Jangankan untuk berdoa di tempat ibadah sebagaimana keseharian, mereka bahkan dikurung dalam rumah mereka sendiri atas nama “lockdown”.
Mulanya shalat jumatan yang ditiadakan di masjid yang letaknya persis di belakang rumah saya, Ibbadurahman. Itu terjadi Jumat dua pekan lalu. Kemarin drastis, masjid itu pun menutup diri untuk shalat fardlu 5 waktu. Semua tindakan ini karena satu sebab: virus corona. Tentu saja DKM yang mengurus masjid di bilangan Bintaro itu mengikuti anjuran pemerintah maupun ulama dari MUI.
Tetapi bukan itu yang ingin saya kisahkan di sini. Ini soal rekaman kenangan saya atas novel Dan Brown berjudul “Origin”.
Ketika saya merasakan suasana di mana suara azan dari masjid belakang rumah saya tak terdengar lagi, saya teringat perseteruan antara agama versus ilmu pengetahuan sebagaimana yang ditulis Brown dalam novel itu. Juga yang lebih menohok, tentu saja perseteruan antara kelompok yang menamakan diri Atheist Alliance International versus Parliament of The World’s Religions, yang diceritakan secara mencekam lewat penuturan Brown yang khas itu. Pembaca dibuat terhanyut oleh sihir kata-kata Brown.
Apa yang kemudian saya pikirkan ketika gereja, masjid, vihara dan tempat-tempat ibadah ditutup karena virus corona? Apa yang saya rasakan ketika suara azan dan lantunan ayat suci Al Quran tak terdengar lagi dari masjid terdekat?
Kalau merujuk pada “novel konspirasi” khas Brown, tentu saja saya berpikir tentang kemenangan ilmu pengetahuan atas agama sekaligus kemenangan atheis atas umat beragama!
Coba kerucutkan lagi dari empat kelompok ini; agama vs ilmu pengetahuan dan atheis vs beragama, siapa yang dikeroyok? Jawabannya: agama dan umat beragama. Siapa yang bersekutu mengeroyok agama dan umat beragama? Jawabannya mudah: atheist dan ilmu pengetahuan!
Kesimpulannya: atheis bersekutu dengan ilmu pengetahuan untuk mengatasi agama!
Sekali lagi, ini kalau saya merujuk pada teori konspirasi khas Dan Brown dalam novel “Origin” yang saya baca. Saya bayangkan, dua kelompok yang bersekutu ini, yang mereka anggap agama (terutama semua agama langit) sebagai biang kerusakan lingkungan dan kehancuran dunia, melibas agama dan umat beragama dengan senjata (biologis) yang mereka produksi bernama virus corona.
Dengan benda atau makhluk yang tak kelihatan oleh mata ini, semua tempat ibadah dipaksa untuk ditutup atau menutup diri. Umat beragama yang semula bersatu di kelompoknya masing-masing, sekarang sudah tercerai berai atas nama “social distancing”. Jangankan untuk berdoa di tempat ibadah sebagaimana keseharian, mereka bahkan dikurung dalam rumah mereka sendiri atas nama “lockdown”.
Sekali lagi, tulisan ini hanya merujuk pada kenangan saya atas novel karya Brown yang pernah saya baca, tidak ada maksud membenturkan antara agama versus sains atau kaum atheis dengan kaum theis. Saya pribadi selalu beranggapan, agama dan ilmu pengetahuan hendaknya saling mengisi, bukan saling meniadakan.
Sekarang yang kita hadapi bersama adalah virus corona dan itu memang ada, nyata, meski tak tampak oleh mata. Abaikan segala bentuk teori konspirasi apapun, kita konsentrasi melawan penyebaran virus corona ini dengan cara kita masing-masing.
***
Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [58] Perusahaan yang Bertanggung Jawab
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews