Jika benar Didi Kempot meninggal akibat serangan jantung, maka kesamaannya dengan Mbah Surip semakin lengkap.
Mungkin cuma kebetulan. Tetapi, kematian Didi "The Godfather of Broken Heart" Kempot mengingatkan saya kepada kematian serupa yang dialami Mbah Surip. Mereka berdua mengawali karier dari bawah, dari mengamen menyusuri jalanan, menerima banyak hinaan.
Pernah timbul dan tenggelam. Namun, "the second wind" menempatkan Mbah Surip yang meledak lewat lagu "Tidur Lagi" itu menjadi terkenal seketika. Demikian pula Didi Kempot dengan lagu-lagu andalannya yang meremukkan hati, "Kalung Emas", "Pamer Bojo", atau "Banyu Langit".
Akan halnya Didi Kempot, tenggelamnya dia tidak sedramatis Mbah Surip yang sama sekali tidak dikenal publik. Didi Kempot pada masa lalu bahkan pernah ditulis Harian Kompas.
Saya ingat tulisan di Kompas itu yang menggambarkan video klip Didi Kempot yang menjungkirbalikkan kegaliban, menentang kebiasaan. Misalnya adegan kereta api yang beranjak dari stasiun Solo Balapan bukan lagi gadis yang ditinggalkan pemuda kekasih hatinya, melainkan seorang pemuda yang justru merana karena kekasihnya yang jelita pergi ke kota dengan menumpang kereta itu.
Baca Juga: Didi Kempot Meninggal Dunia
Ketika berada di puncak ketenaran, Didi Kempot maupun Mbah Surip ngegas manggung di sana sini. Bukan persoalan aji mumpung -meski ada benarnya- melainkan mereka berdua (mungkin) menganggap tidak ada istilah "the third wind" dalam hidup, jadi mereka berdua betul-betul memanfaatkan ketenaran yang muncul tiba-tiba, melimpah bagai air bah.
Akhirnya mereka berdua lupa satu hal: menjaga tubuhnya sendiri, menjaga kesehatannya sendiri!
Jika benar Didi Kempot meninggal akibat serangan jantung, maka kesamaannya dengan Mbah Surip semakin lengkap.
Alfatihah....
Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [59] Origin
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews