Gitaris Canggih Bersahaja

Saat ini dan ke depan, kita harus membiasakan diri berbicara "cultural capital" bukan lagi "natural capital".

Sabtu, 12 Juni 2021 | 17:40 WIB
0
166
Gitaris Canggih Bersahaja
Alip Ba Ta (Foto: tribunnews.co.)

Beragam cara Yang Maha Kuasa memperlihatkan kekuasaannya. Secara teoretis, manusia memang memiliki kemampuan melakukan apa saja karena ia menjalani proses belajar--"learning to know, learning to do".

Dalam menjalani proses ini, biasanya ada orang yang lebih memiliki kepiawaian menurunkan keahliannya kepada orang yang menjadi pembelajar.

Namun, orang orang pembelajar tak selalu menjadi agen pasif. Ia dapat menjadi aktor aktif yang secara mandiri mengembangkan apa yang ia telah peroleh dari orang lain.

Awalnya ia belajar. Namun setelah mendapat jalannya, ia dapat berlari sendiri. Proses menemukan (invention and discovery) hal hal baru terjadi, sekali atau berkali kali. 

Orang kreatif adalah orang yang secara terus menerus mencoba dan menemukan hal hal baru, baik hal baru bagi dirinya maupun bagi semua orang. Di sana ada proses "discovery and rediscovery".

Inilah kreatifitas. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mendorong kreatifitas. Bukan bangsa yang mengagungkan hapalan.

Hanya saja, dalam kasus tertentu, ada kreatifitas yang dilakukan seseorang, jauh melampaui orang orang biasa. Di sini barangkali, "tangan Tuhan" berbicara.

Beberapa minggu ini, saya cukup sering mengamati seorang gitaris dengan gaya "finger style" bernama Alip Ba Ta.

Nama sebenarnya adalah Alif Gustakhiyat. Ia seorang youtuber yang nampaknya berasal dari kalangan masyarakat sederhana. Konon pekerjaan aslinya adalah supir forklift di sebuah pabrik.

Namun, bila kita lihat kemampuannya dalam bermain gitar, sungguh luar biasa.

Dapat diduga, ketrampilan memainkan alat musik ini ia tak dapatkan dari sekolah musik. Saya yakin ia mendapatkan semua ini karena anugerah dari sono. 

Tentu saja ada proses belajar yang ia lakukan melalui mendengar, melihat, dan meniru orang lain. Namun, kreatifitas yang tumbuh dari dirinya juga terjadi. Di sinilah barangkali bakat diri berbicara. Atau dalam bahasa lain, apa yang ia miliki merupakan percikan talenta berlebih dari Sang Kuasa, yang tidak diberikan pada orang lain.

Saya terbayang, orang orang seperti ini harusnya dihimpun dan dipetakan. Kekayaan Indonesia yang lebih "sustainable" dan ramah lingkungan justru yang seperti ini.

Jangan lagi bicara kekayaan alam semata. Apalagi kini kekayaan alam Indonesia tak sepantasnya jadi andalan penopang hidup kita karena bila kita bicara hal ini, ujung ujungnya kita ingin mengeksploitasi dan merusak.

Saat ini dan ke depan, kita harus membiasakan diri berbicara "cultural capital" bukan lagi "natural capital". 

Semoga aktualisasi putra putra terbaik bangsa seperti ini mendominasi di ruang ruang publik jagat maya, dan menjadi sumber inspirasi.

#iPras 2021

***