Sketsa Harian [59] Origin

Jangankan untuk berdoa di tempat ibadah sebagaimana keseharian, mereka bahkan dikurung dalam rumah mereka sendiri atas nama “lockdown”.

Jumat, 10 April 2020 | 11:42 WIB
0
320
Sketsa Harian [59] Origin
necal

Mulanya shalat jumatan yang ditiadakan di masjid yang letaknya persis di belakang rumah saya, Ibbadurahman. Itu terjadi Jumat dua pekan lalu. Kemarin drastis, masjid itu pun menutup diri untuk shalat fardlu 5 waktu. Semua tindakan ini karena satu sebab: virus corona. Tentu saja DKM yang mengurus masjid di bilangan Bintaro itu mengikuti anjuran pemerintah maupun ulama dari MUI.

Tetapi bukan itu yang ingin saya kisahkan di sini. Ini soal rekaman kenangan saya atas novel Dan Brown berjudul “Origin”.

Ketika saya merasakan suasana di mana suara azan dari masjid belakang rumah saya tak terdengar lagi, saya teringat perseteruan antara agama versus ilmu pengetahuan sebagaimana yang ditulis Brown dalam novel itu. Juga yang lebih menohok, tentu saja perseteruan antara kelompok yang menamakan diri Atheist Alliance International versus Parliament of The World’s Religions, yang diceritakan secara mencekam lewat penuturan Brown yang khas itu. Pembaca dibuat terhanyut oleh sihir kata-kata Brown.

Apa yang kemudian saya pikirkan ketika gereja, masjid, vihara dan tempat-tempat ibadah ditutup karena virus corona? Apa yang saya rasakan ketika suara azan dan lantunan ayat suci Al Quran tak terdengar lagi dari masjid terdekat?

Kalau merujuk pada “novel konspirasi” khas Brown, tentu saja saya berpikir tentang kemenangan ilmu pengetahuan atas agama sekaligus kemenangan atheis atas umat beragama!

Coba kerucutkan lagi dari empat kelompok ini; agama vs ilmu pengetahuan dan atheis vs beragama, siapa yang dikeroyok? Jawabannya: agama dan umat beragama. Siapa yang bersekutu mengeroyok agama dan umat beragama? Jawabannya mudah: atheist dan ilmu pengetahuan!

Kesimpulannya: atheis bersekutu dengan ilmu pengetahuan untuk mengatasi agama!

Sekali  lagi, ini kalau saya merujuk pada teori konspirasi khas Dan Brown dalam novel “Origin” yang saya baca. Saya bayangkan, dua kelompok yang bersekutu ini, yang mereka anggap agama (terutama semua agama langit) sebagai biang kerusakan lingkungan dan kehancuran dunia, melibas agama dan umat beragama dengan senjata (biologis) yang mereka produksi bernama virus corona.

Dengan benda atau makhluk yang tak kelihatan oleh mata ini, semua tempat ibadah dipaksa untuk ditutup atau menutup diri. Umat beragama yang semula bersatu di kelompoknya masing-masing, sekarang sudah tercerai berai atas nama “social distancing”. Jangankan untuk berdoa di tempat ibadah sebagaimana keseharian, mereka bahkan dikurung dalam rumah mereka sendiri atas nama “lockdown”.

Sekali lagi, tulisan ini hanya merujuk pada kenangan saya atas novel karya Brown yang pernah saya baca, tidak ada maksud membenturkan antara agama versus sains atau kaum atheis dengan kaum theis. Saya pribadi selalu beranggapan, agama dan ilmu pengetahuan hendaknya saling mengisi, bukan saling meniadakan.

Sekarang yang kita hadapi bersama adalah virus corona dan itu memang ada, nyata, meski tak tampak oleh mata. Abaikan segala bentuk teori konspirasi apapun, kita konsentrasi melawan penyebaran virus corona ini dengan cara kita masing-masing.

***

Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [58] Perusahaan yang Bertanggung Jawab