Keadilan Memang Nisbi

Kita jangan terburu-buru terbawa emosi (carried away) membaca opini di medsos. Cukup dibaca dan dicerna saja.

Sabtu, 10 April 2021 | 12:19 WIB
0
231
Keadilan Memang Nisbi
Atta Halilintar (Foto: YouTube.com)

Seorang netizen menulis tentang Atta Halilintar (AH) Tepatnya menulis secara negatif tentangnya. Dikatakannya bahwa konten video AH sangat tidak mendidik karena menampilkan pranks, menampilkan gaya hidup mewah.

Anak-anak sekolah yang merupakan segmen terbesar dari puluhan juta followernya sebetulnya sdh merugi karena menghabiskan kuota yang diberikan oleh orgtua mereka untuk menonton video yang tidak berguna dan tanpa disadari menjadi penyumbang gemuknya pundi-pundi AH yang konon sebesar Rp260 M setahun.

Karenanya netizen ini menyarankan agar kita unfollow AH atau setidaknya unsubscribe dia. Itulah intinya posting yang lumayan mendapat tanggapan yang saling bertentangan.

Sampai di sini saya terus terang mengamini opininya. Padahal, saya belum pernah sekali pun menonton video Atta Halilintar, bahkan setelah namanya naik daun karena royal wedding-nya dengan Aurel, saya sama sekali tidak berminat untuk mengintip videonya.

Bagaimana saya bisa bersikap fair dan objektif kalo saya tidak mengenal seluk beluk diri AH dan kiprahnya? Sementara di luar sana memang ramai orang bertengkar ada yang pro AH dan ada yang anti AH. Seperti biasa, kata-kata pedas dan nyelekit saling dilemparkan.

Di antara tulisan yang berpolemik ini, saya sempat membaca sebuah opini yang cukup bagus menurut saya. Netizen ini mengatakan Atta Halilintar perlu diapresiasi. Pada usia yang baru 26 tahun dia sudah menjadi milyarder.

Dia pandai membaca peluang bisnis dengan membuat konten video youtube. Sesuatu yang tidak pernah dibayangkan orang sebelumnya bisa menghasilkan uang bermiliar-miliar rupiah.

Tentang konten videonya bagaimana? Apakah baik untuk generasi muda? Dari pengamatan saya pada cucu yang keranjingan nonton youtube, konten video yang buruk (menurut standar saya sebagai old generation) sesungguhnya sangat banyak.

Bukan cuma video AH semata. Ada video yang membahas game di mana host-nya berteriak-teriak macam orang kesurupan nyaris tanpa jeda. Toh video ini follower-nya jutaan orang. Saya sebagai generasi sepuh tak habis pikir apakah yang menarik dari menyimak video di mana si pembawa acaranya teriak-teriak macam mau disembelih di sepanjang acara.

Dari dua opini ini, saya mendapat pencerahan yang lebih berimbang.

Pertama, pada hakekatnya semua manusia ini ingin survive dalam hidupnya. Survive ini bukan semata untuk orang miskin. Dia juga untuk orang yang sudah mapan, yang sudah kaya, yang sudah beken.

Jadi, kalo kita menemui orang yang masih muda tapi sukses, kaya raya, punya istri cantik, ini sesungguhnya hasil dari instink untuk survive.

Jadi, terhadap Atta Halilintar kita harus bagaimana? Memujinya atau menghujatnya?

Tidak kedua-duanya!

Ini fenomena biasa saja. Fenomena "survival of the fittest" yang dijalani semua manusia selama menjalani kehidupan di muka bumi.

Kedua, kita jangan terburu-buru terbawa emosi (carried away) membaca opini di medsos. Cukup dibaca dan dicerna saja.

Saya menutup tulisan ini dengan menyitir judul di atas yaitu "keadilan memang nisbi".

Jadi, jangan dikit-dikit kita mengeluh "ini tidak adil" (this is not fair) karena kita akan dipersusah oleh pemikiran kita sendiri.

***