadap semakin sulitnya sektor pertanian memenuhi tuntutan pemenuhan kebutuhan komoditas strategis baik pangan, perkebunan, buah dan ternak.

Mengalihkan lahan hak guna usaha dan kawasan hutan produksi yang kurang termanfaatkan untuk kepentingan masyarakat yang secara fisik tidak memiliki akses, kontrol, partisipasi dan manfaat lahan disekitarnya harus segera dilakukan. Kepemilikan lahan oleh pihak pemilik modal besar harus segera dikurangi.

Dukungan PKB terhadap ikhtiar itu nyata adanya. Salah satunya PKB mendukung penundaan pengesahaan RUU Pertanahan pada akhir masa jabatan DPR periode 2014-2019 yang lalu karena tak sedikit kontra produktifnya dengan mandat Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No.5 tahun 1960.

Berbagai kegiatan yang diselenggarakan DPP PKB mupun Fraksi PKB DPR RI terkait isu fundamental soal pertanahan dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari stakeholder pemerintah, para pakar hingga aktifis NGO semakin menguatkan tekad bahwa PKB ingin memberi manfaat dan maslahat bagi para petani.

Totalitas Gus Muhaimin

Usai dilatik sebagai wakil ketua DPR RI periode 2019-2024 pada tanggal 1 Oktober 2019 lalu, Gus Muhaimin mengemban tugas sebagai koordinator bidang kesejahteraan rakyat. Soal reforma agraria merupakan salah satu concern dalam tugasnya.

Totalitasnya terhadap ikhtiar mewujudkan kesejahteraan petani lansung beliau tunjukkan melalui diskusi publik bertajuk "Reforma Agraria untuk Kedaulatan Pertanian Indonesia" di kantor DPP PKB yang digawangi oleh Dewan Pengurus Nasional Gerbang Tani sebagai Badan Otonom DPP PKB.

Sebagai orang yang berpengalaman dua kali menjadi wakil ketua DPR RI yakni pada periode 1999-2004 dan 2004-2009 beliu sangat faham terkait sengkarut regulasi tentang pertanahan di Indonesia. Padahal, produk legislasi DPR berupa UU yang berpihak terhadap kesejahteraan petani tidak boleh ditunda-tunda.

Di negara berkembang seperti Indonesia, petani dan dunia pertanian merupakan unsur dasar yang tidak dipisahkan dalam laju pembangunan. Produk pertanian yang semakin melimpah ternyata sama sekali tidak berkontribusi terhadap kesejahteran petani.

Cepatnya laju pembangunan tidak bisa dihindari sehingga mengakibatkan alih fungsi lahan pertanian ke sektor lain bergerak sangat ekstrim. Sementara pada saat yang sama, akses warga negara terhadap pemanfaatan apalagi kepemilikan lahan nyaris tidak dibuka.

Lebih dari itu, sebagai mantan Menteri Ketenagakerjaan Gus Muhaimin sangat faham bahwa sektor pertanian menyerap sumber daya manusia dan penyedia lapangan pekerjaan yang tidak kecil. Efek ganda pertanian bagi perekonomian dan kesejahteraan bila tidak diurus regulasi kuncinya terkait hak warga negara atas tanah niscaya tidak akan beranjak dari kemiskinan.

Data BPS tahun 2017 saja mengungkapkan bahwa dari 124,5 juta angkatan kerja yang bekerja, sebanyak 39,7 juta atau 32 persennya bekerja pada sektor pertanian di pedesaan. Wajar bila kemudian sektor ini menjadi penyumbang terbesar bagi angka kemiskinan kita.

Bila kita cermati data BPS, pada Januari 2014 upah nominal buruh tani sebesar Rp. 43.808 dan naik menjadi Rp. 50.213 pada Oktober 2017. Sayangnya kenaikan ini terus tergerus oleh inflasi sehingga ia merosot pada Rp. 39.383 menjadi hanya Rp. 37.711 pada Oktober 2017.

'Ala kulli hal, jabatan Gus Muhaimin hari ini sangat strategis untuk wujudkan kesejahteraan petani melalui pintu masuk regulasi reforma agraria. Tak heran bila dalam diskusi publik Reforma Agraria kemarin Gus Muhaimin mengungkap bahwa masalah agraria di Indonesia bukan berkaitan dengan iklim, tenaga kerja dan petani, serta sumberdaya pertaniannya. Tetapi tanahnya.

Selain sebagai Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat sekaligus sebagai Ketua Umum DPP PKB Gus Muhaimin sangat mungkin melakukan penguatan regulasi dari hulu hingga ke hilir. Bila kelak RUU Pertanahan disahkan menjadi UU, beliau memiliki kewenangan instruktif terhadap stakeholder PKB di legislatif untuk mem-breakdown-nya kedalam Perda.

Atas jalinan hubungan baik yang telah dilakukan Gus Muhaimin dan PKB dengan para pihak yang memiliki sense of care yang sama selama ini. Penulis yakin beliau akan menjadi "komandan" di DPR untuk wujudkan tujuan reforma agraria yang berujung pada kesejahteraan petani.

Usep Saeful Kamal, adalah pengurus di Dewan Pengurus Nasional Gerbang Tani.

***

Tulisan sebelumnya: Cak Imin [9] Ijtihad PKB untuk Kebijakan Pertanian