Pukulan Jenderal Komando ke Perut Wartawan

Di kediamannya, kawasan Kuningan, yang ditonjolkan pada hiasan dindingnya, antara lain saat aktif sebagai jenderal dan karateka.

Jumat, 16 April 2021 | 12:01 WIB
0
265
Pukulan Jenderal Komando ke Perut Wartawan
Jenderal Widjojo Soedjono dan saya (Foto: dok. Pribadi)

Menembus birokrasi di instansi militer memang tidak mudah. Apalagi jika pangkatnya makin tinggi. Kemarin, saya bertemu dengan tiga jenderal komando di Kementerian Pertahanan. 

Mereka adalah Irjen Kemhan Letnan Jenderal Ida Bagus Purwalaksana, staf khusus Menhan Letnan Jenderal (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin, dan Kabainstrahan Kemhan Mayor Jenderal Yulius Selvanus. 

Ida Bagus Purwalaksana adalah anak dari mendiang Letjen (Purn) Ida Bagus Sudjana, mantan Kasum ABRI, Sekjen Dephankam, dan Menteri Pertambangan dan Energi era Presiden Soeharto. Dahulu saya sempat meliput almarhum ayahnya. Kini anaknya jadi teman. 

Sjafrie Sjamsoeddin mantan Wakil Menhan era Presiden SBY. Sangat dikenal dekat dengan wartawan. Pernah menjadi Pangdam Jaya saat kerusuhan Mei 1988, juga mantan Kapuspen TNI.

Selain itu saya komunikasi via telepon dan WA dengan Dirjen Pothan Mayor Jenderal Dadang Hendra Yudha, Kolonel (Infanteri) Y Putrajaya, serta Dandenma Kodam III Siliwangi Kolonel (Infanteri) Endang Nurmansyah. 

Yulius Selvanus dan Dadang Hendra Yudha, pernah menggemparkan saat berpangkat kapten. Mereka adalah tim mawar yang kontroversial. Yulius adalah kakak kelas kami di SMAN 38. Sedangkan Endang Nurmansyah, teman seangkatan di SMAN 38. 

Sementara Putrajaya adalah sahabat saya yang pernah menjadi Danrem di Banjarmasih dan paban Ster di Mabesad. Atas saran saya, Putrajaya menjadikan Fauzan juara karate di Ceko ditarik menjadi bintara TNI. Fauzan kini personel Yonzipur 9 Kostrad dengan kemampuan karate yang hebat.

Putrajaya sudah selesai pendidikan Lemhannas. Tinggal menunggu pangkat bintang di pundaknya.

Mereka semua adalah produk Korps Baret Merah. Hari ini merupakan Dirgahayu ke 69 Komando Pasukan Khusus (Kopasssus). Salah satu pasukan elite terbaik di dunia. Komando!

Jenderal kegendaris

Subuh ini, saya menghubungi via chatting WA mantan Komandan ke 6 Kopassus, Jenderal (Purn) Widjojo Soejono. Dialah jenderal bintang empat purnawirawan paling tua yang masih hidup saat ini. Usianya, Mei 2021 ini genap 93 tahun. Tentu saja saya mengucapkan Dirgahayu Korps Baret Merah. 

Dia membahasakan panggilan ke saya, ananda. Karena itu pula, saya memanggilnya Ayahanda. Usia kami terpaut sekitar 39 tahun.

"Saya baik-baik saja dalam isolasi yang membosankan. Belum bisa ikut vaksinasi, karena diabetes saya," kata Widjojo menuturkan kondisi kesehatannya.

Berikutnya, ia masuk ke wilayah politik. "Reshuffle (kabinet) yang terlalu sering, punya muatan salah pilih yang pada gilirannya akibat salah baca (potensi)."

Widjojo ingatannya luar biasa. Saya menjadikannya sebagai nara sumber 'perpustakaan hidup'. Hanya pendengarannya yang sudah berkurang. Sehingga menggunakan alat bantu pendengaran.

Ia saksi hidup sejumlah peristiwa 1945, serta sejumlah pergolakan di Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah Kepala Staf Kopkamtib pada 1980-1982 dengan pangkat jenderal bintang empat.

Dialah yang menggantikan Kolonel (Infanteri) Sarwo Edhie Wibowo pada 1967. Untuk pertama kalinya Korps Baret Merah dipimpin perwira tinggi pada era Widjojo. Sering dipanggil dengan sebutan Jenderal Billy. 

Saat itu kesatuan komando ini berganti nama dari Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) menjadi Pusat Pasukan Khusus (Puspassus). Komandan resimen memang untuk perwira berpangkat kolonel. Sedangkan Puspassus untuk komandan dengan pangkat Brigjen.

Saat berpangkat Kolonel (Infanteri), Widjojo sebagai paban operasi Staf Umum II AD. Anak buah dari Mayjen Djamin Ginting. 

Lulusan US Army Command & General Staff College, Forth Leavenwoeth (1963-1964) itu memiliki jabatan bergensi saat menjadi perwira tinggi.

Saat Brigjen menjadi Panglima Komando Tempur IV Kostrad, Komandan Puspassus AD, Panglima Kodam Merdeka. Ayahanda Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo pernah menjadi ajudan Brigjen Widjojo saat Pangdam Merdeka.

Mayjen sebagai Panglima Kodam Brawijaya selama empat tahun (1971-1975). Kemudian Letjen sebagai Panglima Kowilhan III (Sulawesi-Kalimantan) 1975-1978, Panglima Kowilhan II (Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Timor Timur) 1978-1980. Kendali operasi Timor Timur ada dalam genggamannya. 

Terakhir berpangkat Jenderal sebagai Kepala Staf Kopkamtib 1980-1982. Dia menjadi sesepuh tertua TNI yang masih hidup dan paling dihormati oleh pasukan komando.

Widjojo juga ketua umum pertama PORKI yang kemudian berubah menjadi FORKI (Federasi Olahraga Karate-do Indonesia) pada 1972-1977. Para karateka pasti memberikan tempat terhormat untuk jenderal sepuh ini.

Di kediamannya, kawasan Kuningan, yang ditonjolkan pada hiasan dindingnya, antara lain saat aktif sebagai jenderal dan karateka. 

"Coba tahan perutmu, nak. Tes gyaku-zuki (pukulan lurus ke depan) saya ke perutmu." Ia pun memukul perut saya.

Buug.... Saya menahan napas. Masih cukup kuat untuk usia 90 tahunan. Widjojo pun tertawa riang. Wawancara sambil dipukul, ini sesuatu banget. 

Pukulan karateka sekaligus jenderal komando. Osh... Dirgahayu Komando!

***